dc.description.abstract | Tanaman kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman yang tumbuh secara alami dan dibudidayakan secara luas, serta merupakan tanaman obat yang memiliki nilai tinggi yang termasuk dalam genus “Moringa”, famili “Moringaceae”, dan kurang lebih memiliki 13 spesies yang berbeda. Manfaat dari daun kelor dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional, bahan tambahan pangan, dan bahan kosmetik, serta ritual adat budaya. Kandungan senyawa metabolit sekunder pada bagian daun kelor yaitu flavonoid, saponin, alkaloid, dan tanin. Daun kelor memiliki beberapa bioaktivitas seperti sebagai antibiotik, anti inflamasi, antimikroba, antioksidan, antikanker, antidiabetes, dan pencegahan malnutrisi, antifertilitas, hepatoprotektif, kardiovaskuler, analgesik dan antipiretik, diuretik, antikonvulsan, antialergi, anthelmintik, antituberkular, dan imunomodulator.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan fitokimia salah satunya yaitu ketinggian tempat tanam. Kriteria wilayah yang terdapat di Indonesia terdiri dari dataran rendah (0-200 mdpl), dataran sedang (201-700 mdpl), dan dataran tinggi (>700 mdpl). Berdasarkan wilayah perbedaan tempat tanam dilakukan penelitian model klasifikasi sesuai dengan tempat asalnya sehingga mendapatkan model dengan kualitas kandungan flavonoid lebih baik dan untuk mengetahui potensi senyawa flavonoid total yang lebih baik dan tinggi pada daun kelor (Moringa oleifera L.) berdasarkan ketinggian tempat tanamnya.
Penentuan model klasifikasi dilakukan menggunakan metode spektroskopi NIR karena dapat menganalisis dengan cepat, tidak merusak, murah, sederhana, dan juga tidak memerlukan bahan kimia. Kelemahan NIR yaitu hasil dari spektra NIR lebih kompleks dan pita yang terlihat dalam cahaya NIR biasanya sangat luas sehingga perlu interpretasi lebih lanjut karena terdapat spektra yang masih tumpang tindih, sehingga untuk menginterpretasikan data spektra tersebut dapat menggunakan metode kemometrik (LDA, SVM, dan SIMCA) untuk menganalisis spektra tersebut. Pada penelitian ini penetapan kadar flavonoid total Spektrofotometri Uv-Vis dengan metode kolorimetri menggunakan standar kuersetin dan reagen Aluminium klorida, serta Kalium asetat.
Hasil penentuan model klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan 12 sampel memiliki nilai akurasi sebesar 100% pada model LDA, SVM, dan SIMCA, sehingga model yang terpilih yaitu model LDA, SVM, dan SIMCA. Model klasifikan yang terpilih dilakukan validasi silang internal dan validasi eksternal. Validasi internal dilakukan dengan teknik Leave-One-Out (LOOCV) dan didapatkan hasil akurasi sebesar 100% pada model LDA, SVM, dan SIMCA. Pada validasi eksternal didapatkan hasil akurasi 100% untuk model LDA dan SIMCA, sedangkan untuk model SVM hanya memiliki nilai akurasi sebesar 72,73% sehingga model LDA dan SIMCA dapat mengkategorikan semua sampel pada kategori yang sesuai dan valid. Model yang terpilih dan tervalidasi adalah LDA dan SIMCA. Hasil dari pengkategorian sampel nyata yaitu sampel nyata daun kelor masuk kedalam kategori dataran rendah sesuai dengan ketinggian pada daerah asalnya yaitu dataran rendah (Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara), dataran sedang (Kecamatan Blora Kabupaten Blora), dan dataran tinggi (Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek).
Hasil kandungan senyawa flavonoid total serbuk daun kelor dengan metode kolorimetri menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis menunjukkan bahwa potensi serbuk simplisia daun kelor pada daerah dataran tinggi dinyatakan lebih tinggi yaitu rata-rata kandungan flavonoid total serbuk daun kelor pada dataran tinggi sebesar 5,6847 mg QE/g serbuk; dataran sedang sebesar 4,0782 mg QE/g serbuk, dan dataran rendah sebesar 3,3222 mg QE/g serbuk. Berdasarkan uji statistik menggunakan One Way ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata kandungan kadar flavonoid total pada serbuk daun kelor terdapat perbedaan yang signifikan yaitu pada sampel serbuk daun kelor dataran rendah dan dataran tinggi. | en_US |