Show simple item record

dc.contributor.authorGhufron, Nurul
dc.date.accessioned2013-11-26T02:50:22Z
dc.date.available2013-11-26T02:50:22Z
dc.date.issued2013-11-26
dc.identifier.issn2088 – 3161
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/1656
dc.description.abstractSaksi dalam sistem peradilan pidana dipandang secara fungsional yaitu keterangannya merupakan alat bukti hukum. Pandangan ini terlihat sejak KUHP hingga Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Kenyataanya saksi hingga saat ini masih tidak cukup terlindungi. Intimidasi bahkan serangan hukum balik banyak dialami saksi. Ketidakterlinduginya saksi menyebabkan peradilan pidana tidak dapat mengungkapkan kebenaran materiil yang diharapkan untuk memberikan keadilan. Bahkan peradilan pidana banyak jatuh pada peradilan yang korup. Selain secara fungsional perlu juga dikaji secara struktural. Dengan pendekatan masalah bagaimana kedudukan saksi dalam sistem peradilan pidana Indonesia dan konsep apa yang sebaiknya digunakan kedepan. Diharapkan dengan menemukan kedudukan saksi selayaknya dengan konnsekwensi hukum sesuai kedudukan tersebut. Sehingga secara aplikatif dapat dijadikan dasar untuk memberikan perlindungan bagi saksi dan peradilan pidana dapat mencapai kebenaran materiil. Sehingga secara filosofis penelitian ini berkontribusi dalam menciptakan peradilan yang adil dan menghindarkan dari penyelewengan. Penelitian ini dilakukan dengan metode normatif berdasarkan konstitusi, peraturan perundang-undangan dan praktek diperadilan. Serta dengan membandingkan dengan sistem peradilan pidana negara lain dan perkembangan sistem hukum internasional. Kedudukan saksi dalam sistem peradilan pidana Indonesia sesungguhnya berkonfigurasi dari hanya sebagai adalah supporting sistem yaitu sebagai alat bukti sampai sebagai partisipasi warga negara dalam penegakan hukum. Hal ini terjadi karena rentang pengaturan yang relatif panjang mulai zaman revolusi industri hingga zaman globalisasi dewasa ini. Sehingga dalam praktek keberadaan saksi menjadi ambigu utamanya terhadap serangan hukum sangat tidak terlindungi. Dimasa yang akan datang semestinya saksi dikuatkan dalam kedudukannya sebagai partispasi warga negara penyandang hak dan kewajiban. Partisipasi menghendaki kesamaan posisi yang artinya saksi selayaknya menjadi bagian dari sistem peradilan pidana, dengan posisi demikian diharapkan dari saksi akan terungkap keterangan lebih obyektif. Hal ini berkonsekwensi merubah pandangan bahwa bersaksi adalah wajib menjadi keseimbangan antara berhak atas keadilan dan berkewajiban berparsipasi dalam sistem peradilan pidana sesuai konsep negara hukum Pancasila yang demokratis. Pendekatan pendekatan kriminalisasi juga diganti menuju penghargaan. Konsekuensinya bagi seorang saksi yang juga tersangka (whistleblower) antara sanksi pidana yang seharusnya ia tanggung dapat dipertukarkan dengan penghargaan yang seharusnya ia terima. Hal ini dapat dijadikan landasan yuridis untuk memberikan pembebasan bagi saksi tersangka yang membongkar kejahatannya. Berbeda dengan konsep protection of cooperating person di Amerika dan PBB yang dilandasi dengan dasar konsep “melepas teri untuk menangkap kakap” yang menempatkan saksi sebagai umpan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseriesJurnal ANTI KORUPSI;Vol. 2 No. 2 Nopember 2012
dc.subjectsaksi, kebenaran, partispasien_US
dc.titleKEDUDUKAN SAKSI DALAM MENCIPTAKAN PERADILAN PIDANA YANG BEBAS KORUPSIen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record