dc.contributor.author | Rahmaningtyas, Safira | |
dc.date.accessioned | 2023-05-16T08:01:25Z | |
dc.date.available | 2023-05-16T08:01:25Z | |
dc.date.issued | 2023-03-28 | |
dc.identifier.nim | 182010101043 | en_US |
dc.identifier.uri | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/116181 | |
dc.description | Finalisasi unggah file repositori tanggal 16 Mei 2023_Kurnadi | en_US |
dc.description.abstract | Palatoskizis atau sumbing langit-langit merupakan kelainan kongenital berupa
celah yang dapat menyebabkan adanya hubungan antara rongga mulut dan rongga
hidung. Prevalensi sumbing langit-langit yaitu 1:1000. Di Indonesia angka kejadian
sumbing bibir dan langit-langit juga masih cukup tinggi dengan jumlah kejadian
mencapai 1.596 penderita pertahun, (Sjamsudin & Maifara, 2017), angka kejadian
sumbing bibir dan langit di Kabupaten Jember selama 3 tahun terakhir sejak tahun
2017 sampai dengan bulan November 2020 cukup tinggi dengan jumlah tertinggi
terjadi pada tahun 2017 sebanyak 1,2 : 1000 kelahiran dan 2019 sebanyak 1,1 : 1000
kelahiran, (Elfiah et al., 2021). Penanganan yang dilakukan untuk mengatasi
sumbing langit-langit adalah operasi rekonstruksi menutup celah dengan
menyambungkan jaringan yang ada biasa disebut sebagai palatoplasti. Keberhasilan
dinilai dari kemampuan berbicara pasien, kemampuan pendengaran dan
kemampuan menelan makanan. Palatoplasti atau operasi sumbing langit-langit ini
telah lama dilakukan sebagai terapi definitif dari palatoskizis.
Komplikasi yang sering terjadi dari operasi palatoplasti adalah fistula palatum.
Fistula palatum dapat terjadi karena tidak sempurnanya penyatuan palatum mole
(soft palate) dari operasi sebelumnya yang disebabkan terlalu tegangnya flap pada
saat akan dilakukan penjahitan. Fistula palatum perlu di atasi karena dapat
menganggu fungsi bicara, pendengaran dan kemampuan menelan makanan serta
memiliki sifat berulang yang membuat tidak efisien jika dilakukan operasi ulang,
dan memiliki tingkat keberhasilan yang rendah. Penanganan yang dapat dilakukan
agar tidak terbentuk fistula palatum adalah menggunakan NGT (nasogastric tube)
pasca operasi palatoplasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi
penggunaan nasogastric tube (NGT) pasca operasi pada anak-anak sumbing langitlangit.
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan melihat
pengaruh penggunaan nasogastric tube (NGT) dan terjadinya fistula pada pasien
Sumbing langit-langit. Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Cross-sectional berdasarkan rekam medis dan kuisioner yang ada di RS Paru
Jember pada periode Desember 2022 sampai dengan Januari 2023. Hasil penelitian
menunjukkan jumlah seluruh sampel dalam penelitian adalah 21 pasien penderita
palatoskizis yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik
berdasarkan jenis kelamin pada evaluasi penggunaan NGT sebagai tindakan
preventif terjadinya fistula palatum mayoritas berjenis kelamin perempuan, rentang
usia 0-5 tahun, memiliki status gizi yang baik dan mayoritas tidak mengalami
infeksi saluran pernapasan serta penggunaan NGT selama proses penyembuhan
dapat menurunkan terjadinya fistula palatum jika penggunaan NGT tetap terpasang
sesuai waktu yang ditentukan. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | Fakultas Kedokteran | en_US |
dc.subject | Palatoschisis | en_US |
dc.subject | nasogastric tube NGT | en_US |
dc.subject | Fistula Palatum | en_US |
dc.title | Evaluasi Penggunaan NGT Pasca Palatoplasti Sebagai Tindakan Preventif Terjadinya Fistula Palatum | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
dc.identifier.prodi | Kedokteran | en_US |
dc.identifier.pembimbing1 | dr. Ulfa Elfiah, M.Kes.,Sp.BP-RE, Subsp.L.B.L(K) | en_US |
dc.identifier.pembimbing2 | dr.Nindya Shinta Rumastika.M.Kes,.Sp.THT-KL | en_US |