UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysenteriae SECARA IN VITRO
Abstract
Diare akut sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di negara
maju dan negara berkembang. Diare akut juga sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu singkat. Diare
akut dapat terjadi karena infeksi maupun non infeksi, dan penyebab terbanyaknya
karena infeksi. Diare infeksi bisa disebabkan parasit, virus, atau bakteri. Sekitar
90% diare akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri. Sementara itu, di
Indonesia dari tahun 2002-2007 Shigella sp. menduduki peringkat pertama
penyebab diare infeksi bakteria (shigellosis). Diantara 4 spesies Shigella, S.
dysenteriae merupakan penyebab shigellosis paling berbahaya. Dalam beberapa
penelitian, S. dysenteriae menunjukkan tingkat resistensi yang cukup tinggi
terhadap sebagian besar antibiotik. Faktor yang menyebabkan resistensi tersebut
antara lain: pemberian dosis sub optimal antibakteri, peresepan yang kurang
benar, penggunaan antibakteri untuk infeksi virus, penggunaan antibakteri tanpa
resep dokter, dan infeksi nosokomial di rumah sakit karena higienis yang buruk.
Sehubungan dengan ditemukannya resistensi S. dysenteriae terhadap sebagian
besar antibakteri, sekarang banyak dikembangkan produk alternatif antibakteri
baru yang berasal dari bahan alam seperti tanaman Sarang Semut (Myrmecodia
pendens). Dengan diketahuinya kandungan dan khasiat dari flavonoid, tanin, dan
polifenol ekstrak air sarang semut melelui uji fitokimia, masyarakat banyak yang
percaya bahwa ekstrak air sarang semut tersebut memiliki aktifitas antibakteri dan
menggunakan ekstrak air sarang semut yang dijual bebas di pasaran sebagai
antibakteri meskipun belum pernah ada pengujian secara in vitro. Bahkan tidak
jarang pada label botol ekstrak air sarang semut dicantumkan memiliki khasiat
sebagai antibakteri. Selain itu harga ekstrak air sarang semut yang dijual di
viii
pasaran relatif mahal bila dibandingkan dengan antibakteri yang sudah terstandar,
karena tanaman sarang semut belum dibudidayakan secara komersial dan hanya
tumbuh di hutan-hutan Papua sehingga tidak efektif bila digunakan sebagai
alternatif antibakteri bila dilihat dari segi biaya pengobatan dan ketersediaan
jumlah bahan.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]