Show simple item record

dc.contributor.authorARHAM, Ahmad Ulul
dc.date.accessioned2023-04-13T02:57:55Z
dc.date.available2023-04-13T02:57:55Z
dc.date.issued2020-04-02
dc.identifier.nim130110201088en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/115223
dc.description.abstractBahasa memiliki maksud yang bisa saja tidak sesempit seperti di dalam novel saja karena bisa menyimpan maksud tersembunyinya. Pembedahan bahasa tertulis pada novel Entrok karya Okky Madasari menggunakan kajian orientalisme milik Edward Said (Said) dengan mencari representasi beserta unsur latar belakangnya. Orientalisme Said melihat kepentingan di balik keumculan dikotomi Barat dengan Timur yang tidak imbang. Barat dan Timur adalah konsep utama orientalisme sehingga representasi-representasi yang muncul di dalam teks mengarah pada relasi utama, Barat >< Timur. Struktur teksual novel dilihat sebagai sebuah konstruksi pembentuk melalui tematik yang saling berelasi. Relasi tersebut kemudian dibongkar dengan menggunakan stereotip yang digunakan Barat untuk menilai Timur secara hegemonik. Pola hegemoni Antonio Gramsci dibutuhkan untuk melihat teks memiliki penguasaan terselubung sehingga objek di dalamnya ditampilkan tidak sadar bahwa ia sedang dijajah dan menerima begitu saja. Kepentingan berdasarkan narasi teks ditentukan dari keberadaannya yang tersirat maupun tersurat. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, bahwa teks tidak hanya dilihat bermakna tunggal sesuai dengan narasi pengarang dan dijelaskan berdasarkan konteks. Data dianalisis menggunakan prinsip genealogi Michel Foucault untuk melacak keberadaan wacana dominan secara historis tektual. Relasi dipilih berdasarkan wacana dominan pada teks dengan tetap mengarahkan pada dikotomi Barat >< Timur karena merupakan konsep utama orientalisme. Barat merpresentasikan Timur dapat berbentuk apapun itu selama mengacu pada konsep Barat menempatkan Timur sebagai objek dan menganggap dirinya sendiri sebagai subjek. Hasil analisis memunculkan tokoh-tokoh seperti Marni, Rahayu, Amri, dan Kyai Hasbi sebagai Barat dan Simbok, Teja, dan Pak Waji berdasarkan wacana yang ditampilkan teks. Representasi juga dapat muncul berupa perbandingan kota >< desa, waras >< gila, modern >< tradisional, uang >< singkong, dan superior >< inferior kemudian diarahkan pada bentuk tematik pakaian dan ekonomi. Polemik Barat >< Timur tidak hanya diambil berdasarkan kehadiran wacana di dalam teks, peristiwa Barat >< Timur ditampilkan pada sejarah sastra Indonesia melalui polemik Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dengan Sanusi Pane yang dikenal dengan polemik kebudayaan, STA menempatkan modern sebagai capaian tertinggi dan Sanusi Pane menganggap capaian tertinggi untuk arah sastra Indonesia adalah kembali pada konsep-konsep kolektivitalisme nilai-nilai tradisional. STA menginginkan sastra Indonesia menjadi Barat dengan konsep modern tetapi Sanusi Pane menganggap sastra Indonesia terlalu mengarah ke Barat sehingga nilai-nilai Timur hilang sehingga dibutuhkan arah untuk kembali ke nilai-nilai Timur. Penulis novel Entrok Okky Madasari memiliki realitas tersendiri terhadap batasan Barat maupun Timur berdasarkan teks yang ditulisnya. Realitas itu dilihat dari karya-karya yang dihasilkan. Timur disinonimkan pada bentuk-bentuk liar, kere, berkutat pada mitos, menyimpang, dan irasional karena Barat memiliki kepentingan untuk menampilkan dirinya dalam bentuk berpendidikan, kaya, menggunakan logika, terarah, dan rasional. Hal-hal mengenai mitos tidak ditampilkan begitu saja sebagai sosok rendah, teks menampilkannya dengan bentuk yang rapi sehingga diperlukan pola pembedahan wacana Michel Foucault, genealogi untuk melihat maksud sebenarnya dari teks. Setelah melihat ketimpangan penempatan penilaian Timur dari Barat, kepentingan Barat menampilkan Timur sedemikian rupa merupakan kebutuhan Barat menampilkan dirinya sendiri. Neko-neko dan mengisolasi Timur adalah cara dari Barat menempatkan Timur sebagai the other (sang lain/ yang lain). Sosok yang lain ini menjadikan keliaran x layak dihakimi karena dianggap tidak terkendali, hasrat pengendalian kemudian muncul dan hal itu tidak dibiarkan begitu saja. Seperti menampilkan sosok Marni menjadi gila berarti mengeluarkannya dari watak waras dan di sisi lain Rahayu merawat Marni yang gila. Kegilaan adalah keliaran yang hanya bisa dikendalikan orang waras, teks menampilkan seperti itu. Marni sebenarnya sedang menerima stereotip tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, hal ini menjadikan kemunculan hegemoni dari subjeknya. Timur menimurkan Timur juga muncul pada teks, Marni menimurkan Teja dan Simbok. Marni adalah Timur dari Rahayu, sosok ditimurkan oleh Timur menjadikan posisinya menjadi sangat lemah dan suara-suaranya tidak pernah ditampilkan sebagai sesuatu yang layak didengarkan. Ketimpangan identitas tersebut ada karena konstruksi Barat selalu akan ditempatkan pada sosok Timur. Identitas superior tidak akan pernah tampak tanpa menghadirkan inferior di sebelahnya, begitupun inferior hanya akan dimunculkan oleh superior berarti identitas inferior tidak mungkin memunculkan dirinya sendiri.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama : Dra. Titik Maslikatin, M.Hum Dosen Pembimbing Anggota : Abu Bakar Ramadhan Muhamad, S.S. M.Aen_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Budayaen_US
dc.subjectNOVEL ENTROKen_US
dc.subjectKARYA OKKY MADASARIen_US
dc.titleRepresentasi Timur Kajian Orientalisme terhadap Novel Entrok karya Okky Madasarien_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiSastra Indonesiaen_US
dc.identifier.pembimbing1Dra. Titik Maslikatin, M.Humen_US
dc.identifier.pembimbing2Abu Bakar Ramadhan Muhamad, S.S. M.Aen_US
dc.identifier.validatortaufiken_US
dc.identifier.finalizationtaufiken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record