dc.description.abstract | Keracunan metanol sering terjadi di negara kita dan dapat menyebabkan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas seperti yang pernah tejadi pada
pertengahan tahun 2008, 21 orang tewas di Jambi karena menenggak minuman
keras oplosan, 26 orang dilaporkan tewas di Denpasar tahun 2009. Di Manado, 12
orang tewas. Di Indramayu, 19 remaja juga tewas karena hal serupa. Di
Banjarmasin pada tahun 2011 4 Warga Negara Rusia tewas setelah minum miras
oplosan (Armandhanu, 2011). Hal ini disebabkan oleh
sering dipakainya metanol
sebagai pengganti alkohol oleh pecandu-pecandu alkohol, karena harganya relatif
murah. Meskipun bahan ini utamanya hanya menimbulkan gangguan kesadaran
(inebriation), bahan metabolitnya sendiri dapat menimbulkan asidosis metabolik,
kebutaan, dan kematian setelah periode laten selama 6-30 jam (Tjokroprawiro, 2007).
Salah satu organ yang mendapat gangguan adalah ginjal. Ginjal umumnya kurang
dipertimbangkan sebagai target organ utama dalam kasus intoksikasi metanol.
Gagal ginjal akut sebelumnya lebih dipertimbangkan sebagai komplikasi terminal
keracunan metanol, akan tetapi episode berulang dari kerusakan ginjal akut telah
banyak didokumentasikan (Closs & Solbeg, 1970). Mekanisme patofisiologinya
masih diragukan, namun pada beberapa deskripsi terdahulu menjelaskan bahwa
mekanisme yang terjadi adalah nekrosis tubulus proksimal tanpa lesi glomerulus
(Erlanson et al, 1965). Madu adalah cairan manis alami yang berasal dari nektar
tumbuhan yang diproduksi oleh lebah madu. Madu merupakan salah satu dari
sekian banyak bahan alami yang telah lama digunakan sebagai obat (Susanto,
2007).
Beberapa Bukti mengatakan bahwa madu memiliki beberapa manfaat bagi
kesehatan seperti gastroprotektif, hepatoprotektif, antioksidan, anti hipertensi, anti
bakteri, anti jamur, dan anti inflamasi. Selain itu madu mengandung enzim-enzim
vii
seperti glukosa oksidase, diastase, invertase, katalase, dan peroksidase yang sangat
baik untuk kesehatan (Bogdanov et al. 2008).
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian madu terhadap
perubahan histopatologi ginjal tikus wistar jantan yang diinduksi metanol dan
mengetahui pengaruh perbedaan dosis madu yang diberikan tehadap perubahan
histopatologi ginjal tikus wistar jantan yang diinduksi metanol.
Penelitian ini adalah penelitian true eksperimental yang menggunakan hewan
coba tikus, dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember pada bulan September 2013. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah madu
yang berasal dari nektar buah kelengkeng yang di
sekresikan oleh lebah Apis meliifera dan sudah memiliki sertifikat SNI. Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah tikus Wistar jantan (Rattus novergicus) yang
rata-rata berusia 2-3 bulan dengan berat sekitar 150-200 gram. Penelitian ini
menggunakan sampel 25 ekor tikus wistar jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok
yaitu kelompok K
n (kontrol negatif), Kp (kontrol positif), P1 (perlakuan 1), P2
(perlakuan 2), dan P3 (perlakuan 3). Jumlah sample pada masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor tikus wistar yang ditentukan secara acak (simple random sampling).
Selanjutnya tikus akan diaklimatisasi selama 7 hari dengan pemberian pakan dan
minum standar. Kemudian dilakukan perlakuan dengan pemberian madu melalui
sonde lambung dengan dosis yang ditentukan berdasarkan hasil konversi dari manusia
ke tikus yang setara dengan 0,25 mL/200 gram BB tikus ; 0,5mL/200 gram BB tikus
dan 0,75mL/200 gram BB tikus. Pemberian madu ini dilaksanakan pada hari ke-1
sampai hari ke-7. Pada hari ke 6 dan 7 dilakukan induksi metanol melalui sonde
lambung pada semua sampel dengan dosis 2,25 ml 1 jam setelah pemberian madu.
Pada hari ke-8, seluruh tikus dikorbankan melalui dekapitasi. Selanjutnya tikus
dibedah dan dilakukan pengambilan organ ginjal untuk dilakukan pemrosesan
jaringan yang kemudian dilakukan pengamatan mikroskopis. Sampel yang sudah
diambil kemudian dibersihkan dengan aquadest dan difiksasi dengan menggunakan
formalin 10%. Dari setiap sampel ginjal dibuat preparat dengan potongan koronal.
Preparat tersebut akan dibaca minimal 100 sel dalam lima lapangan pandang dengan
perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca adalah perubahan abnormal gambaran
histopatologi pada ginjal dengan menghitung sel normal, atrofi/dilatasi sel,
viii
inflamasi/fibrosis sel, dan nekrosis sel. Penentuan skor ditentukan berdasarkan
kriteria scoring Venient et Al..
Dari hasil
penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan perubahan
gambaran histopatologi sel ginjal tikus wistar yang bermakna dengan nilai
p=0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian madu
terhadap perubahan gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi metanol. Hal ini
didukung oleh temuan penelitian dalam analisis deskriptif yang menyatakan
bahwa pada kelompok perlakuan 3 terjadi kerusakan sel tubulus ginjal yang
terkecil daripada kelompok perlakuan lain (diluar kelompok kontrol negatif).
Sedangkan dalam analsis analitik antara kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan
2, dan kelompok perlakuan 2 dengan perlakuan 3, ditemukan perbedaan pada
analisa deskriptif, namun tidak ditemukan perbedaan yang bermakna dalam
analisis analitik. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan beberapa komponen
madu yang dapat mencegah kerusakan pada ginjal sangat bervariasi dan
dimungkinkan kurang mencukupi untuk mencegah kerusakan ginjal akibat induksi
metanol secara signifikan. Kemudian dapat juga diakibatkan oleh dosis metanol
yang diberikan terlalu banyak sehingga upaya pencegahan kurang bermakna,
selain itu terdapat pula faktor-faktor lain, yaitu rentang dosis madu yang tidak
terlalu besar, waktu penelitian yang singkat, dan faktor stress.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
pemberian madu personde dengan dosis 1ml/hari , 2ml/hari, dan 3ml/hari terhadap
perubahan gambaran histopatologi ginjal tikus wistar yang telah diinduksi
metanol. Pada kelompok kontrol negatif tidak terdapat perubahan gambaran
histopatologi, sedangkan pada kelompok kontrol positif terdapat perubahan
histopatologis yang sangat signifikan. Dosis pemberian madu berpengaruh
terhadap perubahan gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi metanol. Hal ini
ditunjukkan semakin tinggi pemberian dosis madu maka skor presentasi
kerusakan sel ginjal yang diinduksi metanol semakin menurun. | en_US |