NASIONALISASI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO (PUSLIT KOKA) JEMBER TAHUN 1957-1962
Abstract
Berdasarkan penulisan di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak
faktor yang melatarbelakangi munculnya tindakan nasionalisasi terhadap lembaga
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember oleh pemerintah RI. Nasionalisasi
yang diberlakukan terhadap Puslit Koka Jember disebabkan oleh pertama,
kegagalan pemerintah RI untuk menguasai Irian Barat dari tangan Belanda.
Belanda selalu mengulur-ngulur waktu dalam pemberian janji pengembalian Irian
Barat ke tangan bangsa Indonesia. Dampak positif yang lain yakni terungkapnya kasus Dwi-kewarganegaraan
Lauw Siek Liem, yakni antara menjadi warga Negara Indonesia atau warga
Negara RRC. Lauw Siek Liem memiliki kewarganegaraan ganda tersebut sejak
jaman Belanda. Liem selalu lolos dari jeratan peraturan-peraturan yang
dikeluarkan militer dan Pemerintah. Liem baru terbukti memiliki
kewarganegaraan ganda ialah melalui perjuangan Rahmulyoko beserta Perkabanya.Lauw Siek Liem tahun 1962.
Dampak positif selanjutnya adalah menguatnya jiwa kemandirian pada
kalangan pegawai pribumi karena adanya perjuangan bersama mengelola lembaga
yang dilakukan dalam keadaan yang serba sulit dan susah. Para pegawai pribumi
telah terlatih secara mental untuk tetap tegar dalam menghadapi hambatanhambatan
lainyangmungkinmunculdi
kemudian
hari.
Adapun dampak negatif yang terjadi adalah Puslit Koka Jember
kehilangan para ahli pertanian berkebangsaan Belanda yang merupakan tulang
punggung penelitian perkebunan di Puslit Koka. Para ahli pertanian pergi begitu
saja meninggalkan lembaga. Bersama mereka terdapat sejumlah modal dan
nomor-nomor komoditi unggul hasil penelitian. Hal ini menyebabkan frekuensi
penelitian menjadi tersendat-sendat, bahkan cenderung tidak berjalan sehingga
tidak menghasilkan sumbangan apapun dalam bidang Iptek pertanian bagi bangsa
Indonesia dalam kurun waktu tahun 1957-1962.
Dampak negatif lainnya yakni merosotnya disiplin kerja para pegawai
pribumi dan mereka ingin pergi meninggalkan lembaga. Mereka sering keluar-
masuk lembaga dengan sekehendak hati hingga tidak kembali lagi. Mereka
berusaha mencari pekerjaan lain di luar lembaga. Aktivitas ini terus berlangsung
hingga naiknya Soenaryo menjadi Direktur Puslit Koka Jember menggantikan
Kedua, munculnya Surat Keputusan Menteri Pertahanan No.
1063/PMT/1957 pada tanggal 9 Desember 1957 tentang nasionalisasi perusahaanperusahaan
perkebunan
beserta
lembaga
penyelidikan
ilmiahnya.
Surat
Keputusan
ini
dikeluarkan
oleh
Penguasa
Militer
Pusat
A.H.
Nasution.
Ketiga, adanya keinginan pemerintah RI untuk dapat merubah sistem
ekonomi yang bersifat kolonial menjadi sistem ekonomi yang bersifat nasional,
yang dibantu oleh gerakan massa rakyat. Aksi massa rakyat petani, massa partai
dan massa buruh-buruh perkebunan memberikan ruang bagi kebebasan segenap
bangsa Indonesia dalam menuntut haknya yang selama 350 tahun telah dirampas
oleh kekuasaan kolonial Belanda. Kebebasan pemerintah RI untuk melakukan
nasionalisasi di tengah-tengah tumbuhnya semangat nasionalisme rakyatnya,
mendapatkan suasana baru dan terlindungi oleh rakyat.
Terdapat perbedaan antara nasionalisasi Puslit Koka dengan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan lain di Indonesia. Nasionalisasi terhadap perusahaan lain
menyebabkan bangkitnya semangat pemerintah dan para penyelenggaranya di
lapangan untuk merubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi
nasional. Segenap kebijakan dan petunjuk teknis dilapangan dikeluarkan secara
teliti dan tepat guna. Pemerintah dan pihak penyelenggara nasionalisasi telah
terkuras segenap pemikiran dan tenaganya sehingga kondisi intern perusahaan
atau lembaga-lembaga bersangkutan telah mengalami perubahan ke arah yang
lebih baik seperti yang disimpulkan John O. Sutter, J. Thomas Lindblad dan para
peneliti Indonesianisasi lainnya melalui analisis mereka. Fenomena umum yang muncul di masyarakat sehubungan dengan
nasionalisasi perusahaan dan lembaga-lembaga lain di luar Puslit Koka Jember
adalah lahan-lahan, pabrik, gedung perkantoran dan lain-lain jatuh ke tangan
rakyat terlebih dahulu sebelum kemudian jatuh ke tangan militer. Terdapat
beberapa dari kekuatan bangsa tersebut (rakyat) yang berhasil menguasai lahan,
mendudukinya, mengolah dan mendirikan pedesaan di dalamnya dan tidak sempat
jatuh ke tangan pihak lain hingga sekarang.
Untuk Puslit Koka Jember, nasionalisasi yang diberlakukan terhadapnya,
menyebabkan menurunnya semangat pemerintah pusat, militer, rakyat Jember dan
para pegawai pribumi yang bekerja di dalamnya, untuk mengelola dan
melanjutkan estafet penelitian tembakau, kopi, kakao dan karet yang semula
dilakukan oleh para peneliti Belanda. Pemerintah tidak mau ambil pusing
menyangkut nasionalisasi Puslit Koka. Pada tanggal 9 Desember 1957, Presiden
Sukarno menyerahkan sepenuhnya persoalan tersebut kepada A.H. nasution
selaku Penguasa Militer nasional. Militer kemudian tidak mau ambil pusing
sehingga muncul pemikiran untuk membubarkan Puslit Koka Jember. Badan
Litbangtan kemudian unjuk gigi dan penguasaan secara resmi kemudian beralih
ke tangan Departemen Pertanian RI. Dengan latar belakang kondisi politik,
ekonomi, sosial dan keamanan yang serba tidak menentu ketika itu, Departemen
Pertanian RI kurang sungguh-sungguh dalam mengelola Puslit Koka Jember. Hal
ini berdampak pada pindahnya para asisten peneliti dan para pegawai lainnya ke
perkebunan-perkebunan dan perusahaan-perusahaan lain di Jember. Melihat
fenomena ini, Puslit Koka akhirnya jatuh ke tangan para Hoa-Kiau dari kalangan
Tionghoa. Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan militer dan Departemen
Pertanian menjadi tidak cocok diterapkan pada Puslit Koka dalam rangka
mewujudkan Indonesianisasi yang sesungguhnya di lembaga tersebut. Bangsa
Indonesia telah gagal dalam mengelola Puslit Koka pasca perginya orang-orang
Belanda. Sejak saat itu Puslit Koka Jember terus menerus mengalami perubahan
menuju arah yang paling buruk. Hal ini menjadi pengecualian dari pemikiran
beberapa tokoh pemikir nasionalisasi di atas. Analisis Lindblad, J.O. Sutter dan
lain-lain mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam pengalihan (transfer), kontrol, pengembalian (return) dan partisipasi orang-orang pribumi pada bekas
perusahaan asing seperti yang tersebut di atas, tidak terwujud pada Puslit Koka
Jember. Puslit Koka Jember sejak tahun 1957 hingga tahun 1962, masih menjadi
milik asing bukan pribumi. Dalam kondisi seperti ini, Puslit Koka Jember dapat
menjadi embrio bagi lahirnya kekuatan ekonomi asing yang baru sebagai
pengganti kekuatan ekonomi asing yang lama (Belanda) apabila para pegawai
pribumi yang masih tersisa, Perkaba dan BANAS tidak segera turun tangan.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh para pegawai Puslit Koka Jember
dalam usahanya mewujudkan kelangsungan penelitian perkebunan sesuai instruksi
program nasionalisasi oleh pemerintah terhadap lembaganya, dilakukan melalui
dua cara. Pertama, meminta pengiriman tenaga-tenaga ahli perkebunan dari CPV
Bogor ke Puslit Koka Jember (CPV Jember). Langkah ini dilakukan karena Puslit
Koka Jember telah kehilangan seluruh ahli pertaniannya yang sebagian besar
berkebangsaan Belanda.
Cara yang kedua adalah menjalankan Program Mandiri Balai. Program ini
dilakukan CPV Jember setelah permintaan akan para ahli perkebunan tidak dapat
dipenuhi pemerintah dan CPV Bogor, sementara kondisi lembaga semakin hari
semakin memburuk, baik dalam segi pegawai maupun keuangan lembaga atau
balai. Program mandiri ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi keuangan
lembaga sehingga para pegawai dapat tetap bertahan di lembaga, disamping tetap
megupayakan berlangsungnya kembali penelitian kopi, tembakau, kakao dan karet
di CPV Jember.
Tindakan nasionalisasi terhadap lembaga penelitian perkebunan oleh
pemerintah RI pada tahun 1957-1962 banyak menimbulkan dampak, baik yang
bersifat positif maupun negatif. Dampak positif yang terjadi yakni didapatkannya
aset-aset lembaga berupa gedung, tanah dan fasilitas penelitian yang telah menjadi
hak milik Puslit Koka. Hal tersebut membawa dampak pada profesionalitas
kinerja pada staf dan peneliti pemula atau junior dalam rangka melanjutkan
kembali estafet penelitian perkebunan untuk membantu memulihkan kembali
keterpurukan ekonomi bangsa pasca naiknya Soenaryo.