KEMISKINAN DAN MEKANISME SURVIVAL MANTHONGAN (STUDI DESKRIPTIF DI DESA PINGGIR PAPAS KECAMATAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP)
Abstract
Pulau Madura terkenal dengan sebutan Pulau garam karena mayoritas
penduduknya mengolah air laut untuk dijadikan garam sebagai mata pencaharian
utama. Walaupun secara logika garam sangatlah dibutuhkan, akan tetapi pemasaran
garam buatan petani garam tradsional (garam rakyat) ternyata tidak semudah yang
dibayangkan. Pemasaran yang sulit berdampak pada pendapatan petani yang kecil
terutama pendapatan petani penggarap yang dikenal oleh masyarakat setempat
dengan istilah manthongan. Disamping pemasaran garam yang sulit, terdapat banyak
faktor yang membuat manthongan selalu berada dalam belitan kemiskinan. Walaupun
demikian mereka dapat mengembangkan mekanisme survival yang mskipun tidak
membantu mereka keluar dari belitan kemiskinan, namun setidaknya dapat membantu
mereka untuk terus dapat bertahan hidup (survive) dengan segala keterbatasannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemiskinan dan
mekanisme survival manthongan.
Penelitian ini dilakukan di desa Pinggir Papas Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep. Daerah ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena daerah ini
merupakan salah satu daerah penghasil garam terbesar di Pulau Madura. Penelitian
ini dilakukan mulai bulan Agustus sampai bulan November 2005. Metode yang
digunakan dalam penenlitian adalah deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian
ini berjumlah 15 orang, terdiri dari informan primer dan informan sekunder.
Informan primer adalah petani garam sendiri yang terdiri dari petani pemilik lahan
(yang disebut sebagai juragan dalam istilah masyarakat setempat) dan petani
penggarap (yang disebut manthongan). Sedangkan untuk informan sekunder adalah
bukan petani garam tetapi mengetahui fenomena dan seluk beluk kehidupan petani
vii
garam, khususnya kehidupan manthongan. Metode penentuan informan
menggunakan purposive sampling, dengan metode pengumpulan data yaitu observasi
terbatas, wawancara dan dokumentasi. Setelah data dianggap jenuh kemudian
dianalisa dengan metode keabsahan data menggunakan teknik triangulasi dan peer
debriefing.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat
faktor yang menyebabkan kemiskinan manthongan yaitu: alam, teknologi, belenggu
kultural dan belenggu struktural. Faktor alam yang tidak menentu, market (pasar)
yang dikuasai atau dimonopoli oleh pedagang dan makelar serta juragan yang samasama
mengambil keuntungan dari hasil penjualan garam dan teknologi yang yang
digunakan oleh manthongan yang msih tradisional sehingga kalah bersaing dengan
Perusahaan Garam yang sudah menggunakan teknologi modern dalam proses
produksinya. Belenggu kultural tampak dari adanya ritual-ritual berbiaya tinggi.
Ritual berbiaya tinggi tersebut termasuk upacara adat dan upacara slametan siklus
hidup manusia (cycle of life) dari mulai lahir sampai mati. Hal-hal tersebut ternyata
memberikan kontribusi tersendiri bagi kemiskinan yang dialami oleh manthongan
karena memerlukan biaya yang tidak sedikit dan cenderung untuk dilakukan secara
besar-besaran. Sedangkan belenggu struktural tampak dari bagaimana posisi
manthongan dalam pertanian garam berada di bawah posisi jurahan dan pedagang.
Kemiskinan yang dialami oleh manthongan membuat mereka mengembangkan
mekanisme survival sehingga meskipun kondisi mereka miskin, namun mereka dapat
terus bertahan hidup. Mekanisme survival yang mereka kembangkan ada beragam
cara, muali dari pola konsumsi sederhana sampai bekerja di bidang lain.