BANJIR DI LAMONGAN TAHUN 1966 -1994 : STUDI HISTORIS TENTANG SEBAB-SEBAB, DAMPAK DAN PENGENDALIANNYA
Abstract
Rentannya Lamongan terhadap banjir terkait dengan fakta topografis.
Sebagian Kabupaten Lamongan adalah daerah rawa-rawa yang memiliki
ketinggian lebih rendah dari rata-rata permukaan air laut. Wilayah ini mirip
dengan wilayah Jakarta yang sering menjadi langganan banjir. Wilayah Jakarta
secara topografis juga merupakan dataran pantai yang rendah, bahkan sekitar 40
persen dari wilayah Jakarta lebih rendah daripada muka laut dan sebagian besar
berbentuk rawa. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa banjir di Lamongan dan
Jakarta dapat dikatakan sebagai “banjir kiriman”. Faktor penyebab lain banjir di
Jakarta adalah pemukiman di bantaran sungai dan kebiasaan masyarakat
membuang sampah di sembarang tempat. Kedua faktor ini bukan merupakan
sebab utama dalam bencana banjir yang sering di Lamongan.
Banjir yang terjadi di Lamongan juga disebabkan oleh beberapa hal yang
saling terkait. Penyebab-penyebab tersebut adalah terjadinya perubahan
lingkungan di sepanjang kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo
akibat bertambahnya jumlah penduduk, perluasan pemukiman, dan area pertanian
sehingga mengurangi vegetasi hutan yang berfungsi mengatur tatanan hidrologis.
Perubahan tersebut juga meningkatkan erosi dan sedementasi di DAS Bengawan
Solo, sehingga menjadi dangkal dan berkurang volume tampungnya. Banjir juga
terkait dengan tingginya curah hujan yang menyebabkan meluapnya Sungai
Bengawan Solo dan ketidakmampuan Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri dalam
menampung air. Besar dan kuatnya arus air sering menjebol tanggul atau tangkis
sehingga air menerjang ke wilayah sekitar. Apalagi, banyak anak sungai yang
mengalirkan airnya ke sungai Bengawan Solo.
Upaya pengendalian banjir di Lamongan bisa dinilai kurang efektif.
Buktinya berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah belum bisa
mengendalikan banjir secara tuntas. Banjir masih sering melanda wilayah
Lamongan. Berbagai upaya mencegah kerusakan dan konversi lingkungan ke
fungsi non-ekologis di sepanjang DAS Bengawan Solo kurang berhasil akibat
tekanan penduduk yang meningkat.