dc.description.abstract | Pada tahun 2019, angka kemiskinan di Indonesia sebanyak 9,41%. Hal
tersebut menyebabkan semakin banyaknya jumlah pekerja migran di Indonesia.
Salah satu provinsi pengirim tenaga kerja terbanyak adalah Provinsi Jawa Timur
dimana kabupaten Jember merupakan salah satu penyumbang tenaga kerja
terbanyak. Kabupaten Jember terdapat 4 desa yang menjadi penyumbang tenaga
kerja ke luar negeri, salah satunya adalah Desa Sumbersalak, Kecamatan
Ledokombo. Keputusan ini memiliki beberapa dampak, khususnya dampak
negatif yang akan dirasakan oleh anak yang ditinggalkan. Salah satu dampaknya
adalah anak memiliki risiko mengalami perubahan asupan gizi karena perubahan
pekerjaan yang dilakukan oleh orang tuanya. Anak yang paling berdampak adalah
anak yang berusia 6-12 tahun (anak usia sekolah). Anak usia sekolah yang
ditinggal oleh orang tuanya untuk bekerja, biasanya akan diasuh oleh orang tua
(orang tua yang tidak bekerja atau bekerja di rumah) atau pengasuh pengganti
(kakek, nenek, paman, bibi, dan kakak). Pola pengasuhan yang diberikan oleh
orang tua dan pengasuh pengganti memiliki perbedaan. Apabila pola asuh yang
diberikan oleh pengasuh salah, maka dapat mempengaruhi pola makan anak.
Apabila pola makan anak salah, maka anak akan memiliki masalah kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik anak pekerja
migran usia sekolah dan pengasuhnya, pola makan anak pekerja migran usia
sekolah, serta menganalisis perbedaan pola makan anak pekerja migran usia
sekolah yang diasuh oleh orang tua dan bukan. Jenis penelitian ini adalah
penelitian analitik observational yang dilakukan dengan cara cross sectional.
Penelitian ini dilakukan kepada 38 responden pada pengasuh dan anak pekerja
migran. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik total sampling.
Wawancara pola makan menggunakan Semi-Quantitative Food Frequency
Questionnaire yang ditujukan kepada anak pekerja migran. Analisis dalam
penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan sebesar
95% (α=0,05).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak berada pada
rentang umur 10-12 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. 81,6% anak diasuh oleh
pengasuh pengganti, dimana 52,6% diantaranya diasuh oleh nenek. Anak pekerja
migran yang tinggal dengan keluarga sebanyak ≤ 4 orang (keluarga kecil) sebesar
57,9% (22 orang) dengan pendapatan keluarga di bawah UMK. Sebagian besar
anak memiliki frekuensi makan yang tidak sesuai dengan anjuran yang ditentukan
pemerintah, seperti mengonsumsi makanan pokok dan lauk pauk melebihi anjuran
serta mengonsumsi sayur dan buah kurang dari anjuran. Makanan pokok yang
dimakan adalah beras disertai dengan sedikit ubi-ubian. Lauk pauk yang mereka
makan adalah tahu, tempe, telur, dan ikan pindang yang mereka beli di tukang
sayur karena harganya murah. Anak jarang suka makan sayur karena rasanya
hambar. Buah jarang dimakan oleh anak karena kemampuan pengasuh untuk
membelinya kurang. Berdasarkan tingkat kecukupan gizi, anak belum mencukupi
dengan baik, seperti kecukupan energi dan karbohidrat masuk dalam kategori
defisit berat serta kecukupan protein dan lemak yang berlebih. Makanan yang
sering dimakan anak termasuk makanan dengan kategori densitas energi sangat
rendah hingga sedang sehingga energi yang didapatkan hanya sedikit. Hal tersebut
berkebalikan dengan asupan protein yang didapat karena makanan tersebut
mengandung protein yang tinggi sehingga membuat kenyang. Asupan karbohidrat
yang dimakan oleh anak hanya berasal dari beras saja dan sedikit dari bahan
makanan lain, sehingga karbohidrat yang masuk hanya sedikit. Makanan yang
sering anak-anak makan banyak yang diolah dengan cara digoreng sehingga
menambah kandungan lemak didalam setiap makanan. Hasil analisis dari uji beda
yang dilakukan didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada pola makan anak
pekerja migran yang diasuh oleh orang tua dan pengasuh pengganti berdasarkan
frekuensi makanan, antara lain: makanan pokok (p-value = 0,701), lauk pauk (pvalue = 0,905), sayur (p-value = 0,321), dan buah (p-value = 0,731) maupun
tingkat kecukupan pangannya, antara lain: energi (p-value = 0,167), protein (p value = 0,120), lemak (p-value = 0,145), dan karbohidrat (p-value = 0,727). Hasil
ini didapatkan karena di Desa Sumbersalak terdapat pengasuhan gotong royong
yang mengajak seluruh warga untuk memperhatikan pengasuhan anak pekerja
migran.
Saran yang diberikan kepada dinas kesehatan adalah diharapkan dapat
bekerja sama dengan sekolah untuk membuat kebun sekolah dan PMT-AS dan
bekerja sama dengan dinas sosial dan kantor pertahanan pangan untuk
memfasilitasi adanya kebun desa atau dusun. Saran untuk masyarakat dan
organisasi sekitar adalah diharapkan pengasuh memberikan makanan sesuai yang
dibutuhkan bukan diinginkan anak dan ikut aktif dalam program yang diberikan.
Selain itu, pemerintah desa hendaknya menyeleksi ulang terkait penerima dana
PKH yang dibagikan. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat meneliti
hubungan pengasuhan gotong royong terhadap pola makan anak pekerja migran,
apa saja yang dibelanjakan masyarakat dari uang PKH, dan faktor mana yang
paling mendominasi pola makan anak pekerja migran. | en_US |