SIKAP PELAKU USAHA AIR MINUM ISI ULANG ATAS DIBERLAKUKANNYA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR 651/MPP/KEP/10/2004 DI KABUPATEN JEMBER
Abstract
Kepmenperindag nomor 651 tahun 2004 tentang persyaratan teknis air depo
air minum dan perdagangannya yang diterbitkan dengan salah satu pertimbangan
akan menciptakan persaingan yang sehat guna memberikan perlindungan konsumen.
Namun dengan diberlakukannya aturan tersebut timbul pula pro dan kontra dari para
pelaku usaha air minum isi ulang. Untuk mereka yang menyatakan sikap pro atas
diberlakukannya Kepmenperindag nomor 651 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap
usaha membutuhkan suatu naungan hukum yang jelas. Sedangkan mereka yang
menyatakan sikap kontra menyatakan bahwa usaha air minum isi ulang merupakan
usaha kelas warungan dan tidak membutuhkan usaha yang terlalu rumit. Peneliti
ingin melihat persoalan ini lebih dalam di Kabupaten Jember. Berdasarkan hasil
wawancara dengan dua pemilik depo air minum, peneliti mendapatkan hasil yang
sama, terjadi sikap pro dan kontra atas diberlakukannya aturan tersebut. Oleh karena
itu, peneliti ingin melihat faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terbentuknya
sikap pro dan kontra dari para pelaku usaha air minum isi ulang. Wilayah Kabupaten
Jember, peneliti memilih Kecamatan Sumbersari, Kaliwates dan Arjasa dalam lokasi
penelitian. Dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, peneliti ingin
mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap para pelaku usaha
tersebut. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive
Random Sampling. Responden yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
sebanyak 16 responden, dari 31 jumlah pemilik depo air minum isi ulang di
kecamatan Sumbersari, Kaliwates dan Arjasa menurut data dari dinas perindustrian
perdagangan dan esdm kabupaten jember tahun 2012. Menurut Thoha dalam buku perilaku organisasi, sikap adakalanya dipengaruhi oleh kemampuan, kebutuhan, pengharapan dan lingkungan.
Berdasarkan hasil yang didapatkan di lapangan, penulis mendapatkan bahwa
pendidikan terakhir dan pengetahuan akan keputusan menteri tersebut mempengaruhi
sikap setuju dan tidak dari pelaku usaha air minum isi ulang tersebut. Begitu pula
dengan usia dari para responden. Untuk kebutuhan, peneliti klasifikasikan menjadi
dua yakni kebutuhan akan legalitas usaha, dan aturan yang tidak berbelit dan
membebani. Sedanhgkan untuk lingkungan, peneliti klasifikasikan dengan kondisi
diuntungkan dan tidak diuntungkan. Untuk pengharapan peneliti klasifikasikan
menjadi dua pula, yakni akan aturan yang pro terhadap pelaku usaha dan terjaminnya
keberlangsungan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap setuju dan tidak
setuju dari para pelaku usaha air minum isi ulang dipengaruhi oleh jenjang
pendidikan, semakin tinggi maka cenderung menyatakan sikap setuju, begitu juga
dengan usia, responden yang berada pada masa produktif cenderung menyatakan
sikap setuju pula. Sedangkan untuk mereka yang berada pada kondisi tidak
diuntungkan cenderung adalah mereka yang menyatakan sikap setuju. Sedangkan
mereka yang berkebutuhan atas sebuah legalitas usaha adalah mereka yang
menyatakan sikap setuju, sedangkan yang berkebutuhan aturan yang tidak
membebani adalah mereka yang menyatakan sikap tidak setuju. Dan untuk responden
yang cenderung berpengharapan terjaminnya keberlangsungan usaha adalah mereka
yang setuju.