EPUTUSAN KOREA UTARA MEMBATALKAN UPAYA REUNIFIKASI KOREA
Abstract
Keberadaan Uni Soviet dan Amerika Serikat di Semenanjung Korea pasaca
Perang Dunia II mengakibatkan ketidakstabilan di Korea dan pemberontakkan untuk
kemerdekaan Korea. Sehingga pada tanggal 15 Agustus 1948 terbentuk sebuah
negara di Korea Selatan dengan nama Republik Korea berdasar negara demokrasi
kapitalis. Korea bagian utara juga meresmikan negara Korea Utara dengan nama
Democratic People’s Republic of Korea (DPRK) berdasar negara komunis sosialis
pada tanggal 9 September 1948. Dengan terbentuknya dua negara baru di
Semenanjung Korea, maka masing-masing negara mengklaim bahwa merekalah
pemerintah yang legitimate di Semenanjung Korea. Klaim legitimasi antara Korea
Utara denga Korea Selatan berujung pada konflik bersenjata antara kedua Korea.
Tentara Korea Utara menyerang Korea Selatan untuk menyatukan kembali Korea
dibawah kekuasaan komunis pada tanggal 25 Juni 1950 hingga 3 Juli 1953.
Untuk menghindari terjadinya Perang Korea maka kedua negara Korea
mengupayakan perdamaian di Semenanjung Korea. Upaya damai dimulai dengan
saling membuka komunikasi dan hubungan baik antar Korea. Hubungan antar Korea
tidak lagi sekedar persaingan dan permusuhan namun, berorientasi pada kerjasama
reunifikasi Korea. Upaya menuju reunifikasi Korea dirintis oleh presiden Korea
Selatan, Kim Dae Jung dengan mengadakan pertemuan antar Korea dalam rangka
membentuk Sunshine Policy pada tahun 1998. Pertemuan ini kemudian dilanjutkan
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antar-Korea yang diadakan pada tahun 2000.
Rencana KTT antar-Korea tersebut dimaksudkan untuk membicarakan lebih serius ke
arah reunifikasi Korea. Namun ternyata Korea Utara merubah sikapnya terhadap upaya
reunifikasi Korea. Sikap Korea Utara yang tidak berpihak dan terkesan ambigu terhadap upaya
reunifikasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor ini berkaitan dengan
kepentingan dalam negeri dan luar negeri Korea Utara. Faktor-faktor ini meliputi
internal dan eksternal seperti faktor kepentingan politik, faktor kepentingan ekonomi
dan faktor kepentingan pertahanan keamanan. Faktor-Faktor ini saling terkait satu
sama lain dalam rangka mewujudkan kepentingan nasional Korea Utara. Faktorfaktor
tersebut yang menjadi pertimbangan Korea Utara dalam merespon upaya
reunifikasi yang dipelopori Korea Selatan. Hal itu dilakukan Korea Utara karena
menurut pesepsi pemimpin Korea Utara bahwa Korea Selatan memiliki potensi untuk
mencapai kepentingan nasionalnya dan berkesempatan lebih luas mendominasi
pembentukkan sistem politik dan ekonomi Korea bersatu. Disamping itu bagi Korea
Utara, persyaratan denuklirisasi yang diajukan Korea Selatan sebagai salah satu
syarat reunifikasi mengandung kepentingan eksternal yaitu Amerika Serikat. Oleh
karena itu Korea Utara mempertimbangkan bahwa ada kepentingan negara lain
dibalik upaya reunifikasi Korea.
Berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternal ini maka terbentuklah
persepsi negatif Korea Utara tentang upaya reunifikasi. Perspesi negative Korea Utara
ini terhadap upaya reunifikasi tercermin dalam pandangan dan sikap pemimpin Korea
Utara, Kim Jong il sebagai penentu keputusan dominan. Dari faktor-faktor tersebut
dan persepsi negatif Kim Jong il maka Korea Utara membuat keputusan membatalkan
upaya reunifikasi Korea pada tanggal 30 Januari 2009. Sikap Korea Utara ini bukan
hanya bertujuan untuk memberi ancaman atas sikap konservatif Korea Selatan dalam
upaya reunifikasi Korea, tetapi juga telah menutup kemungkinan reunifikasi Korea.
Hasil penelitian penulis dalam skripsi ini menunjukkan bahwa keputusan
Korea Utara membatalkan upaya reunifikasi Korea karena persepsi pemimpin Korea
Utara bahwa reunifikasi Korea akan merendahkan atau merugikan Korea Utara secara
politik dan ideologi.