dc.description.abstract | Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah (1) Berapa jumlah
tinggalan-tinggalan arkeologis kebudayaaan megalitik di Desa Tanggir? Bagaimana
sebarannya? Apa saja tinggalan arkeologis lain yang memiliki konteks asosiasi
dengan tinggalan arkeologis kebudayaan megalitik di Desa Tanggir? Dan, apa saja
jenis serta fungsi dari tinggalan-tinggalan arkeologis kebudayaan megalitik
tersebut?; (2) Bagaimana gambaran sistem kepercayaan masyarakat pendukung
kebudayaan megalitik di Desa Tanggir Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro?;
(3) Bagaimana gambaran sistem sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pendukung
kebudayaan megalitik di Desa Tanggir Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro?.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menginventarisir jumlah tinggalan-tinggalan
arkeologis kebudayaan megalitik di Desa Tanggir; (2) Menganalisis sebaran, jenis,
dan fungsi dari tinggalan arkeologis kebudayaan megalitik di Desa Tanggir; (3)
merekontruksi sistem kepercayaan, sosial, ekonomi dan budaya komunitas megalitik
di Desa Tanggir.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu; (1)
pemilihan topik, (2) heuristik (pengumpulan sumber), (3) kritik, (4) interpretasi, (5)
historiografi (penulisan). Sumber primer dikumpulkan dengan teknik survey lapang
sedangkan sumber sekunder dikumpulkan dengan teknik dokumenter dan teknik
wawancara. Hasil dan pembahasan penelitian: (1) berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan tinggalan arkeologis kebudayaan megalitik di Desa Tanggir tersebar
di dua Dusun yaitu Dusun Tanggir berjumlah 8 megalit dan Dusun Kampak
berjumlah 1 megalit, maka total jumlah keseluruhan adalah 9 megalit yang
membentuk pola sebaran berkelompok berdekatan dan tunggal. Tipologi tinggalan
arkeologis kebudayaan megalitik di Desa Tanggir adalah berjenis peti kubur batu.
Temuan lain yang memiliki konteks asosiasi dengan peti kubur batu yaitu pecahan gerabah, uang kepeng Cina, pecahan keramik asing berwarna putih, dan batu
berbentuk persegi yang memiliki lubang dibagian tengah. Tinggalan arkeologis di
Desa Tanggir belum pernah dilakukan uji pertanggalan karbon, namun, di kabupaten
Bojonegoro terdapat Situs megalitik yang sudah pernah dilakukan uji pertanggalan
karbon yaitu Situs Kawengan yang menunjukan sekitar abad XV-XVII (abad 15-17
M). (2) sistem kepercayaan yang dianut masyarakat pendukung kebudayaan
megalitik di Desa Tanggir ada dua konsepsi: (a) konsepsi pertama, kematian
dipandang tidak membawa perubahan esensial terhadap martabat seseorang
sehingga perlu melakukan perbuatan baik dan pesta jasa agar mendapatkan tempat
terbaik di dunia lain; (b) konsepsi kedua, roh/arwah seseorang tidaklah lenyap disaat
kematian itu tiba, melainkan pergi menuju kesuatu tempat atau dunia lain (dunia roh
nenek moyang) dan mereka tetap hidup abadi. Konsepsi inilah yang mempengaruhi
aspek kehidupan khususnya yang berhubungan dengan penguburan, seperti
penyertaan bekal kubur dan orientasi arah hadap wadah kubur. (3) kehidupan sosial
komunitas megalitik di Desa Tanggir telah mengenal pola hunian menetap. Mereka
juga telah memiliki keahlian dibidang penambangan batu, memahat, pembuatan
gerabah dan telah mengenal teknologi dari logam seperti besi. Selain terdapat tatanan
kehidupan sosial, mereka memiliki kehidupan yang bercorak egalitarian (gotongroyong). Keadaan ekonomi komunitas megalitik Desa Tanggir dapat dikatakan
dalam kondisi baik atau berkecukupan yang ditandai dengan temuan peti kubur batu
karena tidak sembarang orang dapat dikuburkan didalam wadah kubur. Selain itu
komunitas megalitik di Desa Tanggir juga telah melakukan kegiatan perdagangan
yang ditandai dengan temuan uang logam Cina (uang kepeng) dan pecahan keramik
asing berwarna putih di Desa Tanggir.
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa (1)
jumlah keseluruhan tinggalan arkeologis kebudayaan megalitik di Desa Tanggir
adalah 9 megalit dengan tipologi megalit satu jenis yaitu peti kubur batu; (2) sistem
kepercayaan, sosial, dan ekonomi komunitas megalitik di Desa Tanggir memiliki
konsep religi yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain sehingga
membentuk suatu masyarakat yang memiliki budaya gotong-royong | en_US |