PELAKSANAAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA HOTEL KEBON AGUNG DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN JEMBER
Abstract
Keterlibatan perempuan dalam gerakan Maois di Nepal disebabkan oleh
kondisi sosial yang menindas kaum perempuan dan kondisi itu dilanggengkan oleh
rezim monarki yang sangat kejam dalam memandang dan memperlakukan kaum
perempuan. Monarki adalah sebauh tatanan yang dibarengi dengan ideologi patriarki
di mana perempuan dipandang sebagai mahkluk lemah, pelayan laki-laki, bahkan
tidak diperbolehkan memiliki hak yang sama terhadap kaum laki-laki. Perempuan
adalah warga negara kelas dua; dibatasi hanya dalam tanggungjawab reproduksi dan
rumahtangga; dikumpulkan di rumah orangtuanya dan kemudian di rumah suami
yang ditunjuk untuknya.
Selain itu, perempuan Nepal tertolak dalam dunia pendidikan. Di bawah
feudalisme kerajaan, seorang anak perempuan hanya “berguna” dan “bernilai” dalam
tahun-tahun di masa kecilnya karena dapat membantu pekerjaan rumahtangga, setelah
itu perempuan tidak usah bersekolah karena pada akhirnya mereka juga akan menjadi
pengurus rumah tangga dan melayani suaminya. Kaum perempuan Nepal, dengan
demikian terbentuk oleh dialektika sejarah pertentangan kelas antara penguasa
(bangsawan dan tuan-tuan tanah) dengan mayoritas gerakan demokrasi dan rakyat
tertindas yang terdiri dari tani hamba dan tak bertanah. Kaum perempuan, dalam
kondisi kemiskinan Nepal yang cukup akut, juga terkenal sebagai korban trafficking
dan menjadi pelacur terutama di India dan sebagian kecil juga di daerah perkotaan
seperti Kathmandu.