dc.description.abstract | Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) seakan tidak pernah berhenti
meskipun secara teoritis hal ini bukanlah fenomena yang baru. Pedagang Kaki
Lima (PKL) sudah ada di sekitar kita sejak dahulu. Mereka melakukan kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menciptakan kerja sendiri atau
self employed. Akan tetapi, PKL selalu saja mendapatkan stigma sebagai
“penghambat” pembangunan. Kendala klasik tersebut selalu saja menuai
permasalahan yang semakin hari semakin sempit ruang geraknya. Akibatnya,
PKL semakin sulit untuk dapat mengembangkan kegiatan usahanya demi
memenuhi kebutuhan keluarganya.
Begitupula yang terjadi di Kota Pasuruan. Sebanyak 66,29 persen bekerja
di sektor tersier termasuk PKL di dalamnya. Namun, dalam perkembangannya
pertumbuhan sektor ini tidak dapat dibendung apalagi di tempat-tempat yang
penuh dengan keramaian. Karena hal ini menjadi semacam prinsip dasar PKL,
yaitu ada gula ada semut di mana ada keramaian, maka di sana PKL menjamur.
Kondisi ini terjadi di kawasan Alun-alun Kota Pasuruan. Tempatnya yang
strategis menarik PKL untuk mengais keuntungan yang lebih di sana. Letaknya
yang sejalur dengan kawasan pertokoan, pusat kota, dan dekat dengan masjid
Jami’ yang banyak didatangi peziarah dari berbagai daerah. Dikarenakan
banyaknya jumlah PKL di kawasan Alun-Alun yang notabene tengah kota, maka
muncul insiatif pemerintah kota untuk merelokasi PKL-PKL tersebut ke dalam
pasar. Namun setelah relokasi yang berlangsung aman dan tertib tersebut banyak
keluhan yang datang dari PKL terutamanya masalah penghasilan yang merosot.
Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya penelitian ini, yaitu Bagaimana
implementasi kebijakan penataan kawasan PKL di Kota Pasuruan khususnya
tentang relokasi PKL kawasan Alun-Alun dan apa saja kendala-kendala yang
dihadapinya.?
Penelitian ini dilakukan di Pasar Poncol II dan Pasar Kebonagung sebagai
tempat relokasi PKL Alun-Alun dan institusi khusus penelitian diambil di
Diskoperindag dan Satpol PP sebagai instansi pelaksana kebijakan. Penelitian
yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan penetapan variabel
menggunakan metode Van Meter dan Van Horn. Sedangkan untuk pengambilan
sampel dengan metode purposive sampling. Dalam pengumpulan data dilakukan
dengan cara studi pustaka, wawancara dan observasi dan teknik analisa data yang
menggunakan model analisis interaktif dari Miles dan Huberman.
Hasil penelitian diperoleh bahwa proses implementasi kebijakan yang
dilakukan oleh Pemkot Pasuruan dapat dikatakan tidak berjalan dengan baik. Hal
ini dikarenakan banyak PKL yang meninggalkan tempat relokasi dan kembali
berdagang di tempat semula. Ketidakjelasan ukuran juga mempengaruhi
pelaksanaan relokasi ini. Dalam kebijakan ini ternyata tidak mampu mengatasi
persoalan PKL. Sehingga dapat dikatakan bahwa pencapaian kebijakan tersebut
kurang berhasil di lapangan. Hal ini dikarenakan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah ternyata tidak memenuhi atau mengakomodasi karakteristik dari
sasaran kebijakan. Pemerintah cenderung melihat PKL sebagai sektor yang
mengganggu bukan sektor yang harus didukung keberadaannya. Padahal dalam
teori yang ada PKL termasuk ke dalam usaha kecil yang berbasis ekonomi
kerakyatan yang keberadaannya harus didukung oleh pemerintah. Selain itu dalam
penelitian ini juga disampaikan saran bagi pemerintah dan bagi penelitian
selanjutnya. | en_US |