REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK
Abstract
Fokus penelitian ini adalah membuktikan apakah hasil identifikasi dialek 
yang dilakukan dengan menggunakan metode leksikostatistik dan dialektometri 
itu sama ataukah berbeda. Jika hasilnya sama, maka kedua metode itu tidak 
bermasalah untuk diterapkan secara besama-sama pada satu objek penelitian yang 
sama. Dalam keadaan demikian, penerapan kedua metode itu diperlukan atas 
dasar  perbedaan  pendekatan  yang  digunakan.  Leksikostatistik  menggunakan 
pendekatan  diakronis  sedangkan  dialektometri  menggunakan  pendekatan 
sinkronis. Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) rekonstruksi 
protofonem; (2) rekonstruksi protoetimon; (3) penentuan kata kognat dan tidak kognat atas 200 kosa kata dasar dan menentukan hubungan kekerabatannya dengan menggunakan metode leksikostatistik; (4) pembandingan hasil penentuan hubungan kekerabatan pada tujuan (3) dengan hasil identifikasi dialek dengan menggunakan metode dialektrometri; dan (5) penentuan waktu pisah bahasa Jawa di Banyuwangi, Tengger, Blitar, dan Gresik. 
Objek penelitian ini adalah data bahasa berupa leksikon dialek bahasa Jawa Banyuwangi, Tengger, Blitar, dan Gresik. Objek penelitian ini sama dengan objek penelitian dalam Sariono dkk. (1998). 
Hasil rekonstruksi protofonem, diperoleh 29 protofonem yang terdiri atas 
21 protofonem konsonan /*p, *b, *t, *d, *, *, *c, *j, *k, *g, *?, *m, *n, *ñ, 
*ŋ, *l, *s, *h, *r, *w, *y/ dan 8 protofonem vokal 	/*i, *e, *ε, *a, *ə, *u, *o, * Ɔ/. 
Dari  hasil  rekonstruksi  protofonem  itu,  kemudian  dilakukan  rekonstruksi protoetimon pada 200 kosa kata dasar dari keempat dialek bahasa Jawa yang diteliti.  Rekonstruksi  protofonem  dan  protoetimon  ini  menjadi  dasar  bagi penentuan kata kognat untuk penerapan metode leksikostatistik. 
Hasil analisis leksikostatistik yang berupa persentase kata kognat dalam 
penelitian ini kemudian dibandingkan dengan hasil analisis dialektometri dalam 
penelitian Sariono dkk. (1998). Kedua penelitian itu bisa dibandingkan, karena 
keduanya meneliti empat dialek bahasa Jawa yang sama, yakni bahasa Jawa di 
Banyuwangi, Tengger, Blitar, dan Gresik. Dari hasil pembandingan itu diperoleh 
rician perbedaan hasil analisis metode leksikostatistik dan metode dialektometri 
itu menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaanya adalah pada penghitungan 
leksikostatistik hanya bahasa Jawa Blitar dan bahasa Jawa Gresik yang memper-
lihatkan hubungan dialek yang berbeda dari satu bahasa yang sama. Dua dialek 
bahasa Jawa yang lain merupakan bahasa yang berbeda dari satu rumpun bahasa 
yang sama. Sementara itu, hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa 
keempat dialek itu merupakan dialek yang berbeda dari satu bahasa yang sama. 
Tahap akhir dari metode leksikostatistik adalah penentuan waktu pisah dari keempat dialek bahasa Jawa yang menjadi evidensi dalam penelitian ini. Adapun dari hasil penghitungan waktu pisah tersebut diketahui bahwa pada tahap pertama, bahasa Jawa Banyuwangi dengan bahasa Jawa Tengger, bahasa Jawa Blitar, dan bahasa Jawa Gresik merupakan bahasa tunggal pada 678 ± 92 tahun yang lalu. Pada tahap kedua, bahasa Jawa Tengger dengan bahasa Jawa Blitar dan bahasa Jawa Gresik merupakan bahasa tunggal pada 529 ± 73 tahun yang lalu. Dan pada tahap ketiga, bahasa Jawa Blitar dengan bahasa Jawa Gresik merupakan bahasa tunggal pada 308 ± 52 tahun yang lalu.