PENGATURAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA RULES AND LEGAL PROTECTION FOR EVERY PARTY IN FRANCHISE AGREEMENT
Abstract
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki orang perseorangan atau badan
usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan
barang dan/ atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau
digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dalam membuat dan
melaksanakan suatu perjanjian waralaba oleh para pihak seharusnya didasarkan
pada kepentingan yang setara secara bertimbal balik yang masing-masing pihak
harus menghormati kepentingan yang lain. Masing-masing pihak yang
mempunyai kepentingan tersebut perlu mendapatkan perlindungan hukum.
Namun demikian dalam pengaturan perlindungan hukum bagi para pihak dalam
perjanjian waralaba ditemukan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah prinsip-prinsip yang timbul dari hubungan hukum antara para pihak
dalam perjanjian waralaba sesuai dengan prinsip dalam hukum perjanjian?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum preventif dan represif bagi para pihak
dalam perjanjian waralaba?
3. Bagaimanakah upaya penyelesaian jika terjadi perselisihan dalam perjanjian
waralaba?
Dari penulisan tesis ini digunakan metode yuridis normatif, artinya
penekanan pada ilmu hukum normatif, sedangkan dalam pencarian bahan hukum
tetap berpegang pada segi-segi yuridis yang terdapat pada undang-undang yang
mengatur waralaba. Sumber bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum
primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tersier.
Dari analisis yang dilakukan , disimpulkan bahwa :
1. Perjanjian waralaba hukum perjanjian Indonesia (KUH Perdata) belum
mengaturnya. Untuk perjanjian tersebut, KUH Perdata hanya dapat
mengakomodasinya berdasarkan pasal 1338 ayat 1 dan pasal 1320 tentang
syarat sahnya suatu perjanjian. Pengaturan dan hubungan hukum para pihak
dalam perjanjian waralaba adalah kontrak atau perjanjian waralaba yang telah
disepakati oleh para pihak, sehingga menciptakan hubungan hukum berupa
hak dan kewajiban hukum bagi pemberi waralaba dan penerima waralaba
sesuai dengan prinsip kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian . Dalam
penyelenggaraan perjanjanjian waralaba juga harus memperhatikan ketentuan
dari yang berlaku dalam membuat perjanjian waralaba di Indonesia yaitu PP
No. 42 tahun 2007 tentang waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan No.
31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
2. Perlindungan hukum secara preventif untuk para pihak dalam perjanjian
waralaba adalah dilakukan dengan cara memenuhi segala kewajiban masingmasing
pihak
dan
mematuhi
maksud-maksud
dalam
perjanjian
waralaba,
serta
ketentuan
yang
berlaku
dalam
membuat
perjanjian
waralaba
di
Indonesia
yaitu
PP
No. 42 tahun 2007 tentang waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan
No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Sedangkan perlindungan hukum represif bagi para pihak dalam perjanjian
waralaba dapat berupa gugatan perdata, tuntutan pidana serta alternatif
penyelesaian sengketa, dan juga dilakukan dengan jalan memberikan sanksi
119
administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 26, 27 dan 28 dari Permendagri
No. 31/M-DAG/PER/8/2008.
3. Penyelesaian perselisihan yang ditempuh bagi para pihak yang membuat
perjanjian waralaba adalah dengan cara litigasi melalui lembaga peradilan dan
cara non litigasi . Dari kedua alternatif tersebut yang paling diminati oleh para
pihak yang berselisih adalah melalui cara non litigasi (arbitrase) karena
dipandang proses penyelesaiannya dapat berjalan dengan cepat, biaya murah
dan tidak memerlukan waktu lama.
Oleh karena itu disarankan :
1. Sebelum membuat perjanjian waralaba sebaiknya pemberi waralaba dan
penerima waralaba harus terlebih dahulu mempelajari dan memahami sistem
waralaba serta peraturan yang mengaturnya, disarankan juga dalam membuat
perjanjian harus melibatkan penasehat hukum atau konsultan agar perjanjian
tersebut tidak merugikan para pihak.
Perlu adanya evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan waralaba di Indonesia serta
kebijakan pemerintah tentang usaha waralaba terutama yang berkaitan dengan
belum diberlakukannya sanksi yang tegas terhadap mereka yang melanggar
peraturan tentang waralaba seperti persyaratan minimal jangka waktu perjanjian,
dan persyaratan pendaftaran....ranchise is a special right that belonged by an individual or company to
the business systems with business characteristics in order to market the goods
and / or services that have proven successful and it can be utilized and / or used by
other parties under the franchise agreement. In making and executing a franchise
agreement by the parties should be based on equitable interests intterralationship
that each party should respect to other interests. Each party who have an interest
should obtain legal protection.
Based on the above background, hence the writer makes of erudition in the
form of thesis that have entitled "Regulatory and Legal Protection for the Parties
in the Franchise Agreement."
Viewing from elaboration of background, there are a 3 (three) formulation
of the problem posed, as follows:
1. How does regulatory and legal relationship between the parties in the
franchise agreement?
2. How does preventive and repressive legal protection for the parties in the
franchise agreement?
3. How does settlement effort in case of disputes in the franchise agreement?
This thesis was used normative juridical method, its mean that emphasis
on normative jurisprudence, while in search of legal materials should hold on
juridical aspects that written in the laws that regulate franchise. Sources of legal
materials were used as follows primary legal materials, secondary legal materials,
and tertiary legal materials.
From result of analysis, can be concluded that are:
1. Indonesia franchise agreement contract law (Civil Code) has not yet been set.
For the agreement, the Civil Code can only be accommodated under article
1338 paragraph 1 and article 1320 about the legal conditions of an agreement.
Regulatory and legal relationship of the parties in the franchise agreement is a
contract or franchise agreements that have been agreed upon by the parties, so
that creating the legal relationship in the form of rights and legal obligations
for the franchisor and franchisee giver. In the implementation of franchise
agreement must consider the applied provisions in making franchise
agreements in Indonesia, that is government regulation (PP) 42 in 2007 on the
franchise and the Minister of Trade Regulation No. 31/M-DAG/PER/8/2008
about Franchising implementation.
2. Law protection in preventive for the parties in the franchise agreement done
by fulfilling all obligations of each parties and abide by the purposes of the
franchise agreement and applicable provisions in a franchise agreement in
Indonesia, that is PP. 42 in 2007 on the franchise and the Minister of Trade
Regulation No. 31/M-DAG/PER/8/2008 about Franchising implementation.
While the repressive legal protection for the parties in the franchise agreement
can in the form of civil lawsuit, criminal charges as well as alternative of
dispute settlement, and and also done by the way to give administrative
sanction in accordance with the provisions of Article 26, 27 and 28 of
Permendagri No. 31/M-DAG/PER/8/2008.
121
3. Settlement of disputes should be taken for the parties who make the franchise
agreement by the way litigation through the judiciary and non-litigation. Of
the two alternatives the most preferred by the dispute parties is through nonlitigation
(arbitration)
because
they
viewed the process of settlement can run
fast, low cost and does not require a long time.
Therefore can be recommended:
1. Before making an franchise agreement should the Franchisor and the
franchisee first learn and understand the franchise system and regulations that
governing it, it is advised in making the agreement should involve the legal
advisor or consultant in order that the agreement not harm the parties.
2. It is necessary to evaluate implementation of franchise regulations in
Indonesia as well as government policy on the franchise business especially
related to not yet applied clear sanctions to those who violate regulations on
franchises such as requirement of minimal the duration of agreement, and
registration requirements.