dc.description.abstract | Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran kualitas
hidup keluarga dengan anak penderita TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Jember.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian descriptive kuantitatif dengan
pendekatan cross sectonal dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total
Samping dengan sampel yang diambil berjumlah 106 orang pasien. Pengambilan data
pada penelitian ini menggunakan alat ukur Family Quality of Life Scale (FQOL)
sebagai pengukur kualitas hidup keluarga. Analisa data pada penelitian ini
menggunakan analisis univariate.
Hasil penelitian karakteristik responden menunjukkan usia anak yang
mengalami TB Paru memiliki usia terbanyak pada usia toddler (18 bulan – 3 tahun)
25 anak (23,6%), usia pra sekolah (3-6 tahun) 45 anak (42,4%), dan Jenis kelamin
anak laki-laki lebih besar dengan 54 anak (50,9%) dibandingkan dengan perempuan
sebanyak 42 anak (49,1%). Sedangkan karakteristik orang tua terbanyak yakni usia
dewasa muda 20-44 tahun dengan jumlah 104 responden atau 98,1 %. Pekerjaan
didominasi oleh, wirausaha menengah dengan 31 Responden (29,2%) dan 31
responden atau 29,2% merupakan pegawai serabutan, dan Tingkat pendidikan
orang tua terbanyak berasal dari lulusan SMA/MA/SMKA 35 responden (33%).
Hasil Penelitian menunjukkan kualitas hidup keluarga dengan anak penderita TB
Paru sebanyak 102 keluarga (96.2%) menunjukkan tingkat kualitas hidup yang
dapat dikategorikan sebagai Exemplary. Sedangkan, hanya sejumlah kecil keluarga,
yaitu 4 keluarga (3.8%) mencapai tingkat kualitas hidup Very Acceptable.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Gambaran Kualitas Hidup Keluarga
dngan Anak Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Jember sebagai berikut
keluarga dengan anggota penderita TB Paru memiliki kualitas hidup yang tergolong
Exemplary, sementara sebagian kecil mencapai tingkat Very Acceptable. Penelitian
mengungkap bahwa kesejahteraan fisik/material, khususnya terkait perawatan gigi,
adalah faktor yang paling mempengaruhi penurunan kualitas hidup keluarga. Hal
ini dikarenakan kurangnya akses dan edukasi perawatan gigi, serta biaya yang
relatif mahal, menjadi hambatan utama. | en_US |