dc.description.abstract | Pendidikan adalah suatu dasar yang mengawali segala macam bidang di
Indonesia. Seluruh warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan, tak
terkecuali bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus. Dalam penelitian ini diambil
subjek siswa tunanetra. Di Indonesia telah banyak ditemui sekolah khusus bagi siswa
berkebutuhan khusus dan materi wajib yang diajarkan adalah matematika. Salah satu
yang akan dipelajari dalam matematika adalah geometri. Dua orang ahli merumuskan
teori belajar Van Hiele yang berkaitan dalam pembelajaran geometri. Sunardi (2002)
menyatakan bahwa tingkat berpikir siswa SLTP di Jember secara umum adalah
tingkat visualisasi, analisis, dan deduksi informal. Dalam penelitian ini hanya
digunakan tiga tingkat tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana proses pembelajaran siswa tunanetra, bagaimana proses berpikir siswa
tunanetra dalam memahami segiempat, serta bagaimana tingkat berpikir geometri
siswa tunanetra berdasarkan teori Van Hiele.
Efendi (dalam Susanto, 2010) menuliskan jenjang kelainan ditinjau dari
ketajaman untuk melihat bayangan benda sebagai siswa normal, siswa low vision,
dan siswa tunanetra total. Karena kehilangan penglihatannya, siswa tunanetra
cenderung memaksimalkan indra pendengaran dan peraba dalam pembelajaran, oleh
karena itu siswa menggunakan huruf Braille dalam pembelajaran. Van Hiele
membagi tingkat berpikir siswa menjadi lima tingkat yang dalam penelitian ini
digunakan tiga yaitu visualisasi, analisis, dan deduksi informal yang dalam masingmasing
tingkat juga memiliki deskriptor-deskriptor tersendiri. Van Hiele juga
merumuskan lima tahap belajar geometri siswa yaitu informasi, orientasi berarah,
ix
penegasan, orientasi bebas, dan integrasi. Salah satu materi yang dipelajari dalam
geometri SMP adalah segiempat konveks.
Daerah penelitian di SMPLB-A TPA Jember dengan dua siswa kelas VII
sebagai subjek penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap yang pertama adalah
persiapan penelitian, kegiatan eksplorasi (pengumpulan data), analisis data, dan
penyusunan laporan. Metode pengumpulan data dengan observasi, tes, dan
wawancara. Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan, kemudian data tersebut
dianalisis.
Setelah melakukan penelitian dan menganalisis data, untuk proses
pembelajaran kaitannya dengan tahap belajar geometri Van Hiele, guru telah
menggunakan tahap pertama, kedua, ketiga, dan kelima. Dalam tiga tes awal
diperoleh hasil bahwa LV memenuhi enam deskriptor Van Hiele dari tujuh deskriptor
Van Hiele pada tingkat 0 dan 1 deskriptor pada tingkat 1 sehingga LV dapat
diklasifikasikan dalam tingkat visualisasi. Dalam tes tingkat perkembangan berpikir
geometri siswa yang berbentuk soal pilihan ganda, LV terklasifikasi dalam tingkat
pra visualisasi, sehingga diberikan tes tambahan kepada LV dan ternyata LV
terklasifikasi dalam tingkat pravisualisasi. Dalam tiga tes pertama, TT memenuhi tiga
deskriptor Van Hiele dari tujuh deskriptor tingkat 0 dan satu deskriptor tingkat 1
sehingga TT dapat diklasifikasikan dalam tingkat pra visualisasi. Dalam tes tingkat
perkembangan geometri, TT terklasifikasi dalam tingkat pra visualisasi.
Dari hasil analisis tampak bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di kelas,
guru menyesuaikan dengan tahap belajar geometri Van Hiele kecuali tahap orientasi
bebas. Proses berpikir siswa low vision memenuhi 6 deskriptor dari 7 deskriptor
tingkat 0 dan siswa tunanetra total memenuhi 3 deskriptor dari 7 deskriptor tingkat 0.
Siswa SMPLB-A Jember tingkat berpikir geometrinya masih berada pada tahap pra
visualisasi. | en_US |