ANALISIS HUMANIORA NOVEL WASRIPIN DAN SATINAH KARYA KUNTOWIJOYO
Abstract
Wasripin diasuh oleh emak angkatnya, seorang penjual tahu ketoprak
sejak ibunya meninggal ketika dia masih berusia tiga tahun. Wasripin tumbuh
besar di sebuah perkampungan miskin. Wasripin terbiasa diminta emak angkatnya
untuk melayani hasrat birahinya beserta perempuan-perempuan lainnya. Pada
mulanya Wasripin merasa biasa saja sampai akhirnya lama kelamaan dia bosan
dengan kehidupannya dan memutuskan untuk pergi meninggalkan emak angkat
serta kampung halamannya untuk merantau ke Jakarta.
Setelah lama di Jakarta, Wasripin memutuskan untuk kembali ke kampung
halaman emaknya, sebuah perkampungan nelayan di pantai utara Jawa Tengah
sebelah barat. Namun dia tidak tahu apa nama dari desa asal emak angkatnya
tersebut. Wasripin hanya mengikuti apa kata hatinya saja. Ia tiba di sebuah surau
dan memutuskan untuk beristirahat dan tertidur. Wasripin tertidur selama tiga hari
tiga malam. Di dalam mimpinya dia bertemu dengan seorang kakek tua berambut
putih yang mengajarinya banyak hal. Selama tidurnya dia tidak tahu bahwa
kedatangannya ke desa tersebut mulai menjadi pembicaraan banyak orang mulai
dari perangkat desa, masyarakat sekitar dan pihak berwajib.
Ketika terbangun Wasripin terkejut melihat banyaknya orang yang
mengerumuninya. Wasripin menceritakan mimpinya tersebut pada orang-orang
yang kemudian beranggapan bahwa Wasripin telah bertemu Nabi Hidhir.
Wasripin pun menjadi pembicaraan orang. Wasripin akhirnya menetap di surau itu
karena permintaan dari Pak Modin, tokoh masyarakat yang ada di perkampungan
itu. Dengan berbagai kelebihannya yang entah dia sendiri tidak tahu darimana,
Wasripin pun menjadi pujaan di perkampungan itu. Orang-orang menganggap
bahwa Wasripin adalah seorang utusan Tuhan yang didatangkan untuk membantu
menghadapi beban hidup mereka di tengah-tengah kekuasaan pemerintah yang
sewenang-wenang.
Di sebuah sungai yang ada di perkampungan nelayan tersebut Wasripin
bertemu dengan Satinah, seorang penyanyi keliling bersama pamannya yang buta.
Dari peristiwa pertemuan mereka di sebuah sungai di perkampungan itu menjadi
88
awal kisah cinta mereka yang lugu dan polos. Wasripin merasa cocok dengan
Satinah begitu juga sebaliknya dikarenakan persamaan nasib keduanya di masa
lampau yang sama-sama kelam. Jika Wasripin dijadikan budak nafsu oleh emak
angkatnya, Satinah diperkosa oleh pamannya sendiri. Paman Satinah merasa
menyesal akhirnya nekat mencongkel kedua bola matanya. Pamannya yang telah
buta tersebut lalu memutuskan untuk mengabdikankan hidupnya kepada Satinah.
Banyak godaan dan fitnah yang menimpa Wasripin di dalam menjalani
kehidupan barunya di perkampungan nelayan tersebut. Mulai dari penculikan
dirinya oleh gerombolan bajak laut sampai ke tuduhan-tuduhan dari pihak
kepolisian karena fitnah orang-orang yang tidak senang padanya. Di akhir cerita
Wasripin ditangkap oleh tentara yang menuduhnya melakukan makar terhadap
pemerintah