dc.contributor.author | QONITATILLAH | |
dc.date.accessioned | 2024-06-02T14:29:51Z | |
dc.date.available | 2024-06-02T14:29:51Z | |
dc.date.issued | 2023-06-06 | |
dc.identifier.nim | 192110101081 | en_US |
dc.identifier.uri | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/120766 | |
dc.description | Finalisasi unggah file repositori tanggal 31 Mei 2024_Kurnadi | en_US |
dc.description.abstract | Ketidaksiapan terhadap tuntutan serta tanggung jawab pada proses transisi dari remaja menuju dewasa menyebabkan individu mengalami krisis identitas atau quarter life crisis. Individu yang merespons kondisi ini dengan kekhawatiran yang berlebih dapat memicu timbulnya gangguan mental. Orang tua sebagai lingkup sosial paling dekat dengan individu memiliki peran dalam mendampingi anak melalui fase kehidupannya termasuk pembentukan kepribadian dan kesehatan mental. Tuntutan peran sebagai orang tua dengan anak gangguan mental kurang dapat berjalan dengan baik memberikan tekanan emosional tersendiri bagi orang tua. Hal ini berkaitan dengan resiliensi yang dimiliki untuk dapat melakukan penyesuaian dan strategi koping terhadap kondisi sulit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis resiliensi orang tua dengan anak gangguan mental fase quarter life crisis di Kota Surabaya. Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan penelitian merupakan 5 orang tua orang tua dari anak dengan gangguan mental dimana sang anak berusia 18-29 tahun dan berdomisili di Kota Surabaya. Teknik pengambilan data menggunakan wawancara mendalam (indepth interview). Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada aspek dimensi QLC, seluruh anak dari informan memiliki karakteristik emosional seperti kebimbangan dalam pengambilan keputusan, putus asa, penilaian diri yang negatif, terjebak dalam situasi sulit, perasaan tertekan, rasa cemas, dan khawatir terhadap hubungan interpersonal. Pada aspek faktor resiliensi seluruh informan mampu melakukan pengendalian impuls (Impulse Control), optimis terhadap kesembuhan anak dengan gangguan mental (Optimism), memiliki penilain diri mampu memecahkan masalah yang ada (Self Efficacy), serta mampu meraih aspek positif dari kondisi anak dengan gangguan mental (Reaching Out). Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar orang tua dengan anak gangguan mental memiliki kemampuan dalam kontrol emosi yang baik serta tidak segan dalam mencari bantuan kesehatan mental untuk anaknya maupun dirinya sendiri | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | Kesehatan Masyarakat | en_US |
dc.subject | RESILIENSI | en_US |
dc.subject | GANGGUAN MENTAL | en_US |
dc.subject | QUARTER LIFE CRISIS | en_US |
dc.title | Resiliensi Orang Tua dengan Anak Gangguan Mental Fase Quarter Life Crisis di Kota Surabaya | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
dc.identifier.prodi | Kesehatan Masyarakat | en_US |
dc.identifier.pembimbing1 | Erwin Nur Rif’ah, S.Sos., M.A., Ph.D. | en_US |
dc.identifier.validator | validasi_repo_iswahyudi_desember_2023_12 | en_US |