dc.description.abstract | Dalam UUD 1945 tidak mengatur apakah kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD. Namun Pasal 18 ayat (4)
menegaskan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Pemilihan kepala
daerah dilakukan secara demokratis melalui pemilihan Umum kepala daerah dan
wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
Pemilihan Kepala Daerah langsung akan mengeliminasi distorsi-distorsi
demokrasi dalam praktik pilkada sistem perwakilan (DPRD) dan memberikan
kesempatan rakyat memilih pimpinan daerah secara objektif. Namun pemilihan
umum atau pemilihan kepala daerah secara langsung menyimpan celah yang bisa
berubah menjadi suatu ironi, celah tersebut berupa politik uang (Money politics).
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang tentang Pemerintahan daerah
larangan politik uang, diatur dalam Pasal 82 apabila Pasangan calon dan/atau tim
kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran money politics berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD. Sedangkan dalam pasal 117 ayat
2; sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Dalam Pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur
Tahun 2008 terdapat perlanggaran secara administratif dan pelanggaran pidana
yang sistematis, terstruktur dan masif. Fakta-fakta hukum telah nyata merupakan
pelanggaran konstitusi, khususnya Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang
mengharuskan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara demokratis, dan tidak
melanggar asas-asas pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1)
UUD 1945. Satu prinsip hukum dan keadilan yang dianut secara universal
menyatakan bahwa “tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan
pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan
oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain”
(nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria).
Tindak pidana yang telah dilakukan secara terstuktur sistematis dan masif
yang tercantum didalam keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.D-
VI/2008 harus diajukan ke pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tindak pidana tersebut harus diajukan Melalui Proses
Peradilan Umum, ada tindakan yang seharusnya dilakukan oleh aparat penegak
hukum pidana (Official Criminal Juctice System) sehingga mampu menciptakan
rasa keadilan pada masyarakat.
Putusan Sela berupa Pemilihan ulang dibeberapa kabupaten yang tertuang
dalam keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 tidak dapat
menghapus unsur tindak pidana politik uang karena walaupun keputusan yang
dikeluarkan oleh Mahkamh Konstitusi tersebut bersifat Final namun tindak pidana
yang telah dilakukan oleh pasangan calon pemilu kepala daerah harus diproses
lebih lanjut melalui peradilan umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. ...In the 1945 Constitution does not regulate whether regional heads are
elected directly by the people or elected by the parliament. However, Article 18
paragraph (4) confirms that the democratically elected regional head. Local
elections in a democratic manner through the General election of regional head
and deputy head of the region directly by the people.
Direct local elections will eliminate distortions in the practice of electoral
democracy representative system (parliament) and giving people the opportunity
to choose local leaders objectively. But elections or local elections directly save a
gap that could turn out to be an irony, gaps in the form of money politics (Money
politics).
In Act No. 32 of 2004 concerning the prohibition on political governance
of money, provided for in Article 82 if the pair of candidates and / or teams who
proved to have violated campaign money politics by the Court's decision that has
legally binding sanctions cancellation as a candidate by the parliament.
Meanwhile, in article 117, paragraph 2; criminal sanctions such as imprisonment
for 2 (two) months and a maximum of 12 (twelve) months and / or a fine of Rp.
1,000,000.00 (one million rupiah) and a maximum of Rp. 10,000,000.00 (ten
million dollars).
In the general election of Governor and Deputy Governor of East Java in
2008 there were perlanggaran administrative and criminal violation of a
systematic, structured and massive. The facts of a violation of law has a real
constitution, particularly Article 18 paragraph (4) of the 1945 Constitution which
requires local elections in a democratic manner, and does not violate the
principles of general elections that are direct, general, free, secret, honest, and fair
as defined in Article 22E Paragraph (1) of the 1945 Constitution. The principles of
law and justice universally adopted stating that "no one may benefit from
diversion and the offense itself and no one should be disadvantaged by
irregularities and violations committed by others" (nullus / nemo commodum
potest de injuria sua capere propria).
Crime have been conducted in a systematic and massive structured set
forth in the decision of the Constitutional Court No. 41/PHPU.D-VI/2008 should
be submitted to the authorities in accordance with statutory regulations. The
criminal act must be submitted through the General Court process, no action
should be carried out by criminal law enforcement officials (Official Criminal
Juctice System) so as to create a sense of justice in society.
Interlocutory Injunction in several districts in the form of re-election as
stipulated in the Constitutional Court's decision 41/PHPU.D-VI/2008 can not
remove elements of political crimes of money because although the decision
issued by the Constitutional Mahkamh is final yet crime has been perpetrated by a
spouse regional head election candidates must be further processed through the
general court in accordance with the provisions of the legislation. | en_US |