dc.description.abstract | Dalam suatu proses persidangan di Pengadilan ada beberapa tahapan
namun tahapan yang sangat menentukan bagi para pihak yang berperkara adalah
pada tahap dimana Hakim membacakan putusan (vonis) . Pasal 191 dan Pasal 193
KUHAP mengatur tentang bentuk putusan hakim dimana ada tiga macam putusan
yaitu putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan
pemidanaan. Terkait dengan salah satu bentuk putusan hakim yaitu berupa
putusan bebas.
Pasal 244 KUHAP menyebutkan bahwa terhadap putusan perkara pidana
yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada
Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Namun dalam prakteknya terhadap putusan bebas Penuntut Umum dapat
melakukan upaya hukum kasasi dengan berpendapat bahwa putusan bebas yang
dijatuhkan oleh Hakim tersebut merupakan putusan bebas tidak murni, sehingga
terhadap putusan bebas tidak murni ini dapat dimintakan upaya hukum kasasi.
Terlepas dari fungsinya yang memberikan perlindungan terhadap harkat
serta martabat manusia, seharusnya penerapan/pelaksanaan Hukum Acara Pidana
(KUHAP) tidak hanya mengatur tentang pemberian perlindungan hak asasi bagi
seorang tersangka atau terdakwa, namun juga harus mengatur mengenai hak
negara untuk melindungi korban atau penuntut umum selaku pihak yang mewakili
negara untuk melindungi hak korban dan menegakkan hukum. Jika hukum acara
pidana hanya memperhatikan hak asasi dari tersangka atau terdakwa saja, maka
proses penegakan hukum atau proses berjalannya sistem peradilan pidana akan
berjalan kurang efektif karena setiap hak yang dilakukan oleh penegak hukum
akan bertentangan dengan hak-hak yang dimiliki oleh seorang tersangka atau
terdakwa. Termasuk pula disini pengajuan upaya hukum kasasi yang diajukan
oleh penuntut umum terhadap putusan bebas. Pengajuan upaya hukum kasasi
dilakukan oleh penuntut umum sebagai wujud memberikan perlindungan bagi
korban maupun bagi negara, yang merasa telah dirugikan oleh perbuatan pelaku
pidana serta untuk mewujudkan kepastian hukum.
Dari penjelasan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan
tesis ini adalah mengenai dasar hukum diajukannya upaya hukum kasasi oleh
penuntut umum terhadap putusan bebas (vrijspraak) serta preskripsi dan
perspektif upaya hukum kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan bebas
(vrijspraak) terkait dengan asas kepastian hukum.
Tipe penelitian dalam tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif
dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta
pendekatan konseptual (conceptual approach), sehingga diperoleh kesimpulan
dasar hukum diajukannya upaya hukum kasasi oleh Penuntut Umum terhadap
putusan bebas (vrijspraak) adalah berupa yurisprudensi, doktrin, dan didukung
oleh aturan internal di kejaksaan yang mengatur tentang upaya hukum kasasi oleh
Penuntut Umum, selain itu terdapat alasan dari Penuntut Umum yang berpendapat
bahwa putusan bebas yang dijatuhkan oleh pengadilan merupakan bebas tidak
murni, yang mana putusan tersebut muncul dikarenakan : adanya kekeliruan
penafsiran oleh hakim atas suatu istilah dalam surat dakwaan, hakim telah salah
dalam menerapkan hukum, ataupun hakim telah bertindak melampui batas
ix
wewenangnya. Berbicara tentang preskripsi, maka dalam praktek pengajuan
upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas oleh Penuntut Umum dikarenakan
adanya putusan bebas dari pengadilan yang didasarkan pada kekeliruan penafsiran
oleh hakim terhadap suatu istilah dalam surat dakwaan, hakim telah salah dalam
menerapkan hukum, ataupun hakim telah bertindak melampui batas
wewenangnya. Sehingga dengan adanya putusan bebas yang didasarkan pada halhal
tersebut di atas dapat menyebabkan munculnya ketidakpastian hukum. Oleh
karena itu demi terwujudnya kepastian hukum, Penuntut Umum berusaha
meluruskan atau mengkoreksi kekeliruan yang telah dilakukan oleh pengadilan
dalam menjatuhkan putusan bebas, melalui pengajuan upaya hukum kasasi ke
Mahkamah Agung, dan Mahkamah Agung wajib memeriksa apabila ada pihak
yang mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan bawahannya
yang membebaskan terdakwa, yaitu guna menentukan sudah tepat dan adilkah
putusan pengadilan bawahannya itu. Sedangkan bila berbicara tentang perspektif,
pada dasarnya terhadap polemik atas adanya pengajuan upaya hukum kasasi oleh
penuntut umum terhadap putusan bebas, maka pasal 244 KUHAP harus segera
direvisi yaitu dengan mencantumkan secara tegas tentang putusan bebas yang
bagaimana yang dapat dimintakan upaya hukum Kasasi ,hal ini demi terwujudnya
kepastian hukum .
Adapun saran yang diajukan dari hasil penulisan tesis ini yaitu perlunya
dilakukan revisi kembali terhadap Rancangan KUHAP terakhir yaitu tahun 2010,
sebab dalam rancangan tersebut ternyata belum mengakomodir keinginan dari
para penegak hukum, khususnya Penuntut Umum dan Hakim, serta masyarakat
selaku pencari keadilan (justiciabellen), dengan kata lain dalam Rancangan
KUHAP terahir yaitu tahun 2010 belum mengatur dengan jelas dan tegas tentang
putusan bebas yang bagaimana yang dapat di ajukan upaya hukum kasasi. Hal itu
sangat penting untuk mengatasi polemik didalam parktek yang terdapat
kualifikasi atas putusan bebas tersebut, yang menurut doktrin, Penuntut Umum
maupun Hakim yang dalam putusannya menyatakan bahwa putusan bebas yang
tidak didasarkan atas tidak terbuktinya unsur-unsur dalam surat dakwaan maka
pembebasan tersebut bukan merupakan pembebasan yang murni dengan
demikian maka putusan bebas dapat dikwalifikasikan menjadi dua yaitu putusan
bebas murni dan putusan bebas tidak murni. | en_US |