ANALISIS KANDUNGAN FORMALIN DALAM TAHU PUTIH YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN SUPERMARKET DI WILAYAH KOTA JEMBER
Abstract
Peranan Bahan Tambahan Makanan (BTM) khususnya bahan pengawet menjadi
semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan makanan yang
sintesis. Salah satu bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan pada
makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah
bahan pengawet, dimana bahan pengawet ini dapat diartikan sebagai bahan tambahan
makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau
peruaian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Penggunan
pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya, tetapi pada saat
ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk
digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan misalnya boraks dan
formalin. Formalin banyak disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti tahu
dan mie basah. Formalin sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan mayat
dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 formalin merupakan
salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan.
Formalin tidak boleh digunakan sebagai pengawet makanan, sehingga tidak boleh ada
residunya pada makanan. Pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan
keracuanan pada manusia dengan gejala sulit menelan, sakit perut akut, muntahmuntah,
berak berdarah, gangguan peredaran darah dan pada dosis yang tinggi dapat
mengakibatkan kematian.
Salah satu bahan makanan sehari-hari yang mengandung formalin adalah tahu. Tahu
merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena kandungan proteinnya
yang tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein hewani dengan NPU (net
protein utility) yang cukup tinggi sekitar 65% serta daya cerna yang tinggi pula
sekitar 85-98 persen. Selain memiliki kelebihan, tahu juga mempunyai kelemahan,
yaitu kandungan airnya yang tinggi sehingga mudah rusak karena mudah ditumbuhi
mikroba. Kerusakan tahu ini ditandai dengan adanya lendir di sekitar permukaan
tahu, makin lama makin lembek dan warna berubah menjadi bening kecoklatan serta
menimbulkan bau kurang sedap. Untuk memperpanjang masa simpan, kebanyakan
industri tahu yang ada di Indonesia menambahkan pengawet. Bahan pengawet yang
ditambahkan tidak terbatas pada pengawet yang diizinkan, tetapi banyak pengusaha
yang nakal dengan menambahkan formalin. Hasil pemantauan yang dilakukan di
kota-kota besar pada pasar tradisional dan swalayan, seperti di Hero, Superindo, Carrefour, dan Diamond menunjukan pada tahu, dari 290 sampel 33,45% diantaranya
juga masuk kategori mengandung bahan tambahan makanan yang dilarang. Menurut
penelitian Alfian (2007), 62.85 % tahu putih yang beredar di pasar tradisional
Sidoarjo mengandung formalin dan 37.15 % tidak mengandung formalin. Berpegang
pada seluruh uraian tersebut, penulis bermaksud mengkaji mengenai kandungan
formalin yang terkandung di dalam tahu yang dijual di pasar tradisional dan
supermarket yang terdapat di wilayah kota Jember.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional (pengamatan) karena
penelitian ini selain mengambarkan bagaimana kandungan formalin pada tahu yang
terdapat di pasar tetapi juga mengkaji perbedaan kandungan formalin pada tahu putih
yang terdapat di pasar tradisional dan supermarket. Sebagai data penunjang diberikan
kuisioner kepada pembeli tahu agar dapat mengetahui pengetahuan konsumen
mengenai tahu berformalin. Untuk uji kandungan formalin yang terdapat pada tahu
dilakukan uji laboratorium pada Laboratorium Analisia Pangan Politeknik Negeri
Jember dengan menggunakan metode Ferri klorida. Pengumpulan data yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua macam teknik yakni uji laboratorium
dengan 26 sampel dan wawancara kepada pembeli tahu sebanyak 140 responden.
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan dua cara. Pertama tebel
frekuensi dan tabulasi silang digunakan untuk memberikan gambaran dan perbedaan
tentang kandungan formalin yang dijual di pasar tradisional dan supermarket. Kedua
untuk menguji proporsi perbedaan antara kandungan formalin pada pasar tardisional
dan supermarket dilakukan dengan uji Chi Square dengan bantuan program SPSS
versi 11.5. Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau level of
significancy 5% (0,05).
Pengetahuan responden tentang formalin dalam tahu mayoritas di pasar tradisional
dan supermarket masuk kedalam kategori sedang yaitu sebesar 60,7% pada pasar
tradisional dan sebesar 53,6% pada supermarket. Kandungan formalin dalam tahu
putih yang dijual di pasar tradisional dan supermarket secara keseluruhan adalah
sebanyak 92,3% (24 sampel) tahu yang terdapat di kota Jember ini tidak mengandung
formalin serta 7,7% (2 sampel) tahu yang terdapat di kota Jember mengandung
formalin. Untuk tahu yang dijual di sepuluh pasar tradisional 100% (18 sampel) tidak
mengandung formalin, sedangkan tahu yang dijual di tiga supremarket di kota Jember
terdapat 75% (6 sampel) tidak mengandung formalin dan 25% (2 sampel) tahu
mengandung formalin. uji Chi Square untuk mengetahui perbedaan hasil analisis
kandungan formalin dalam tahu yang dijual di Pasar Tradisional dan Supermarket
didapatkan nilai signifikan sebesar 0,027 sehingga dapat dikatakan terdapat
perbedaan yang signifikan antara kandungan formalin dalam tahu yang dijual di Pasar
Tradisional dan Supermarket.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2256]