dc.description.abstract | Dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan
Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, secara prinsip mengubah hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menganut sistem sentralisasi menjadi
sistem desentralisasi. Namun, meskipun undang-undang mengenai otonomi daerah
disahkan pada tahun 1999, undang-undang mengenai otonomi daerah itu berlaku
efektif mulai tanggal 1 Januari 2001 di Indonesia. Otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal mengharapkan pemerintah daerah mampu menciptakan kemandirian yang lebih
besar dalam keuangan daerah, oleh sebab itu salah satu ukuran kemampuan daerah
untuk melaksanakan otonomi terletak pada besarnya peranan PAD yang mampu
dicapai oleh daerah tersebut. Besarnya PAD yang mampu dicapai oleh daerah
tersebut sangat menentukan kinerja keuangan daerah karena PAD dapat dikatakan
sebagai salah satu penerimaan daerah yang mampu menciptakan kemandirian daerah.
PAD yang semakin besar akan menyumbangkan kontribusi yang besar pula terhadap
APBD, hal tersebut menunjukkan bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi
fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang, sebaliknya apabila
kontribusi PAD terhadap APBD yang dimiliki oleh daerah tersebut relatif kecil maka
akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintahan secara privasi dan mandiri tanpa adanya dukungan
dan bantuan dari pihak lain terutama pemerintah pusat dan provinsi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar derajat
kemandirian fiskal Kabupaten Jember pada era otonomi daerah serta menganalisis
pengaruh PDRB terhadap kemandirian fiskal di Kabupaten Jember pada era otonomi
daerah. Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) dari tahun 2001 s/d
2009. Data ini dianalisis dengan metode deskriptif dan analisis regresi sederhana.
Dari penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut: bahwa tingkat
ketergantungan fiskal antara Kabupaten Jember dengan pemerintah pusat masih
cukup besar, hal ini di tandai dari proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) terhadap total penerimaan daerah (TPD) sebesar 70,21%.
Disisi lain kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) maupun bagi hasil pajak dan
bukan pajak (BPHBP) terhadap TPD sangat rendah yaitu masing sebesar 7,30% dan
12,36%. Dengan demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kemandirian
keuangan daerah Kabupaten Jember pada era otonomi daerah ditinjau dari derajat
desentralisasi fiskal dinilai masih kurang. Selanjutnya dari hasil regresi diperoleh
bahwa PDRB mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kemandirian
fiskal di Kabupaten Jember pada era otonomi daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Peacok dan Wiseman dalam kaitannya dengan perkembangan PDRB yang semakin
meningkat akan menyebabkan perkembangan ekonomi daerah juga meningkat,
sehingga berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Dengan meningkatnya penerimaan
pajak tersebut menyebabkan pendapatan daerah juga meningkat (Mangkoesoebroto,
1999:173). Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian-penelitian
sebelumnya, yaitu Purbayu Budi Santosa dan Retno Puji Rahayu (2005) di Kabupaten
Kediri, dan Evi Adriani dan Sri Indah Handayani (2008) di Kabupaten Merangin.
Dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa PDRB berpengeruh positif dan signifikan
terhadap PAD. Hal ini dapat dijelaskan bahwa di Kabupaten Jember kondisinya sama
dengan kabupaten lain yang telah diteliti yaitu mengenai PDRB yang berpengaruh
positif dan signifikan terhadap PAD yang dalam penelitian ini merupakan tolak ukur
kemandirian suatu daerah. | en_US |