TRADISI SANDINGAN DALAM MASYARAKAT JAWA DI LUMAJANG (STUDI DESKRIPTIF RITUAL SANDINGAN MALAM JUM’AT LEGI DI DESA PASIRIAN KABUPATEN LUMAJANG)
Abstract
Kebudayan dimiliki oleh setiap masyarakat dengan coraknya masing-masing.
Di Indonesia misalnya, banyak ditemukan beragam kebudayaan yang mewarnai
kehidupan masyarakat. Salah satu kebudayaan yang sering dikaji dan dikenal adalah
suku Jawa. Suku Jawa memiliki banyak keunikan-keunikan yang jarang ditemui pada
suku-suku yang lain. Keunikan ini dikarenakan karakteristik dari kebudayaan Jawa
yang membiarkan diri dibanjiri oleh gelombang-gelombang yang datang dari luar,
namun dalam banjir tersebut kebudayaan Jawa mampu mempertahankan keasliannya.
Selain itu, proses sinkretisme banyak melahirkan keunikan-keunikan tersendiri dalam
budaya Jawa ini.
Dalam alam pikiran orang Jawa dirumuskan kehidupan manusia berada dalam
dua alam (kosmos) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam
pikiran orang Jawa dalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang
mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius.
Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Sedangkan mikrokosmos
dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata
yang tercermin dalam kehidupan manusia dan lingkungannya, susunan manusia
dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang
nampak oleh mata.
Kepercayaan orang Jawa terlihat pada kekuatan adikodrati yakni hal-hal yang
bersifat ghaib seperti kasekten (kesaktian). Selain itu juga masyarakat Jawa juga
percaya pada adanya roh-roh atau arwah leluhur serta makhluk-makhluk halus lainnya yang menempati alam semesta sekitar tempat tinggal mereka. Roh-roh ini
dipercaya dapat mendatangkan keselamatan, kebahagiaan, keberuntungan atau
bahkan pula membawa petaka bagi manusia. Untuk itu, agar orang tersebut ingin
mendapatkan keselamatan dan lain-lain maka ia harus berbuat sesuatu untuk
mempengaruhi alam semesta seperti dengan mengadakan upacara-upacara ritual,
sesembahan dan sesajian. Cara-cara ini kerapkali dilakukan oleh masyarakat untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini untuk menjaga keseimbangan antara alam
makrokosmos dan mikrokosmos. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat yang sampai sekarang menjadi tradisi yang melekat dan mendarah daging
memunculkan sebuah ritus / ritual yang diyakini dan dipatuhi. Salah satu ritual yang
sampai sekarang masih diyakini dan dipatuhi oleh masyarakat Desa Pasirian yaitu
ritual sandingan malam Jum’at legi. Ritual sandingan malam Jum’at legi ini
ditujukan kepada arwah / roh leluhur dan memiliki makna tersendiri bagi yang
melakukannya.
Menurut Mead yang menerangkan bahwa manusia dalam berinteraksi dengan
orang lain menggunakan bahasa sebagai salah satu simbol signifikan. Simbol
signifikan menurut Mead dibagi menjadi mind, self dan society. Pemaknaan atas
simbol yang dalam hal ini adalah sandingan malam Jum’at legi dipengaruhi oleh diri
(self) dari orang tersebut, yang mana konsepnya “I” dan “Me”. Hal ini yang
memunculkan berbagai macam makna yang berbeda dari tiap-tiap orang dalam
memaknai sandingan malam Jum’at legi.
Sedangkan dalam teori yang dikemukakan oleh Weber menunjukkan bahwa
ritual sandingan malam Jum’at legi masuk kedalam tipe tindakan tradisional. Ritual
ini menganut nilai-nilai tradisional yang merupakan perpaduan antara nilai budaya
dengan ajaran agama. Tindakan ini didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan dari
masyarakat dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu Ritual sandingan malam Jum’at
legi ini dilakukan secara turun-temurun dan telah menjadi sebuah kebiasaan bagi para
pelakunya.