| dc.description.abstract | Upacara  pèlèt  kandung  (upacara  kandungan  usia  tujuh  bulan)  adalah  salah 
satu  upacara  tradisional  masyarakat  Madura  yang  sangat  unik,  karena  di  dalamnya 
terdapat  sesaji-sesaji,  serangkaian  ritual,  dan  pantangan-pantangan  yang  harus 
dilakukan,  baik  oleh  perempuan  yang  hamil  (calon  ibu)  maupun  oleh  keluarganya. 
Rangkaian  ritual  tersebut  biasanya  dipimpin  oleh  dukun  beranak  (dhukon rèmbi’), 
yang  mengurus  perempuan  yang  hamil  sampai  melahirkan.  Upacara  pèlèt  kandung 
pada  masyarakat  Madura  di  desa  Sidomulyo,  Kecamatan  Silo,  Kabupaten  Jember 
sudah  hampir  punah,  namun  sebagian  masyarakat  masih  ada  yang  melakukannya. 
Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mendeskripsikan  makna,  penggunaan,  dan  bentuk 
istilah-istilah  dalam  upacara  pèlèt  kandung  dengan  kajian  etnolinguistik.  Hasil 
penelitian  ini  dapat  dimanfaatkan  sebagai  rujukan  bagi  pengajar  dan  pelajar  yang 
mempelajari bahasa Madura. 
Penelitan  ini  dilakukan  dengan  tiga  tahap,  yaitu:  (1)  penyediaan  data,  yang 
dilakukan  dengan  metode  cakap  (wawancara),  teknik  catat  dan  teknik  rekam;  (2) 
penganalisisan  data,  yang  dilakukan  dengan  mengelompokkan  istilah-istilah  tersebut 
berdasarkan  kelas  kata  atau  jenis  frasenya,  kemudian  dilanjutkan  dengan 
mendeskripsikan  makna  dan  penggunaannya  berdasarkan  tahapan  pelaksanaannya; 
dan  (3)  penyajian  data,  yang  dilakukan  secara  informal  dan  secara  formal.  Jumlah 
informan  dalam  penelitian  ini  berjumlah  tiga  orang  dengan  penambahan  dua  orang 
informan. 
Upacara pèlèt kandung terdiri atas lima tahap, yaitu: (1) tahap persiapan; (2) 
tahap  micet tabu’  (pijat  perut);  (3) tahap  ngaji;  (4)  tahap  sèraman  (pemandian);  dan (5) tahap selametan (kenduri). Tiap-tiap tahap terdapat istilah-istilah yang berupa kata 
benda,  kata  kerja,  frase  nominal,  dan  frase  verbal.  Istilah-istilah  khusus  yang 
digunakan  pada  upacara  pèlèt  kandung  antara  lain,  dhukon  rèmbi’,  andhek,  jhâmo 
lep-cellep, mènnya’ klettek, ngènom lèmbur, cantèng yang terbuat dari ranca’ bringèn 
dan nyèor ghâdding. 
Pantangan-pantangan bagi perempuan yang hamil dan suaminya, selalu ditaati 
karena mereka percaya bahwa pelanggaran larangan ini akan menimbulkan kesulitan 
bagi  bayi  dan  keluarganya.  Pantangan-pantangan  tersebut  biasanya  hanya  sekedar 
mitos,  tetapi  dengan  adanya  kepercayaan  pada  nenek  moyang  dan  kentalnya 
kebudayaan,  maka  masyarakat  di  Desa  Sidomulyo  ini  mempercayainya.  Misalnya, 
perempuan  yang  hamil  tidak  boleh  mowang  aèng  panas  [mɔwaŋ aεŋ panas] yaitu 
‘membuang  air  panas’  tanpa  dicampur  air  dingin  terlebih  dahulu,  yang 
mengakibatkan anaknya akan memiliki sifat pemarah. | en_US |