dc.description.abstract | Tuberkulosis Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri penyebab penyakit ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut
basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. World Health
Organization (WHO) menyatakan kedaruratan dunia (global emergency) terhadap
penyakit Tuberkulosis paru ini sejak tahun 1993. Sampai saat ini, Tuberkulosis
merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia belum ada satu
negara pun yang bebas TB. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries).
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429.000 orang. Indonesia sebagai negara
terbesar kelima di dunia dengan masalah tuberkulosis ini telah menetapkan Program
Pemberantasan Penyakit (P2) sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut.
Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi
dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen. Banyuwangi merupakan salah
satu kabupaten di Indonesia yang melaksanakan program penanggulangan
Tuberkulosis Paru. dan Banyuwangi merupakan kota dengan kasus Tuberkulosis Paru
terbesar ketiga di Jawa Timur. Cakupan angka penemuan kasus baru (CDR) dalam
tiga tahun terakhir 2009-2011 yaitu, sebesar 46 %, 51 % dan 54%. Terdapat kenaikan
dalam pencapaian CDR tiap tahunnya. Meskipun terjadi peningkatan yang positif
namun perkembangan tersebut masih belum dapat mencapai target minimal CDR
yang telah ditetapkan secara nasional yaitu sebesar 70%.
Terdapat uraian tugas program tuberkulosis yang ditetapkan secara nasional
sebagai acuan dalam pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis khususnya
kegiatan penemuan penderita baru. Kegiatan ini melibatkan seluruh petugas yang
termasuk dalam tim pengelola program P2TB. Tim pengelola program P2TB/petugas
pelaksana program TB paru di Puskesmas yang antara lain terdiri perawat sebagai
petugas program, analis sebagai petugas labolatorium, dan dokter sebagai petugas di
balai pengobatan merupakan ujung tombak dalam penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita maupun pelaksanaan administrasi program puskesmas. Uraian
tugas tersebut merupakan tugas pokok yang harus dilakukan oleh tim pengelola
program TB puskesmas.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran pelaksanan uraian
tugas program TB di Puskemas dalam upaya penemuan penderita baru tuberkulosis
paru di Kabupaten Banyuwangi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengambilan data
dilakukan dengan wawancara dengan kuesioner dan observasi. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling pada puskesmas PPM dan PRM
sehingga diperoleh 12 puskesmas dengan 36 petugas sebagai tempat penelitian.
Teknik analisis secara deskriptif dengan memberikan gambaran secara textual dan
menggunakan tabel.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa petugas pada puskesmas telah
melaksanakan tugasnya sesuai dengan uraian program tuberkulosis, namun pada
beberapa uraian tugas belum optimal antara lain penyuluhan khusus TB, penjaringan
suspek, pengambilan dan pembuatan sediaan dahak, penggunaan form TB.05 dan
pemeriksaan contact tracing. Berdasarkan hasil analisa, diperlukan suatu
peningkatan/alternatif program yaitu antara lain perlunya penambahan frekwensi
penyuluhan TB kepada masyarakat umum, penjaringan suspek dilakukan dengan cara
active case finding dan peningkatan kepekaan penemuan suspek, dan peningkatan
contact racing dengan cara active selective.
Saran yang dapat diberikan yaitu penemuan penderita dengan cara pasif
dengan promosi aktif dengan memberikan penyuluhan khusus TB kepada masyarakat
dan meningkatkan frekwensinya agar penduduk disetiap desa dapat tercakup
penyuluhan TB dengan mencantumkan pada POA puskesmas, penemuan penderita
dengan cara active case finding dan active selective dapat menjadi alternatif program
yang diterapkan dan ditingkatkan untuk mendukung penemuan Perlu adanya
peningkatan keterampilan dalam pembuatan dan pewarnaan sesuai dengan
protap/pelatihan yang telah didapat pada petugas laboratorium dan pengaktifan
kembali penggunaan form TB.05 sebelum melakukan pemeriksaan dahak. Bagi Dinas
Kesehatan, Perlu memberikan ketentuan dalam pelaksanaan program penanggulangan
TB yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing puskesmas dengan
meningkatkan peran Wasor dalam pengawasan. | en_US |