dc.description.abstract | Penelitian ini dilandasi dengan fenomena maraknya diagnosa mandiri
terkait penyakit gangguan bipolar. Gangguan bipolar diartikan sebagai gangguan
fluktuasi suasana hati yang ekstrim dengan adanya fase normal di antara keduanya.
Fase depresi cenderung berlangsung lebih lama 6-12 bulan, sedangkan fase mania
bisa berlangsung 2 minggu hingga 4-5 bulan. Faktor pemicu penyakit ini salah
satunya adalah ketidakseimbangan neurotransmitter yang memicu gangguan pada
ekspresi emosi. Penelitian ini berfokus pada dua tujuan, yakni; (1) mengetahui
penggunaan bahasa pada ekspresi emosi secara verbal dan nonverbal penderita
gangguan bipolar pada film Kukira Kau Rumah; (2) mengetahui kecenderungan
emosi pada gangguan bipolar dalam film Kukira Kau Rumah dan kaitannya dengan
gangguan bipolar menurut psikologi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data penelitian
bersumber dari film Kukira Kau Rumah yang terdapat pada platform Disney+
Hotstar. Data dikumpulkan dengan metode simak dan menggunakan teknik
lanjutan berupa teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC), kemudian dilanjutkan
dengan catat. Data yang sudah terkumpul dengan rinci, kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode interpretasi data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan 5 ekspresi emosi, yakni kenikmatan,
kesedihan, amarah, jengkel dan cinta, dengan ciri kebahasaan, antara lain; (1) emosi
kenikmatan berupa perasaan gembira dan riang adalah pengunaan kiasan yang
menunjukkan delusi disertai tindakan beresiko yaitu melompat, jumlah produksi
kalimat yang sangat banyak dengan satu stimulus disertai mencubit dan tertawa,
mempresentasikan diri dengan kata-kata yang positif disertai seringai lebar, dan
penggunaan ujaran imperatif untuk meminta atensi dan memberikan komando
secara berlebihan, disertai tertawa, menari, dan tepuk tangan; (2) emosi kesedihan berupa perasaan pedih, melankolis, sangat kecewa dan putus asa adalah
penggunaan adjektiva berkolokasi negatif disertai menangis, pelesapan untuk
fungsi dalam sebuah kalimat disertai dengan merengek dan ide bunuh diri, dan
repetisi pada suatu ujaran untuk menekankan penolakan disertai dengan merengek,
menangis, dan ide bunuh diri; (3) emosi amarah berupa perasaan mengamuk, kesal
hati dan arogan adalah penggantian atau penyebutan kata ganti orang kedua dari
sopan lalu tidak sopan dengan cepat disertai tindakan menunjuk-nujuk lawan tutur
dan otot menegang, ujaran sarkasme berupa hinaan dan umpatan dengan lompatan
emosi yang cepat disertai berteriak dan menangis, menyalahkan orang lain atas
keadaan diri dan ujaran anti teguran atau tidak mau disalahkan disertai dengan
ancaman yang menuju pada tindakan beresiko menyakiti orang lain, menunjuk nunjuk lawan tutur, frasa verba bermakna gramatikal negatif disertai tindakan
melempar barang dan berteriak; (4) emosi jengkel berupa perasaan tidak suka dan
muak adalah penggunaan kalimat interogatif untuk menyalahkan orang lain disertai
berteriak, ide bunuh diri dan menangis, penggunaan kata bersifat imperatif untuk
menghentikan kegiatan lawan tutur disertai tindakan menutup telinga dan mata
terpaksa terpejam, ujaran sarkasme berupa umpatan disertai berteriak, mendorong
dan menarik kerah baju lawan tutur, repetisi untuk menunjukkan perasaan tidak
suka disertai dengan alis mengkerut dan memutar bola mata dengan jengah; (5)
emosi cinta berupa perasaan kasih dan penerimaan adalah penggunaan ungkapan
kasih sayang secara langsung atau spontan dan tidak memikirkan resiko dengan
tatapan mata yang berkepanjangan dan dalam, serta adanya repetisi untuk
menekankan kerelaan ditinggalkan agar lawan tutur mendapatkan yang lebih baik
dengan tatapan kosong. Kemudian pada hasil penelitian pada masalah kedua,
peneliti menemukan adanya kecenderungan emosi berupa ekspresi emosi negatif,
yaitu amarah dan kesedihan. Kedua emosi tersebut terjadi lebih lama daripada
emosi positif. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian dan realitas kehidupan
penderita gangguan bipolar sangat berkaitan. | en_US |