dc.description.abstract | Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam
komunikasi. Satuan bahasa dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, bahasa,
kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi membentuk kata. Rangkaian kata
membentuk frase dan rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian
kalimat membentuk wacana. Semuanya itu bisa lisan atau tulis. Ceramah agama
merupakan salah satu contoh wacana lisan. Untuk membentuk wacana yang apik
(well formed) terdapat unsur-unsur yang membentuknya, yaitu unsur dalam (internal)
dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan,
sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana itu sendiri.
Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam suatu struktur yang utuh dan
lengkap.
Adanya kesatuan bentuk (kohesi) dan kesatuan makna (koherensi) membuat suatu
wacana menjadi padu. Kohesi dan koherensi merupakan unsur wacana yang paling
penting. Kedua unsur itu digunakan untuk membangun teks yang baik. Hubungan
koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan hubungan kohesi. Hubungan kohesi
dapat dilihat dengan menggunakan piranti kohesi. Secara umum, piranti kohesi dapat
dibedakan menjadi piranti gramatikal dan piranti leksikal. Akan tetapi, tidak
selamanya penggunaan piranti kohesi dapat menjamin munculnya hubungan
koherensi. Di samping piranti kohesi, masih banyak faktor lain yang memungkinkan
terciptanya koherensi wacana, antara lain, latar belakang pengetahuan pemakai
bahasa atas bidang permasalah, pengetahuan atas bidang budaya dan sosial, dan kemampuan “ membaca ” hal-hal yang tersirat (membuat praanggapan).Penceramah
agama (Ustadz Akhmad Bakdal) dalam ceramah-ceramahnya harus mampu
menghasilkan wacana yang kohesif dan koherensif. Penceramah yang merupakan
keturunan Arab, namun mampu berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah (Madura
dan Jawa) dengan baik dan lancar menjadi alasan peneliti memilih penceramah
sebagai informan. Dengan pengetahuan berbahasa, wacana ceramah agama tersebut
dapat menjadi sebuah wacana yang apik (well formed). Tujuan penelitian untuk
mengetahui kekohesian dan kekoherensian yang terdapat dalam wacana ceramah
agama yang dikemukakan oleh Ustadz Akhmad Bakdal. Hasil penelitian diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai penambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi
peneliti , mahasiswa, guru bahasa Indonesia, penceramah agama yang masih merasa
bingung dengan pemilihan bahasa yang tepat, para linguis, pecinta bahasa atau orangorang
yang berminat mengkaji masalah komunikasi verbal maupun nonverbal dan
memberikan masukan pada studi analisis wacana.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Peneliti
mendatangi tempat ceramah dan menyimak penggunaan bahasa pada ceramah agama
yang dituturkan oleh Ustadz Akhmad Bakdal, merekam tuturan dalam ceramah
tersebut lalu mentranskripkan tuturan tersebut dalam bentuk data tertulis. Sumber
data dalam penelitian ini adalah ceramah agama dalam Peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW SAW “Jamaah Tahlil dan Pengajian Aqwamith Thoriq” yang
dilaksanakan di Lingkungan Tegal Boto Kidul, Kec. Sumber Sari, Kab. Jember pada
hari Sabtu tanggal 07 April 2007 pukul. 19.00 WIB, ceramah Halal Bihalal di
Lingkungan Muktisari Jember pada hari Kamis tanggal 01 November 2007 pukul
09.00 WIB, ceramah khutbah jumat di Masjid Al-Ikhlas, Kec. Semboro pada hari
Jumat tanggal 02 November 2007 pukul 11.30 WIB, ceramah pernikahan di
Lingkungan Talangsari Jember pada hari Sabtu tanggal 03 November 2007 pukul
08.00 WIB, dan ceramah Walimatul Akikah di Lingkungan Mastrip pada hari Sabtu
tanggal 03 November 2007 pukul 19.00 WIB. Adanya kepaduan dan keruntutan dalam wacana mengimplikasikan bahwa di
dalam ceramah agama tersebut terdapat relasi formal dan semantis yang membentuk
struktur kewacanaan, sehingga wacana tersebut menjadi padu. Secara formal dapat
dinyatakan dengan aspek leksikal maupun aspek gramatikal. Hubungan antarkalimat
dengan aspek gramatikal dinyatakan dengan referensi (pengacuan), substitusi
(penyulihan), pelesapan (ellipsis), dan konjungsi (perangkaian). Sedangkan,
hubungan antarkalimat dengan aspek leksikal dinyatakan dengan repetisi
(pengulangan), sinonimi, antonimi, kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atasbawah),
dan
ekuivalensi
(kesepadanan).
Secara semantis wacana ceramah agama dapat diketahui melalui analisis
semantis dan pragmatis. Secara semantis hubungan antarkalimat mempunyai
hubungan makna kausalitas (hubungan sebab-akibat), hubungan alasan-sebab,
hubungan sarana-tujuan, hubungan amplikatif, hubungan syarat-hasil, hubungan
identifikasi, dan hubungan ibarat. Dalam memahami wacana secara komprehensif
perlu memperhatikan fenomena pragmatiknya. Fenomena pragmatik itu adalah
presuposisi (praanggapan) dan implikatur. Presuposisi dapat menjelaskan keterkaitan
atau hubungan antarkalimat dalam wacana, sedangkan implikatur merupakan
jembatan atau rantai yang menghubungkan antara “yang diucapkan” dengan “yang
diimplikasikan”. Dengan adanya praanggapan dan implikatur percakapan, wacana
dapat diketahui melalui isi sesuai konteks dan maknanya tersebut. Dari upaya
pengorganisasian wacana yang dilakukan oleh penceramah (Ustadz Akhmad Bakdal)
terlihat bahwa wacana tersebut merupakan wacana yang apik, walaupun penelitian ini
hanya melihat melalui hubungan antarkalimat. | en_US |