UJI LARVASIDAL EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) TERHADAP LARVA Aedes aegypti (DALAM PELARUT n-HEKSANA, KLOROFORM DAN METANOL)
Abstract
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang saat ini masih menjadi
masalah di negara-negara ASEAN. Terapi kausal dan pencegahan dengan vaksin
juga belum menunjukkan keberhasilan yang efektif baik dengan cara klasik
maupun modern sehingga dapat dikatakan bahwa pemberantasan sarang nyamuk
dan membunuh larva serta nyamuk dewasa merupakan tindakan yang terbaik.
Namun, pemberantasan larva dianggap lebih efektif karena larva hidup di tempat
perindukannya, yaitu berada dalam satu tempat yang tergenang air. Insektisida
yang sudah digunakan sampai 30 tahunan terakhir ini adalah Temefos (Abate®).
Penggunaan dalam waktu lama dapat memicu resistensi. Oleh karena itulah, saat
ini mulai dikembangkan cara alami yaitu, insektisida yang berasal dari tumbuhtumbuhan
atau lebih dikenal dengan biopestisida. Salah satu tanaman yang
digunakan sebagai alternatif tersebut adalah daun sirih (Piper betle L.) karena
daun sirih mengandung senyawa-senyawa seperti sianida, saponin, tanin,
flavonoid, steroid, alkaloid dan minyak atsiri yang diduga dapat berfungsi sebagai
biopestisida. Efek larvasida dari ekstrak daun sirih diduga berasal dari kandungan
alkaloidnya. Proses ekstraksi daun sirih telah banyak dilakukan antara lain
denggan pelarut n-heksana, kloroform, dan metanol. Namun, belum ada penelitian
yang membandingkan potensi larvasidal dari ketiganya.
Oleh karena itulah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekstrak
manakah yang lebih efektif antara pelarut n-heksana, kloroform, dan metanol
daun sirih (Piper betle L.) sebagai larvasidal terhadap larva Aedes aegypti.
Metode penelitian eksperimental laboratoris (True Experimental Design) dengan
post test only control group design. Sampel yang digunakan adalah larva instar III
Aedes aegypti yang diujikan dengan ekstrak daun sirihmenggunakan pelarut nix
heksana, kloroform, dan metanol dalam konsentrasi yang berbeda-beda, masingmasing
adalah 0,2%, 0,4%, 0,6%, dan 0,8% dengan tiga kali pengulangan. Tiap
perlakuan diberi 15 ekor larva. Hasil perlakuan dikatakan memiliki efektivitas jika
mampu membunuh larva Aedes aegypti dan dikatakan sebagai konsentrasi paling
optimal jika konsentrasi tersebut memiliki kemampuan membunuh larva Aedes
aegypti paling banyak.
Hasil analisis data uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p=0,167 dan untuk
masing-masing perbedaan konsentrasi diperoleh nilai p=0,000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara perbedaan pelarut
dan jumlah kematian larva dan ada perbedaan yang bermakna antara perbedaan
konsentrasi dengan jumlah kematian larva. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna antara jumlah kematian larva dengan antar
konsentrasi ekstrak, kecuali pada konsentrasi 0,2%-0,4% dan 0,4%-0,6%. Hasil
analisis uji Probit menunjukkan perbedaan nilai LC50, yaitu 0,361% pada ekstrak
n-heksana, 0,246% pada ekstrak kloroform, sedangkan 0,414% pada ekstrak
metanol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kloroform daun sirih
memiliki potensi lebih tinggi dalam membunuh larva Aedes aegypti dibanding
dengan ekstrak n-heksana dan metanol. Semakin kecilnya nilai LC50 maka
semakin besar potensi ekstrak untuk membunuh larva, sedangkan semakin besar
nilai LC50 maka semakin kecil pula potensi ekstrak untuk membunuh larva. Jika
diurutkan potensi larvasidal ketiga ekstrak tersebut dari yang tinggi ke rendah
adalah ekstrak kloroform, n-heksana, metanol.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]