dc.description.abstract | Pembiayaan dengan akad murabahah adalah merupakan salah satu produk penyaluran
dana oleh bank syariah kepada nasabah dalam bentuk barang dengan menggunakan akad jual
beli. Bank disini sebagai kreditur karena menyalurkan dana untuk membeli barang keperluan
nasabah dan sekaligus sebagai penjual karena bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah.
Terdapat 2 prinsip hukum sekaligus, yakni prinsip hukum pembiayaan dan prinsip
hukum jual beli.Prinsip kepercayaan dan kehati-hatian dalam pembiayaan adalah suatu
keharusan karena yang disalurkan bank syariah adalah dana masyarakat sehingga harus
dikembalikan, namun aspek kesyariahan tidak dapat diabaikan karena menyangkut keabsahan
akad. Adapun prinsip hukum jual beli (murabahah) meliputi prinsip suka sama suka, barang
yang diperjual belikan milik sendiri, barang yang diperjual belikan bukan barang yang
diharamkan, dan prinsip jujur, karena jual beli murabahah ini merupakan jual beli amanah,
yaitu penjual yang dalam hal ini adalah bank wajib menjelaskan dengan jujur bahwa harga
jual terdiri dari harga pembelian ditambah biaya-biaya dan keuntungan yang disepakati.
Keuntungan dalam skim murabahah dalam praktek ternyata lebih tinggi dari bunga
bank konvensional, Namun oleh karena bank konvensional dalam akadnya menggunakan akad
pinjam meminjam “kredit” sementara pembiayaan di perbankan syariah menggunakan akad jual beli
“murabahah” sehingga alas hukum yang dipergunakan “al-hukmu”nya berbeda, artinya salah satu
rukun qiyas tidak terpenuhi, maka tidak dapat diterapkan qiyas dan tidak dapat dikatakan riba,
hanya saja hal itu akan menodai rasa keadilan masyarakat.
Akad jual beli dalam pembiayaan dengan skim murabahah merupakan rekayasa pinjaman
untuk menghindari bunga yang diyakini riba. Praktek rekayasa semacam ini disebut hilah, dan hilah
untuk kebaikan dibolehkan dalam islam. Daripada masyarakat terbelenggu dengan praktek riba,
maka menghindari riba itu lebih utama, dan perlu dilakukan pemurnian syariah.
Setelah terjadi kesepakatan antara bank dan nasabah makaseketika itu juga keduanya
terkait dengan hubungan hukum. Hubungan hokum terkait dengan akad pembiayaan
murabahah oleh karena bank tidak memiliki barang yang dibutuhkan nasabah, maka akan
melibatkan pihak ketiga lainnya yang dalam hal ini adalah supplier/distributor, sehingga akan
terjadi hubungan hokum antara bank dengan nasabah, bank dengan supplier, dan nasabah
dengan supplier.
Dalam suatu akad bisa saja dalam perjalanannya nanti aka ada pihak yang ingkar
janji/wan prestasi, dan dari wan prestasi ini akan timbul sengketa diantara pihak-pihak yang
mengadakan atau terkait dengan kesepakatan dimaksud. Prinsip penyelesaian sengketa itu
telah diantisipasi undang-undang, yaitu melalui jalur litigasi yang secara absolute menjadi
kewenangan Pengadilan Agama (UU No.3Tahun 2006), maupun jal;ur non litigasi yang
meliputi musyawarah, mediasi perbankan, dan melalui badan arbitrase syariah nasional (UU
No.21 Tahun 2008).
ABSTARCT
Financing by murabaha contract is one of the product distribution of funds by Islamic banks to
customers in the form of goods using purchase contract. Bank here as a creditor due to channel
funds to purchase consumer goods clients and vendors as well as bank and then sell the goods to the
customer.
There are two principles of law as well, which is financing the legal principles and legal principles of
selling beli.Prinsip confidence and caution in the financing is a must because the Islamic banks are
channeled public funds to be returned, but kesyariahan aspects can not be ignored because it
involves the validity of the contract. The legal principle of sale (murabaha) includes the principle of
consensual, traded goods owned, traded goods are not goods that are forbidden, and the principle
of honest, because murabaha sale is a sale of the trust, the seller which in this case the bank must
explain honestly that the selling price of the purchase price plus the costs and benefits agreed upon.
Profit in murabaha scheme in practice is higher than conventional bank interest, but because of the
conventional banks in a lending contract akadnya using "credit" financing in Islamic banking while
using the sale and purchase agreement "murabaha" so that the legal base used "al-hukmu"
different, it means one of the pillars of qiyas is not met, then it can not be applied qiyas and can not
be said to be usurious, it's just that it will tarnish the community's sense of justice.
In financing the sale and purchase contract with an engineering murabaha loan scheme to avoid
flowers that are believed to usury. Engineering practices are called hilah, and for good hilah allowed
in Islam. Instead of people chained to the practice of usury, so it's more important to avoid usury,
and Islamic purification needs to be done.
After the agreement between bank and customer makaseketika also both related to the legal
relationship. Legal relationship associated with murabaha financing agreement because banks do
not have the required items the customer, it will involve third parties in this case are a supplier /
distributor, so the law will be the relationship between banks and customers, banks and suppliers,
and customers and suppliers .
In an agreement could have on the way there are those who later aka broken promise /
achievement wan, wan and achievements of these disputes will arise between the parties relating to
agreements entered into or intended. Principles of dispute resolution that has been anticipated
legislation, namely through the absolute litigation under the authority of the Religious (No.3Tahun
Act 2006), and jal; ur non litigation that includes consultation, mediation, banking, and through the
agency of national sharia arbitration (Act # 21 of 2008) | en_US |