dc.description.abstract | Pendidikan merupakan hak setiap individu tanpa terkecuali, termasuk juga
dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Salah satu jenis dari ABK adalah anak
dengan kelainan mental-emosional atau yang sering disebut dengan tunagragita.
Siswa tunagrahita dibagi menjadi empat yaitu kategori ringan, sedang, berat dan
sangat berat. Siswa tunagrahita ringan adalah siswa yang mempunyai IQ 65-80, siswa
tunagrahita sedang adalah siswa yang mempunyai IQ 50-65, siswa tunagrahita berat
adalah siswa yang mempunyai IQ 35-50, dan siswa tunagrahita sangat berat adalah
siswa yang mempunyai IQ di bawah 35. Oleh karena itu, siswa tunagrahita ringan
masih diyakini mampu menyelesaikan permasalahan dengan tingkat kesulitan dasar
termasuk matematika. Materi dalam matematika terdiri atas beberapa bidang seperti
aljabar, aritmatika, geometri, dan statistika. Geometri adalah ilmu yang mempelajari
tentang bangun datar. Contoh bangun datar yang sering dijumpai pada lingkungan
sekitar adalah persegi dan persegi panjang. Salah satu strategi untuk menyelesaikan
masalah matematika yaitu dengan menggunakan pemecahan masalah IDEAL.
IDEAL merupakah singkatan dari Identify problem, Define goal, Explore Possible
strategies, Anticipate outcomes and act, Look back and learn.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses berpikir siswa tungrahita
ringan dalam menyelesaikan masalah kontekstual persegi dan persegi panjang
berdasarkan pemecahan masalah IDEAL. Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian yaitu 2 orang siswa
tunagrahita ringan di SLB-C Taman Pendidikan Asuhan Negeri 1 Branjangan,
Bintoro, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember. Metode pengumpulan data yaitu tes
dan wawancara. Instrumen yang digunakan yaitu peneliti, soal tes, dan pedoman
wawancara. Berdasarkan hasil validasi soal tes dan pedoman wawancara didapatkan 𝑉𝑎
yaitu sebesar 2,832 dan dinyatakan valid. Soal tes yang sudah dinyatakan valid kemudian diberikan kepada subjek penelitian. Setelah selesai, subjek diwawancara
untuk menggali proses berpikirnya. Hasil dari tes dan wawancara kemudian
dianalisis untuk mendeskripsikan proses berpikirnya.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, siswa tunagrahita ringan
cenderung melalui seluruh tahapan berpikir menurut Piaget dalam menyelesaikan
masalah kontekstual persegi dan persegi panjang berdasarkan pemecahan masalah
IDEAL. Proses berpikir menurut Piaget dibagi menjadi empat yaitu disequilibrium,
asimilasi, akomodasi dan equilibrium. Adapun proses berpikir kedua subjek sebagai
berikut.
Pada tahap identify problem (mengidentifikasi masalah), S1 mengalami
disequilibrium ketika S1 menjelaskan bahwa belum pernah menjumpai masalah
kontekstual sebelumnya, S1 mengalami asimilasi ketika S1 dapat menyebutkan data
apa saja yang diketahui tanpa menghiraukan apakah jawaban tersebut benar atau
salah, S1 tidak mengalami akomodasi pada tahap mengidentifikasi masalah, dan S1
mengalami equilibrium ketika S1 dapat menjawab mengenai data apa saja yang
diketahui dengan benar pada soal nomor 1 sampai 4. Pada tahap define goal
(menentukan tujuan), S1 mengalami disequilibrium ketika S1 menjawab pertanyaan
secara ragu-ragu pada soal nomor 3, S1 mengalami asimilasi ketika S1 menyebutkan
apa yang ditanya pada soal nomor 1 sampai 4 secara spontan, S1 tidak mengalami
akomodasi pada tahap menentukan tujuan, dan S1 mengalami equilibrium ketika S1
dapat menyebutkan apa yang ditanya pada soal nomor 1 sampai 4 secara benar. Pada
tahap explore possible strategies (mengeksplorasi strategi yang mungkin), S1
mengalami disequilibrium ketika S1 masih merasa bingung dalam membedakan
rumus luas dan keliling pada bangun persegi serta dalam menyelesaikan masalah
pada soal nomor 4, S1 mengalami asimilasi ketika S1 dapat menggunakan semua
data baik yang diketahui maupun yang ditanya serta dapat menjelaskan langkahlangkah yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah walaupun
menggunakan bahasanya sendiri, S1 mengalami akomodasi ketika S1 menyebutkan
rumus keliling persegi serta mengubah langkah-langkah yang akan digunakan dalam
menyelesaikan masalah pada soal nomor 2, dan S1 mengalami disequilibrium ketika
S1 mampu menjelaskan langkah-langkah yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah dengan tepat. Pada tahap anticipate outcomes and act (mengantisipasi hasil
dan bertindak), S1 tidak mengalami disequilibrium, S1 mengalami asimilasi ketika
S1 dapat menentukan operasi yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah
secara benar, S1 tidak mengalami akomodasi, dan S1 mengalami equilibrium ketika
S1 dapat menentukan jarak yang ditempuh untuk mengelilingi lapangan, menentukan
luas rumput buatan, menentukan panjang renda serta menentukan luas kain. Pada
tahap look back and learn (melihat kembali dan belajar), S1 tidak mengalami
disequilibrium, S1 mengalami asimilasi ketika S1 mampu memeriksa jawabannya
kembali serta mampu memberikan alasan yang tepat dari setiap langkah yang dilalui,
S1 tidak mengalami akomodasi, dan S1 mengalami equilibrium ketika S1 mampu
memberikan alasan yang tepat dari jawaban yang telah disampaikan. | en_US |