STUDI DURASI PENYEMBUHAN SESAK NAPAS DENGAN REGIMEN STANDAR PADA PENDERITA ASMA DAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN DI UNIT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PARU JEMBER
Abstract
Sesak napas merupakan suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi
subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang
berbeda intensitasnya. Penyakit penyebab sesak napas meliputi, asma dan PPOM.
Pada dekade terakhir ini prevalensi asma meningkat bahkan dibeberapa negara
dilaporkan telah terjadi kenaikan prevalensi morbiditi dan mortaliti penderita asma.
Hal ini diduga karena keterlambatan diagnosis dan pemberian terapi yang kurang
adekuat. PPOM merupakan penyakit paru kronis yang ditandai dengan hambatan
aliran udara di saluran nafas, umumnya progresif tidak sepenuhnya reversibel.
Kejadian meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok (90% penderita PPOM
adalah perokok atau mantan perokok).
Penelitian dilakukan secara non-eksperimental deskriptif dengan pendekatan
prospektif kohort. Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar observasi pasien
asma dan PPOM di UGD RS Paru Jember mulai tanggal 1 Januari – 31 Maret 2010
sebanyak 72 sampel. Data yang ada dibuat rekap dalam sebuah tabel induk, kemudian
dianalisa secara deskriptif mengenai gambaran profil demografi pasien (usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, riwayat perokok, dan domisili pasien), profil
pengobatan (jenis obat, rute pemberian, dosis obat, derajat sesak napas, wheezing,
ronchi), durasi penurunan sesak napas dengan pengobatan sesuai standar RS Paru
Jember, dan hubungan antara profil demografi pasien (jenis kelamin, umur pasien,
pendidikan, dan pekerjaan), ciri fisik (wheezing dan ronchi) dengan durasi
kesembuhan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh profil demografi pasien dyspnea (asma dan PPOM) berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah pasien laki-laki sebesar 59,72%. Umur pasien 61-70 tahun 31,94%. Pasien berpendidikan SD 61,11%. Pekerjaan sebagai petani 34,72%. Pasien bukan perokok 52,8% lebih banyak daripada pasien perokok sebanyak 47,2%. Pasien yang berdomisili di Jember 87,5%. Untuk profil pengobatan pasien ditinjau dari segi pengobatan yang paling banyak digunakan selama penelitian (Januari-Maret 2010) adalah pemberian O2 82%, drip aminofilin 71%, inf. RL:DS = 1:2 sebanyak 81%, nebulisasi 72%. Pasien dengan derajat napas tergolong sesak napas berat lebih banyak. Pasien dengan wheezing (-) dan Masuk Rumah Sakit (MRS) paling banyak yaitu 42%. Pasien dengan ronchi (+) dan MRS paling banyak sebesar 57%. Pada durasi kesembuhan paling banyak pasien yang dinyatakan MRS (tidak sembuh) dengan durasi >120 menit sebanyak (79%). Rata-rata kesembuhan pasien 33 menit dengan nilai RSD ≥ 6,58, sehingga pasien dengan durasi < 33 menit setelah pemberian obat serta sesak napas hilang (berkurang) maka pasien dinyatakan boleh pulang (sembuh), dan pasien dengan durasi ≥ 33 menit setelah pemberian obat serta masih sesak napas maka dinyatakan gagal sehingga pasien harus MRS dan mendapat pengobatan lebih lanjut.
Untuk hasil uji statistik dengan chi-square epi info didapatkan antara profil demografi pasien dengan tingkat kesembuhan tidak ada perbedaan yang signifikan antara profil demografi pasien (Jenis kelamin nilai P value = 0,66; umur pasien nilai P value = 0,31; pendidikan nilai P value = 0,16; pekerjaan nilai P value = 0,86) dengan durasi kesembuhan, karena nilai P value pada profil demografi pasien lebih besar dari 0,05. Hasil uji statistik akan signifikan jika nilai P value tidak lebih dari 0,05. Begitu juga antara ciri fisik tidak adanya perbedaan yang signifikan (wheezing nilai P value = 0,86 sedangkan ronchi nilai P value = 0,57) dengan tingkat kesembuhan karena nilai P value lebih besar dari 0,05.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1483]