dc.description.abstract | Karakteristik pembakaran api menjadi tolak ukur terhadap energi yang
dihasilkan dan emisi gas buang yang mempengaruhi lingkungan. Penelitian
dilakukan untuk memahami efek pembakaran secara eksperimental pada rasio
ekuivalen ϕ antara 0,5 hingga 1,5. Secara umum, api yang tertutup sebagian dan
api permukaan diamati di sisi bawah media berpori. Campuran kaya bahan bakar
dengan nilai rasio 1,2 hingga 1,5 menghasilkan api difusi eksternal dengan
kecepatan masuk yang tinggi. Nyala api dengan pusat yang cembung muncul pada
kecepatan masuk tertentu karena kecepatan lokal yang relatif lebih tinggi dari
metode penggulungan wire mesh (Guangyao Yang, 2022). Penelitian oleh Ju et
al., (2021) menemukan bahwa api tidak dapat melewati mesh dengan
konduktivitas termal yang tinggi, porositas yang rendah, posisi penyisipan yang
rendah, dan suhu mesh yang tinggi, menunjukkan bahwa perilaku api sangat
terkait dengan suhu kritis jaringan. Suhu kritis jaringan yang membedakan apakah
api dapat melewati wire mesh adalah sekitar 965 ± 15 K. Metode empiris diajukan
untuk memperkirakan suhu kritis tersebut, yang sejalan dengan data
eksperimental.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi campuran
udara, gas butana, dan etanol terhadap karakteristik pembakaran. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio ekivalen terhadap
karakteristik pembakaran gas butana dan etanol, serta pengaruh wire mesh
terhadap karakteristik pembakaran gas butana dan etanol.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental,
melakukan pengamatan langsung untuk mengetahui hubungan sebab akibat
dengan menggunakan wire mesh 30 pada Bunsen burner untuk mengatur
kecepatan pembakaran dengan menggunakan bahan bakar etanol.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai laju pembakaran laminer
tertinggi terjadi pada rasio ekivalen 1, dibandingkan dengan rasio ekivalen
lainnya. Pada pengujian menggunakan gas butana, laju pembakaran tertinggi
mencapai 22.55 cm/s, namun setelah dipasang wire mesh, laju pembakaran
laminer menurun menjadi 11.78 cm/s. Selanjutnya, ketika gas butana dicampur
dengan etanol, nilai laju pembakaran mencapai 12.66 cm/s.
Perbedaan tinggi api dipengaruhi oleh campuran bahan bakar dengan udara.
Nilai tinggi api pada rasio ekivalen yang lebih besar atau lebih kecil daripada 1
(˃1 atau ˂1) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rasio ekivalen 1.
Terdapat kondisi campuran bahan bakar yang disebut "campuran yang tidak
seimbang", yaitu campuran miskin (0,8 dan 0,9) dan kaya (1,1 dan 1,2), yang
mengakibatkan nyala api kurang stabil sehingga tinggi api pada campuran yang
tidak seimbang cenderung lebih tinggi.
Dalam pengujian, pengaruh rasio ekivalen dan penambahan wire mesh pada
Bunsen burner menyebabkan perbedaan dalam laju pembakaran laminer. Pada
pengujian pembakaran gas butana, terdapat perbedaan nilai laju pembakaran
terendah sebesar 5.45 cm/s pada rasio ekivalen 1, sementara nilai laju pembakaran
tertinggi mencapai 22.55 cm/s. Namun, setelah pemasangan wire mesh pada
Bunsen burner, laju pembakaran terendah hanya sebesar 1.22 cm/s. Ketika gas
butana dicampur dengan etanol, nilai laju pembakaran terendah mencapai 4.12
cm/s.
Selain itu, pada pengujian, nilai tinggi api tertinggi tercatat pada rasio
ekivalen 1,2 sebesar 19,0 mm ketika gas butana digunakan tanpa wire mesh pada
Bunsen burner. Di sisi lain, tinggi api terendah terjadi pada rasio ekivalen 1
sebesar 8,39 mm akibat penggunaan wire mesh pada Bunsen burner,
menunjukkan bahwa tinggi api sangat dipengaruhi oleh rasio ekivalen dan
penggunaan wire mesh. | en_US |
dc.description.sponsorship | DPU: Dr. Muh. Nurkoyim Kustanto, S.T., MT
DPA: Ir. Mahros Darsin, S.T, M.Sc., Ph.D | en_US |