Show simple item record

dc.contributor.authorDARMAWAN, Alfian Anggi
dc.date.accessioned2024-07-11T07:35:44Z
dc.date.available2024-07-11T07:35:44Z
dc.date.issued2023-06-26
dc.identifier.nim160110301062en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/122067
dc.descriptionvalidasi_repo_firli_Maret_2024_5en_US
dc.description.abstractTulisan ini membahas tentang Perempuan dalam Iklan Televisi di Indonesia Tahun 2002-2012. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu (1) Apa yang menjadi latar belakang munculnya perempuan dalam iklan televisi swasta di Indonesia? (2) Bagaimana proses terjadinya iklan perempuan dalam televisi swasta di Indonesia Tahun 2002-2012? (3) Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya iklan perempuan dalam televisi swasta di Indonesia?. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui penyebab utama penggunaan iklan perempuan dalam iklan televisi di Indonesia, (2) Menjelaskan penyebab terjadinya kasus iklan perempuan di televisi yang menyalahi etika dan peraturan, (3) Mendeskripsikan peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengatasi kasus pelanggaran iklan perempuan yang menyalahi etika dan peraturan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi dan teori yang digunakan adalah teori media massa yang dicetuskan oleh Hafied Cangara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian ini mengenai eksploitasi perempuan dalam iklan yang dimulai sejak zaman Hindia Belanda yaitu pada Tahun 1930. Dengan diberlakunya sistem kebijakan liberalisasi dan swastanisasi perekonomian masa kolonial Belanda, para perusahaan Belanda berlomba - lomba dalam mempromosikan produk yang dikemas dalam sistem kolonialisme. Strategi periklanan dalam mempromosikan produk perusahaan Belanda adalah dengan cara memakai tubuh perempuan, baik sebagai model maupun ilustrasi melalui surat kabar. Hal tersebut dapat dilihat pada iklan kecantikan, yang mampu memgkontruksi mengenai perempuan yaitu harus perawataan tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki mengikuti apa yang dipertunjukkan dalam setiap iklan surat kabar. Bukan hanya iklan kecantikan, tetapi juga iklan bumbu-bumbu dapur seperti iklan jamu, mentega dan lain-lain juga diperankan oleh perempuan. Pola periklanan seperti ini juga memberikan konstruksi pemikiran masyarakat Hindia Belanda bahwa perempuan hanya sebagai penopang wilayah domestik dan sebagai pelayan bagi laki-laki. iklan Cravena dalam majalah Pandji Poestaka edisi tahun 1939, tokoh dalam iklan ini tidak berbeda yaitu perempuan Belanda. Tetapi perbedaannya adalah Iklan ini menggunakan Bahasa Jawa. Rokok yang biasanya dikonsumsi mayoritas bagi lakilaki, tetapi pada faktanya diiklankan oleh sosok perempuan dan tidak ada kaitannya dengan rokok. Hal tersebut merupakan bentuk eksploitasi tubuh perempuan demi mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Pada masa pemerintahan kolonial Jepang sangat terkenal dengan perkataan “Zaman Baru”. Semangat “Zaman Baru” yang merupakan prinsip kehidupan dibawah kolonial Jepang, dengan cara menghapus segala sesuatu ‘berbau’ Barat. Tidak hanya merusak berbagai bangunan simbol kekuasaan Barat, usaha ini mulamula dilakukan dengan membandingkan perempuan Amerika dengan perempuan Jepang. Perempuan Jepang digambarkan sebagai perempuan berbudi halus dan berbakti. Hal ini kontras dengan perempuan Amerika yang digambarkan bertabiat buruk dan senantiasa menyengsarakan suami. Pada masa pemerintahan Jepang memang banyak sekali iklan-iklan produk perempuan seperti bedak, sabun, alat masak dan bumbu-bumbu dapur. Hal tersebut sesuai dengan prinsip pemerintahan Jepang yang dikenal dengan sistem Le bahwa perempuan hanya berada di wilayah domestik. Berbeda dengan iklan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, masa pemerintahan kolonial Jepang lebih menggunakan figur pribumi dengan pakaian khas budaya Indonesia. Hal tersebut merupakan upaya dari pemerintah kolonial Jepang dalam menghilangkan budaya barat atau budaya pemerintahan Belanda. Pada awal kemerdekaan Indonesia tahun 1950-an, media iklan pada tahun tersebut adalah koran dan majalah. Pada tahun tersebut metode periklanan masih meniru kolonial Belanda yang menjajah kurang lebih 350 tahun. Meskipun dijajah oleh kolonial Jepang dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun, tetapi kontruksi budaya orang-orang Belanda di Indonesia cukup melekat pada masyarakat Indonesia. Peniruan tersebut dimaksudkan mengenai figur perempuan pribumi yang mayoritas ditampilkan pada periklanan. Bukan hanya itu, wacana kecantikan juga terjadi perubahan. Jika sebelumnya wacana kecantikan di identikkan dengan perempuan dari ras kaukasoid, selanjutnya digantikan oleh sosok perempuan berkebaya. Pada masa transisi pemerintahan presiden Suharto menuju era reformasi, tepatnya pada tahun 2002 terbentuklah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pembentukan lembaga independen tersebut merupakan sebuah amanat atas disahkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Adanya KPI diharapkan mampu dalam mengatur segala kebijakan penyiaran di Indonesia khususnya televisi agar dapat memberikan edukasi serta membangun bangsa yang bermoral. Pada tahun 2004, KPI mengeluarkan produk kebijakan dalam mengatur jalannya penyiaran di Indonesia yaitu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standart Program Siaran (P3SPS). Periode pertama terbentuknya KPI tahun 2003-2006 jumlah aduan masyarakat sebanyak 1.637 laporan. Namun hanya 57 aduan yang ditangani oleh KPI. Dari total 1.637 laporan hanya 57 kasus yang memenuhi syarat identifikasi oleh KPI Pusat. Bukan hanya itu, dari 10 iklan yang terkena KPI, 7 diantaranya merupakan iklan perempuan yang memaparkan sensualitasnya dan berbau seksualitas. Namun pada periode pertama tersebut sanksi yang diberikan hanya sebatas teguran atau peringatan terhadap stasiun televisi maupun perusahaan Iklan karena pertelevisian dan periklanan Indonesia tengah mengalami era modernisasi. Pada periode selanjutnya tahun 2007-2010 jumlah pengaduan masyarakat kepada KPI yang mengeluhkan tayangan bermasalah di televisi semakin meningkat. Pada tahun 2009 saja, tidak kurang dari 8098 pengaduan yang diterima KPI pusat, baik yang dilaporkan secara pribadi ataupun kelompok. Berbagai keluhan yang disampaikan oleh masyarakat yang tidak puas dengan program televisi Indonesia, ditindaklanjuti oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sesuai wewenangnya dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002, salah satu tugas KPI adalah memantau seluruh isi siaran televisi untuk menjamin kualitas dan tidak adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Penyiaran, Peraturan Pemerintah, Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), dan Standar Program Siaran (SPS). Sepanjang tahun 2009, KPI memberikan 123 teguran kepada stasiun televisi terkait dengan pelanggaran yang dilakukan seperti iklan permen sukoka. Berdasarkan data pengajuan dalam kurun waktu 6 tahun dalam 2 periode berdirinya KPI yang semakin meningkat. Kemudian KPI pada tahun 2009 berinisiatif untuk menerbitkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standart Program Siran (P3SPS) tahun 2009 sebagai pengganti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standart Program Siaran (P3SPS) tahun 2004. Perbedaan yang paling strategis terdapat pada jenis sanksi yang akan diterima jika melanggar P3SPS. Dari sebelumnya pada P3SPS tahun 2004 hanya sebatas teguran peringatan saja, tetapi pada P3SPS tahun 2009 terdapat berbagai sanksi teguran seperti penghentian secara total iklan yang melanggar.en_US
dc.description.sponsorshipSuharto, S.S., M.Aen_US
dc.publisherFakultas Ilmu Budayaen_US
dc.subjectPerempuanen_US
dc.subjectIklanen_US
dc.subjectKPIen_US
dc.subjectEkploitasien_US
dc.titlePerempuan dalam Iklan Televisi Swasta di Indonesia Tahun 2002 - 2012en_US
dc.typeSkripsien_US
dc.typeOtheren_US
dc.identifier.prodiIlmu Sejarahen_US
dc.identifier.pembimbing1Suharto, S.S., M.Aen_US
dc.identifier.pembimbing2Dr. Latifatul Izzah, M. Humen_US
dc.identifier.validatorvalidasi_repo_firli_Maret_2024_5en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record