TINDAK TUTUR HAKIM DALAM MEMIMPIN SIDANG (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI JEMBER)
Abstract
Pemakaian bahasa hakim terkait dengan fungsi bahasa dalam komunikasi
menarik untuk diteliti, khususnya peristiwa tutur di persidangan. Dalam bahasa
hakim kita jumpai adanya berbagai variasi tuturan yang terkait dengan berbagai
pelaksanaan tindakan hakim pada saat memimpin sidang. Menurut teori, ada
hubungan antara bentuk tuturan dengan tindakan. Variasi bentuk tuturan (hakim)
diyakini berasal dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh penutur (hakim), dan
munculnya jenis-jenis tindakan itu terkait dengan strategi yang ditempuh oleh
penutur (hakim) untuk mencapai tujuan pertuturan.
Gejala yang hampir serupa diperlihatkan pada peristiwa percakapan antara guru
dengan siswa di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Menurut penelitian para
ahli wacana, telah ditemukan 17 jenis tindakan guru di kelas, di antaranya tindak
prawacana pemula (preface starting act), tindak memberi informasi (information
act), tindak panggilan (summons), tindak pemancingan (elicitation act), tindak
pemeriksaan (checking act), dan sebagainya, dan masing- masing direalisasikan ke
dalam tuturan yang berbeda. Jika dalam peristiwa komunikasi di kelas ditemukan 17
jenis tindakan guru, bagaimanakah halnya dengan tindakan hakim di persidangan.
Peristiwa komunikasi yang dilatarbelakangi oleh latar sosial dan tujuan yang berbeda
ada kemungkinan terdapat perbedaan dalam tindak wacana.
Dengan demikian, usaha meneliti tindak tutur hakim merupakan usaha untuk
merekonstruksi tindakan-tindakan apa yang menjadi tujuan hakim ketika ia
memproduksi tuturannya.
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Jember karena lokasi tersebut
mudah dijangkau oleh peneliti, sehingga secara teknis lebih memungkinkan
penelitian ini dilakukan. Peneliti mengadakan penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis tindak tutur yang digunakan oleh hakim dalam memimpin sidang di Pengadilan
Negeri Jember dan urutan tindak tutur dalam struktur wacana di persidangan.
Penyediaan data menggunakan metode simak dengan teknik dasar yaitu
teknik sadap dan teknik lanjutannya berupa teknik simak bebas libat cakap (SBLC).
Data yang diperoleh berupa data percakapan hakim dengan partisipan tutur di
persidangan. Teknik lanjutan kedua adalah teknik catat yaitu peneliti mencatat data
yang berupa konteks tuturan pada kartu data.
Analisis data menggunakan metode padan dan segmentasi percakapan, atau
analisis segmental. Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis untuk mengidentifikasi reaksi atau
akibat yang terjadi pada mitra wicaranya ketika satuan kebahasaan itu dituturkan
oleh hakim dengan kemampuan peneliti. Kemudian peneliti melakukan analisis
segmentasi percakapan dengan cara mengurai percakapan menjadi unit-unit yang
berupa kalimat sebagai unit terkecil dari sebuah wacana. Tiap-tiap kalimat
diidentifikasi jenis tindak tuturnya berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan.
Selanjutnya, kalimat-kalimat itu dihubungkan kembali untuk melihat struktur
wacana.
Pemaparan hasil analisis menggunakan metode informal. Data berupa
peristiwa tutur percakapan (antara hakim dengan jaksa, pengacara, terdakwa, dan
saksi). Data ini diambil dari dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jember.
Sumber data yaitu Pengadilan Negeri Jember. Lokasi penelitian ini dilakukan di
Pengadilan Negeri Jember, Jalan Kalimantan No. 3 Jember.
Dari 3 peristiwa persidangan yang dianalisis ditemukan 15 jenis tindak tutur
hakim, yaitu tindak tutur pembuka wacana, tindak tutur pemeriksaan, tindak tutur
meminta informasi, tindak tutur memberi penawaran, tindak tutur memberi
dorongan, tindak tutur memberi arahan, tindak tutur memberi informasi, tindak tutur
memvonis, tindak tutur menutup wacana, tindak tutur penyimpulan, tindak tutur
memberi instruksi, tindak tutur menyumpah, tindak tutur pemancingan, tindak tutur
memberi isyarat, tindak tutur memberi pengakuan. Jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan tindak tutur guru di kelas sebagaimana yang ditemukan dalam
penggabungan teori Austin, Searle, Sinclair and Coulthard, dan Burton yang
jumlahnya 17 jenis tindak tutur.
Penempatan tindak tutur hakim di persidangan dalam struktur wacana
menggambarkan adegan-adegan peristiwa percakapan yang terjadi di persidangan.
Urutan pertama yaitu adegan pembukaan sidang ditandai dengan tindak tutur
pembuka wacana, adegan pemanggilan terdakwa ditandai dengan tindak instruksi
(kepada jaksa untuk menghadirkan terdakwa) yang dilakukan oleh hakim. Adegan
pemeriksaan ditandai dengan tindakan-tindakan interogasi, adegan pemanggilan
jaksa (pembacaan tuntutan) ditandai dengan tindak tutur memberi instruksi. Adegan
pemberian pertimbangan ditandai dengan tindak tutur memberi tawaran. Dan adegan
pemutusan perkara ditandai dengan tindak tutur hakim memvonis, adegan penutupan
sidang ditandai dengan tindak menyatakan sidang berakhir.