KÈJHUNG PAPARÈGHÂN DALAM SENI PERTUNJUKAN LUDRUK DI JEMBER
Abstract
Kesenian merupakan salah satu unsur pokok kebudayaan yang di dalamnya
terdapat adat-istiadat (nilai ideal), aktivitas budaya dan juga peralatan fisik. Sebagai
penyangga kebudayaan nasional, kebudayaan daerah sangat berharga dan perlu
dilestarikan. Kèjhung merupakan salah satu tradisi lisan Madura sangat menarik
untuk ditelit i karena memiliki struktur bunyi dan musikalisasi yang khas,
mengandung falsafal hidup, sehingga berpotensi sebagai media melestarikan nilai-
nilai luhur bagi masyarakat pendukungnya,.
Permasalahan dalam penelit ian ini dirumuskan: (1) bagaimanakah
pelaksanaan ngèjhung dalam pertunjukan ludruk di Jember? (2) bagaimanakah
struktur bunyi dan musikalisasi kèjhung dalam pertunjukan ludruk di Jember? (3)
bagaimanakah tema dan nilai moral kèjhung dalam pertunjukan ludruk di Jember?
dan (4) apakan fungsi kèjhung dalam pertunjukan ludruk di Jember?
Jenis penelit ian yang digunakan adalah penelit ian deskriptif kualit atif. Sumber
data dalam penelit ian ini adalah acara opah gedhung, tari ngremo (pembuka), serta
barisan yang teritegrasi dalam pertunjukan ludruk saat pesta pernikahan masyarakat
etnis Madura di Jember. Data penelit ian adalah kèjhung paparèghân serta teknik
pelaksanaan ngèjhung. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik rekam,
observasi dan wawancara, sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik
deskriptif-interpretatif. Lokasi penelit ian dilakukan di Jember dengan pertimbangan
masih terjaganya enkulturasi budaya.
Hasil penelit ian meliputi (1) pelaksanaan ngèjhung, (2) struktur bunyi dan
musikalisasi kèjhung, (3) tema dan nilai moral kèjhung, dan (4) fungsi kèjhung.
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan ngèjhung merupakan seni
melantunkan kèjhung paparèghân (parikan Madura) oleh 2 atau 3 orang panjhak
yang biasa digelar di tanèyan (halaman) tuan rumah pesta pernikahan, saat acara opah
gedhung, tari ngremo (pembuka), serta barisan yang teritegrasi dalam pertunjukan
Ludruk, digelar sebagai penghargaan dan hiburan dari tuan rumah bagi
gedhung/rerewang juga tamu untuk berbagi kebahagiaan dan mempererat hubungan
sosial. Pelantunan kèjhung memiliki ciri-ciri fonologis: (a) mengalun lamban, (b)
dilafalkan dengan nada variatif, bernada sedang, sewaktu-waktu bisa berubah menjadi
begitu tinggi melengking terkesan ditarik-tarik, dan (c) sesekali ada penekanan
kata/suku kata disertai perpanjangan bunyi vokal. Kèjhung berupa pantun,
menggunakan ragam bahasa sehari-hari dengan tingkat tutur enggi-enten. Secara
fonologi, rima tersusun dari permainan bunyi konsonan (aliterasi) dan vokal
(asonansi) yang menciptakan rit ma dan metrum yang indah saat di-kèjhung-kan.
Terdapat paralelisme pada tataran sintaksis dan semantis, sehingga tercipta
keseimbangan poros sistagmatik dan paradigmatik. Ini didukung oleh adanya variasi
gaya bahasa (metafora, metonimi, persodifikasi, simile), pemilihan diksi yang tepat,
ungkapan-ungkapan serta bahasa kias yang merupakan simbolisasi pada sampiran.
Sampiran tidak hanya berfungsi sebagai pembayang, namun juga bermakna simbolik.
Dari kesastraannya, kèjhung mengangkat tema-tema universal (tema umum)
yakni ketuhanan, cinta, keadaan, dan kehidupan, sedangkan tema-tema khususnya
antara lain cinta kasih, kasih sayang, gelisah/ketakutan, kebahagiaan,
kedukaan/kesedihan, kesengsaraan hidup, ketuhanan, krit ik sosial, tanggungjawab,
dan pengharapan. Kèjhung juga mengandung nilai-nilai moral mengenai kesetiaan
(hubungan muda-mudi dan kehidupan suami istri), tanggung jawab, kerukunan hidup,
sikap rendah diri, kesabaran, kesopanan/etika, dan sikap berserah diri (pasrah) kepada
ketentuan Tuhan YME. Kèjhung berfungsi sebagai media tunjuk ajar moral dan etika,
media (syiar/dakwah) keagamaan, dan krit ik sosial.
Dalam pertunjukan ngèjhung, ditemukan tema-tema budaya yang
mencerminkan suasana budaya masyarakat etnis Madura di Jember, yaitu: (1) strategi
menata hubungan sosial impersonal melalui kesenian kejhung, (2) mempertahankan
status dalam masyarakat, (3) adanya konflik sosial menciptakan pola pertahanan
tradisional yang memanfaatkan magis proteksi, (4) etos kerja yang t inggi, (5)
penghargaan, dan (6) kesetaraan gender. Struktur bunyi kèjhung terbentuk dari pola
penambahan/perulangan serta penggant ian struktur leksikal. Dari pembahasan tema
dan nilai, dapat ditemukan falsafah hidup etnis Madura yang berdasar nilai-nilai
agama Islam mengenai tanggung jawab terhadap Tuhan, keluarga, dan sesama;
kesetiaan; kerukunan hidup; sikap rendah diri; kesabaran; kesopanan/etika; dan sikap
berserah diri (pasrah) kepada ketentuan Tuhan YME. Dengan ditemukannya nilai
moral, maka dapat terlihat kearifan lokal (local genius) kultur tempatan etnis Madura
di Jember. Manfaat kèjhung dalam masyarakat ialah sebagai bentuk ekspresi estetis,
hiburan, pendukung ekonomi, pemelihara solidaritas dan media krit ik sosial, serta
sarana pendidikan (pedagogical device) dan syiar agama yang bersifat filosofis dan
mengakar pada kepribadian masyarakat etnis Madura di Jember.
Saran yang dapat diberikan adalah: (1) diadakannya penelit ian lebih lanjut,
karena mungkin terdapat pola atau informasi lain yang belum ditemukan penelit i.
Dalam penelit ian ini, t idak ditemukan tema dan nilai tentang alam, juga fungsi
propaganda. Penelit i mencurigai adanya informasi yang terputus; (2) Hasil penelit ian
ini dapat dijadikan temuan awal dari penelit ian kèjhung untuk pengembangan dan
pembaharuan karakteristik dan khasanah sastra terutama sastra Madura; (3) Hasil
penelit ian ini dapat dijadikan alternatif bahan pelajaran Bahasa Daerah Madura
tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) melalui
kompetensi dasar Melagukan Kèjhung, dari segi bentuk (struktur) maupun
kandungannya (pesan dan makna); (4) Pemerintah (dinas pariwisata) dapat
menjadikan seni ini sebagai aset budaya untuk pengembangan potensi daerah; (5)
Perlu adanya revitalisasi serta inovasi-inovasi baru, sehingga sesuai dengan
perkembangan zaman; (6)Kesenian kejhung dapat menjadi bahan mata kuliah
etnomusikologi di Perguruan Tinggi Seni.