RESPON INDONESIA TERHADAP LARANGAN TERBANG MASKAPAI INDONESIA OLEH KOMISI UNI EROPA
Abstract
Awal tahun 2007 penerbangan Indonesia mengalami rututan kecelakaan yang
membuat Indonesia mendapatkan perhatian asing. Maraknya pemberitaan di media
Indonesia mengenai masalah yang terjadi dalam dunia penerbangan memperburuk
citra bangsa. Kecelakanaan pesawat beruntun yang terjadi di Indonesia sejak awal
bulan Januari 2007 memberikan penilaian yang buruk terhadap dunia penerbangan
Indonesia. Tahun 2007 penerbangan Indonesia diturunkan peringkatnya oleh otoritas
penerbangan Amerika Serikat. Pengumuman penurunan peringkat Indonesia oleh
Amerika Serikat juga disusul dengan dikeluarkannya larangan terbang oleh Uni
Eropa (UE).
Larangan terbang tersebut terjadi bulan Juli 2007, setelah sebelumnya pada
bulan Februari 2007 ICAO mengaudit Indonesia. Hasil audit tersebut yang kemudian
digunakan oleh Komisi UE dalam pertimbangannya melarang Indonesia. Indonesia
dinilai memiliki kondisi penerbangan yang tidak aman, karena tidak sesuai dengan
standar yang ditentukan oleh ICAO. Dalam audit yang dilakukan ICAO, Indonesia
memiliki kekurang-kekurangan baik dalam hal pelaksanaan mupun dalam regulasi
yang mengatur tentang penerbangan. Standar penerbangan Indonesia berada dibawah
standar internasional yang berlaku. Kondisi ini membuat Indonesia dinilai tidak
aman.
Larangan terbang UE jatuhkan kepada Indonesia bukan hanya masalah
kondisi penerbangan yang buruk, tetapi juga dinilainya otoritas penerbangan
Indonesia tidak ada kemauan untuk komunikasi dengan UE. Upaya UE membuka
jalur komunikasi dengan otoritas penerbangan Indonesia melalui beberapa kali
pengiriman surat, tidak mendapatkan respon. UE mengharapkan adanya klarifikasi
dari Indonesia mengenai hasil audit yang dilakukan oleh ICAO. Akan tetapi niat baik
yang UE lakukan tidak mendapatkan balasan, hingga akhirnya terbit larangan terbang
bagi seluruh maskapai Indonesia.
Terbitnya larangan terbang terhadap seluruh maskapai Indonesia, menarik
perhatian pemerintah. Indonesia merespon larangan terbang tersebut dengan sangat
baik. Bercermin pada kesalahannya sebelum dilarang oleh UE, Indonesia melakukan
hubungan komunikasi yang baik dengan Komisi UE. Upaya diplomasi lakukan agar
komunikasi yang buruk tidak terjadi lagi. Dalam hal menjalin komunikasi Indonesia
melakukan update berkala terhadap kondisi penerbangannya yang diberikan kepada
UE. UE juga membantu Indonesia agar segara memenuhi standar keselamatan
internasional.
Upaya-upaya diplomasi dan perbaikan Indonesia membuahkan hasil, ketika
empat maskapai Indonesia dinyatakan memenuhi standar internasional dan dihapus
dari daftar larangan terbang pada bulan Juli 2009. Keempat maskapai tersebut
Garuda, Mandala, Airfast & Premi Air Pencabutan tersebut juga disusul dengan
pencabutan dua maskapai lainya pada bulan Juli 2010, Batavia Air dan Indonesia
AirAsia.