IDENTIFIKASI MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BEDADUNG
Abstract
Kualitas sumber air dari sungai-sungai penting di Indonesia umumnya
tercemar berat oleh limbah organik yang berasal dari limbah penduduk dan industri.
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan Pusat Litbang SDA (2004),
menunjukkan bahwa status mutu air di berbagai sungai penting di Indonesia seperti,
Sungai Krueng Tamiang di Provinsi Namro Aceh Darusalam dan Kali Dendeng di
Provinsi Nusa Tenggara Barat masuk kategori memenuhi baku mutu air yang
ditetapkan pada bagian hulu, sedangkan bagian hilir sudah tercemar ringan. Sungai
yang masuk kategori tercemar berat dari hulu sampai hilir adalah Sungai Ciliwung di
Provinsi DKI Jakarta dan Sungai Citarum di Provinsi Jawa Barat, sedangkan provinsi
lainnya masuk kategori tercemar ringan dan tercemar sedang.
Berdasarkan studi pendahuluan aktivitas masyarakat Jember di aliran Sungai
Bedadung masih kurang baik. Di Kelurahan Jember Lor dan Sumbersari masih
terlihat aktivitas masyarakat antara lain mandi, cuci, kakus, dan penyaluran limbah
domestik langsung ke sungai. Beberapa pabrik atau industri rumah tangga
diperkirakan juga membuang limbahnya langsung ke sungai. Hasil pengujian oleh
Kantor Lingkungan Hidup (2011), pada badan air Sungai Bedadung di muara Sungai
Bedadung dan Jompo, menunjukkan dari tiga titik sampel diketahui nilai DO sudah
melebihi baku mutu lingkungan yang ditetapkan, yaitu sebesar 5,67 mg/l.
Kualitas air dapat ditentukan dengan beberapa indikator, yaitu fisika, kimia,
dan biologi. Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan
kualitas lingkungan pada waktu tertentu. Salah satu cara menentukan indikator
biologi adalah dengan analisa hewan makrobentos. Hewan makrobentos adalah
golongan invertebrata akuatik yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di
dasar perairan, sesil, atau merayap dengan ukuran lebih besar dari 1 mm.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik. Pengumpulan data
dilakukan dengan pengambilan hewan makrobentos di Sungai Bedadung serta
melakukan wawancara mendalam dan observasi. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling dengan melakukan penelitian di dua tempat
yaitu Kelurahan Jember Lor sebagai stasiun I dan Kelurahan Sumbersari sebagai
stasiun II.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber pencemar Sungai Bedadung di
stasiun I dan stasiun II berasal dari limbah domestik dan limbah industri. Limbah
domestik berupa limbah padat yang berupa sampah dan limbah cair dari buangan
kamar mandi, dapur dan juga berasal dari aktivitas masyarakat yang dilakukan di
sungai yaitu mandi, cuci dan kakus. Limbah industri di stasiun I berupa limbah kulit
seafood, cat, thinner, oli, dan limbah cair proses pembuatan tempe. Sedangkan
limbah industri di stasiun II berupa limbah laundry, tinta, thinner, dan oli. Selain itu
ditemukan penyakit terkait waterborne disease yang diderita oleh masyarakat sekitar
adalah berupa penyakit menular yaitu tifus, hepatitis A, diare dan disentri. Jenis
makrobentos yang didapat dari pengambilan di stasiun I ditemukan 9 jenis yaitu
Bithynia, Pleurocera, Euthyplocia, Goniobasis, Rotaria, Heptagenia, Ophiogompus,
Philopotalamus, dan Spesies A. Sedangkan di stasiun II hanya ditemukan 3 jenis
yaitu Bithynia, Pleurocera, dan Spesies A. Sehingga kualitas air Sungai Bedadung
berdasarkan indeks diversitas atau indeks keanekaragaman di stasiun I termasuk
dalam kategori tercemar ringan (H’=2,19) dan stasiun II termasuk kategori tercemar
berat (H’=0,92). Selain menggunakan indeks keanekaragaman juga dilakukan uji
statistik yang menunjukkan ada perbedaan pencemaran di stasiun I dan stasiun II.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2275]