SEJARAH PERISTIWA GERBONG MAUT DI BONDOWOSO TAHUN 1947 DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN
Abstract
Peristiwa gerbong maut merupakan suatu peristiwa kemanusiaan yang terjadi di
Bondowoso pada saat pemindahan tahanan dari penjara Bondowoso menuju penjara
Surabaya dengan menggunakan sarana kereta api (gerbong kereta barang yang
atapnya terbuat dari plat besi dan tidak berventilasi) sehingga memakan banyak
korban jiwa. Peristiwa Gerbong Maut ini berawal ketika pasukan Belanda telah berhasil
menduduki Bondowoso. Pada tanggal 22 Februari 1947 pasukan Belanda menyerang
Bondowoso dan berhasil mendudukinya. Kemudian pasukan Republik mengundurkan
diri ke gunung – gunung dan melanjutkan perjuangan secara gerilya. Perlawanan
rakyat Bondowoso terhadap Belanda terus berlanjut di berbagai daerah. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya serangan yang dilakukan oleh para pemuda pejuang ke
markas VDMB (Velliglieds Dienst Marinir Brigade). Akibat dari serangan tersebut,
pihak Belanda melakukan aksi pembersihan (Polisioner Aksi). Belanda melakukan
penangkapan besar –besaran terhadap rakyat yang dianggap secara aktif melakukan
perlawanan sehingga mengakibatkan penjara Bondowoso yang dibuat sebagai tempat
penampungan menjadi penuh dengan tahanan. Menanggapi hal tersebut, pihak
Belanda bermaksud untuk memindahkan para tahanan dari penjara Bondowoso ke
penjara Surabaya. Alasan Belanda memindahkan para tahanan adalah karena penjara
Bondowoso telah penuh sehingga tidak ada lagi tempat penampungan. Di samping
itu, alasan yang kedua adalah para tahanan (pejuang) dianggap membahayakan bagi
Belanda dan juga karena para tahanan (pejuang) akan dipekerjakan di pusat – pusat pertahanan Belanda di Surabaya. Mayoritas para tahanan ini terdiri dari para pejuang
dan rakyat sipil.
Pada tanggal 23 November 1947, setelah mendapat perintah langsung dari
Komandan J. Van Den Doerpe dengan dikawal oleh serdadu Belanda para tahanan
digiring menuju stasiun KA. Bondowoso. Sesampainya di Stasiun KA. Bondowoso,
para tahanan kemudian dimasukkan ke dalam 3 gerbong di mana sebanyak 24 orang
masuk gerbong pertama; 36 orang gerbong kedua; dan 40 orang masuk gerbong
ketiga. Gerbong ini bukan gerbong penumpang melainkan gerbong barang yang
terbuat dari baja yang tertutup dan tanpa ventilasi udara. Pemindahan pertama dan
kedua berjalan dengan baik karena gerbong yang mengangkut para tahanan diberi
ventilasi seluas 10 – 15 cm. Saat pemindahan tahap ketiga, gerbong tertutup rapat.
Akibatnya, semua tahanan dalam gerbong ketiga ini tidak ada satupun yang hidup.
Pemindahan tahanan inilah yang dikenal dengan sebutan Gerbong Maut.
Peristiwa Gerbong Maut mengandung pesan – pesan moral, nilai yang patut
diteladani seperti diplomasi, persatuan dan kesatuan, tanggung jawab, religius, kerja
keras dan pantang menyerah, percaya diri dan berani, rela berkorban dan tidak mudah
putus asa, gotong royong, kesetiaan, berani mengambil resiko, nasionalisme, disiplin,
optimis dengan semua harapan, tabah dan tidak mudah putus asa, tidak ragu dalam
bertindak dan jujur dalam segala hal. Nilai – nilai moral tersebut perlu diwariskan
pada setiap generasi bangsa malalui media pendidikan. Seperti kita ketahui
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat dan hal ini membawa
dampak positif bagi kehidupan manusia meski demikian, kemajuan tersebut juga bisa
berdampak negatif bagi manusia apabila pengaruh budaya asing dapat meruntuhkan
nilai – nilai budaya bangsa. Guna menangkal pengaruh negatif tersebut maka
penanaman nilai moral tersebut bisa diintensifkan melalui pembelajaran sejarah di
sekolah. Jadi pelajaran sejarah itu sangat penting untuk menumbuhkan nilai – nilai
moral dan selayaknya kita harus mengintensifkan pembelajaran sejarah kepada
peserta didik guna membangun generasi – generasi penerus yang tangguh, berani dan
bertanggung jawab agar negara Indonesia menjadi kuat.