Show simple item record

dc.contributor.authorARNANTA HADI PUSPARAMA
dc.date.accessioned2014-01-20T00:10:03Z
dc.date.available2014-01-20T00:10:03Z
dc.date.issued2014-01-20
dc.identifier.nimNIM060910201044
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/17731
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap korban bencana terhadap relokasi, serta latar belakang dan dampak dari sikap korban bencana terhadap relokasi pascabencana banjir tahun 2008 di RT. 01 / RW. 06 Dusun Pareya’an Desa Sumberkolak Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo. Dilihat dari potensi bencana, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya yang tinggi dan beragam, baik berupa bencana alam maupun bencana sosial. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial. Memang pada intinya, bencana itu tidak dapat diperkirakan kapan akan terjadi. Akan tetapi sebelum terjadinya bencana, hal yang dapat dilakukan yaitu mengurangi risiko atau dampak yang ditimbulkan setelah terjadinya bencana dan kita semua harus siaga akan datangnya bencana, bukan malah pasrah akan terjadinya bencana. Semua harus ramah dan bersahabat dengan alam dan bencana. Oleh karena itu, perlu adanya manajemen pengurangan resiko bencana untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam yang datangnya tidak dapat kita perkirakan. Upaya untuk mengurangi resiko bencana, membutuhkan pemahaman dan kesadaran dari semua pihak terkait terutama bagi pemerintah sebagai pihak pengambil keputusan. Pasal 33 UU No. 24 Tahun 2007 menjelaskan bahwa, ada tiga tahap dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu: 1) tahap prabencana yaitu tahap penanggulangan bencana yang dilakukan pada saat tidak atau sebelum terjadinya bencana; 2) tahap tanggap darurat yaitu tahap penanggulangan bencana pada saat terjadinya bencana; dan 3) tahap pascabencana yaitu tahap yang meliputi rehabilitasi (perbaikan dan pemulihan) dan rekonstruksi (pembangunan kembali). Di samping itu, untuk mencegah risiko atau dampak yang diakibatkan oleh bencana, hal yang juga dapat dilakukan ialah penanganan bencana melalui relokasi permukiman penduduk bagi korban bencana banjir yang berada di daerah bantaran sungai. Hal ini berhubungan langsung dengan pengurangan resiko bencana dan penanggulangan bencana, jika suatu saat terjadi bencana banjir. Jika masyarakat yang telah menjadi korban bencana sebelumnya tidak segera direlokasi ke tempat yang lebih aman, maka akan berpengaruh besar terhadap dampak yang ditimbulkan pascabencana yang akan datang, sebab daerah tersebut adalah daerah rawan bencana dan jika terjadi banjir lagi, pasti akan tertempa. Oleh sebab itu, relokasi bagi korban bencana ke tempat yang aman juga perlu suatu penanganan yang serius. Dalam pelaksanaan kebijakan relokasi ini, dibutuhkan suatu koordinasi dan kerjasama antara masyarakat dengan pihak pemerintah atau organisasi lokal dan internasional pun, perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan relokasi dapat berjalan dengan baik dan dikemudian hari tidak menimbulkan suatu permasalahan, terutama bagi masyarakat. Dalam relokasi, masyarakatlah yang paling utama merasakan hasilnya. Apalagi, relokasi itu merupakan proses pembangunan permukiman baru dan di mana masyarakat mendiami lokasi baru sehingga mereka perlu untuk membangun kembali kehidupan mereka yang sebelumnya tertata dan berlangsung dengan baik di daerah asli mereka sebelum direlokasi.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060910201044;
dc.subjectKORBAN BENCANA,RELOKASI PASCABENCANA BANJIR.en_US
dc.titleSIKAP KORBAN BENCANA TERHADAP RELOKASI PASCABENCANA BANJIR TAHUN 2008 (STUDI KASUS: PERUMAHAN RELOKASI DI RT. 01 / RW. 06 DUSUN PAREYA’AN DESA SUMBERKOLAK KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record