DERAJAT PARASITEMIA MENCIT GALUR BALB/c YANG DIVAKSINASI KELENJAR SALIVA Anopheles sundaicus SEBAGAI MODEL Transmission Blocking Vaccine (TBV) MELAWAN MALARIA
Abstract
Malaria merupakan penyakit infeksi yang menjadi salah satu masalah
kesehatan utama di dunia. Di Asia Tenggara, sepuluh dari sebelas negara
merupakan negara endemis malaria termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan
oleh Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Anopheles sundaicus (An. sundaicus) merupakan salah satu vektor malaria di
Indonesia. Sampai saat ini berbagai upaya yang telah dilakukan untuk memberantas
malaria namun belum memberikan hasil yang optimal sehingga diperlukan suatu
terobosan baru untuk mengatasi penyakit tersebut. Transmission Blocking Vaccine
(TBV) berbasis kelenjar saliva vektor merupakan salah satu vaksin yang sedang
dikembangkan untuk memberantas malaria.
Protein imunomodulator dalam kelenjar saliva vektor diduga mampu
mempengaruhi respon imun serta memberi efek proteksi pada inang. Penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa pajanan pertama dari saliva vektor menyebabkan
pergeseran respon imun dari Th1 ke Th2 yang menguntungkan vektor. Pajanan
berulang dari saliva vektor menyebabkan pergeseran respon imun yang berlawanan
dari sebelumnya yaitu dari Th2 ke Th1 yang menguntungkan hospes. Sel Th1
menghasilkan sitokin IFN-γ untuk mengaktivasi makrofag sehingga mampu
menghambat pertumbuhan parasit malaria. Dalam penelitian ini diamati potensi
kelenjar saliva vektor malaria An. sundaicus dalam menghambat pertumbuhan
parasit malaria yang ditunjukkan dengan derajat parasitemia hewan coba.
Hewan coba yang digunakan adalah mencit betina galur BALB/c berusia 6-
8 minggu sebanyak 45 ekor yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok
kontrol, kelompok perlakuan pellet dan kelompok perlakuan supernatan. Masingmasing
kelompok terdiri dari 15 ekor mencit. Kelompok kontrol divaksinasi dengan
campuran adjuvan aluminum hidroksida dan larutan PBS, kelompok perlakuan
ix
pellet divaksinasi dengan vaksin model pellet kelenjar saliva An. sundaicus, dan
kelompok perlakuan supernatan divaksinasi dengan vaksin model supernatan
kelenjar saliva An. sundaicus. Vaksinasi diberikan secara subkutan pada femur
bagian luar. Vaksinasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu 2 minggu.
Dua minggu pasca vaksinasi terakhir, hewan coba diinjeksi Plasmodium berghei
secara intraperitonial. Empat puluh delapan jam kemudian dilakukan pembuatan
hapusan darah tepi dari ekor mencit untuk pengamatan derajat parasitemia.
Hasil penelitian menggunakan kelenjar saliva An. sundaicus menunjukkan
bahwa mencit perlakuan yang divaksinasi vaksin model kelenjar saliva An.
sundaicus memiliki derajat parasitemia yang lebih rendah dibandingkan kelompok
kontrol yang tidak divaksinasi. Kelompok perlakuan pellet memiliki derajat
parasitemia yang lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan supernatan
sedangkan kelompok perlakuan supernatan memiliki derajat parasitemia yang lebih
rendah dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini dimungkinkan protein
imunomodulator lebih dominan terdapat pada fraksi insoluble pellet. Rendahnya
derajat parasitemia pada kelompok perlakuan supernatan mengindikasikan bahwa
komponen protein imunomodulator juga terdapat di bagian supernatan dan bersifat
soluble. Dengan demikian fraksi insoluble pellet dan fraksi soluble supernatan
sama-sama berperan dalam menekan pertumbuhan parasit malaria pada hewan coba
yang ditunjukkan dengan derajat parasitemia mencit kelompok perlakuan yang
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mencit kelompok kontrol.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]