PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI–31 DESEMBER 2007
Abstract
Demam Dengue (DD/DF) dan Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF) adalah
infeksi dengan perantara nyamuk yang setiap tahunnya menjadi masalah besar bagi
dunia kesehatan internasional, ditemukan di daerah tropik dan sub-tropik di seluruh
dunia. Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, epidemi DBD merupakan problem
abadi dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau
tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus Dengue yang menyebabkan DBD bisa
bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Masalah bisa bertambah karena virus
tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus.
Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit,
patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang
baik dan lengkap, serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu
menegakkan diagnosis DBD terutama bila gejala klinis kurang memadai. Diagnosis
yang cepat dan tepat maupun keputusan kapan seorang pasien harus dirawat di rumah
sakit memegang peranan penting dalam menurunkan fatalitas akibat infeksi Dengue.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang dilaksanakan pada
bulan April-Mei 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan
diagnosis demam berdarah dengue pada anak di seluruh puskesmas keperawatan
wilayah Kabupaten Jember peride 1 Januari-31 Desember 2007. Jenis sampel yang
digunakan adalah totally sampling, dengan mengambil seluruh data rekam medis
pasien anak yang dicurigai menderita DBD. Data yang diperoleh dikelompokkan dalam bentuk tabel dan grafik dan dideskripsikan dalam bentuk narasi serta
dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 273 kasus pasien anak yang
dicurigai menderita DBD di seluruh puskesmas keperawatan. Didominasi oleh
kelompok umur 5-14 tahun sebesar 175 (64,10%), dengan anak yang berjenis
kelamin perempuan sebesar 147 anak (53,85%) dan yang berjenis kelamin laki-laki
sebesar 126 (46,15%). Kasus DBD banyak terjadi di 3 bulan pertama (Januari,
Februari, Maret) dan 2 bulan akhir (November, Desember). Gejala klinik yang paling
sering terjadi adalah demam mencapai 100%. Dari 273 kasus tersebut, kebanyakan
puskesmas keperawatan melakukan diagnosis DBD yang tidak sesuai dengan kriteria
WHO, yaitu sebesar 206 kasus (75,45%) dan yang sesuai dengan kriteria WHO hanya
67 kasus (24,54%). Kesimpulan, sebagian besar puskesmas melakukan penetapan
diagnosis DBD yang tidak sesuai dengan kriteria WHO, hal ini terbukti dengan tidak
didapatkannya diagnosis DD dan DSS di masing-masing puskesmas, karena semua
puskesmas keperawatan akan mendiagnosis DBD, pasien yang mempunyai keluhan
demam dengan trombositopenia.
Dengan penelitian ini diharapkan petugas kesehatan lebih memahami kriteria
diagnosis berdasarkan kriteria WHO sehingga tidak terjadi overdiagnosis ataupun
underdiagnosis kasus DBD yang dapat berakibat terjadinya overtreatment dan
undertreatment karena hal-hal tersebut sama-sama mempunyai dampak yang
merugikan bagi pasien.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1506]