dc.description.abstract | Bentuk Legalisasi Memorandum Of Understanding (MoU) Ketenagakerjaan
Indonesia – Malaysia Tahun 2006 Tentang Rekrutmen dan Penempatan Penata
Laksana Rumah Tangga; Bunga Rizki Amalia, 070910101092; 2011: 109 halaman;
Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Jember.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi serta minimnya lapangan pekerjaan
menyebabkan munculnya fenomena migrasi tenaga kerja. Kondisi tersebut semakin
diperburuk lagi rendahnya penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Untuk
memperoleh penghasilan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, para tenaga
kerja sering kali melakukan migrasi ke tempat-tempat yang dapat menyediakan
lapangan pekerjaan. Kebanyakan dari mereka, mencari peruntungan hingga ke negara
lain. Pada akhirnya, penempatan TKI ke luar negeri tersebut menjadi program
nasional pemerintah dalam upaya peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya serta pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengiriman TKI masih berlangsung ke negara-negara yang tingkat
perekonomiannya lebih maju di Asia seperti Taiwan, Singapura, Brunei, Korea,
Jepang, dan Malaysia. Dari sekian banyak negara, Malaysia merupakan negara
tujuan utama TKI. Banyak faktor yang menentukan mengapa Malaysia menjadi
pilihan utama bagi pekerja migran dari Indonesia. Secara geografis, Malaysia
merupakan negara tetangga terdekat Indonesia. Hubungan transportasi relatif lebih
mudah, murah, dan cepat. Selain itu kesamaan etnis, budaya, dan bahasa
memungkinkan TKI berbaur lebih mudah dengan masyarakat Malaysia.
Keberadaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia membawa keuntungan bagi
kedua negara. Indonesia mendapat keuntungan remmitance yang didapat dari
pengiriman uang TKI ke Indonesia, sedangkan negara penerima akan mendapat
vii
viii
keuntungan pasokan tenaga kerja murah. Namun, dibalik keuntungan yang didapat
oleh kedua negara, ternyata banyak permasalahan dan pelanggaran yang terus terjadi,
seperti terjadinya pelecehan dan penyiksaan fisik terhadap TKI di Malaysia. Menurut
Human Right Watch dalam laporannya pada tanggal 22 Juli 2004 menyatakan bahwa
ribuan buruh migran terutama Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Malaysia dilecehkan
dalam berbagai bentuk seperti gaji yang tidak dibayar, penyiksaan oleh majikan,
maupun pelecehan seksual oleh majikan laki – laki.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejak tahun 2004, Pemerintah Indonesia dan
Malaysia sepakat untuk membuat Memorandum of Understanding (MoU). Mou yang
pertama adalah MoU tentang pekerja formal tahun 2004. Kemudian, semenjak
terjadinya berbagai kasus penyiksaan terhadap PRT, maka pemerintah memutuskan
untuk membuat MoU pekerja informal yang disahkan pada 13 Mei 2006, dengan
judul The Recruitment and Placement of Indonesian Domestic Workers. MoU
tersebut terdiri dari 17 pasal yang memberikan gambaran umum tentang isi MoU dan
Apendiks yang memberikan penjelasan terperinci mengenai kewajiban majikan,
Pembantu Rumah Tangga, Agen Rekrutmen Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan
analisis penulis, mengacu pada teori legalisasi yang penulis gunakan, MoU
ketenagakerjaan Indonesia – Malaysia tahun 2006 tersebut memiliki Obligasi yang
moderat, Presisi yang tinggi dan delegasi yang rendah. Berdasarkan ketentuan
dimension of legalization dalam teori legalisasi maka bentuk legalisasi MoU tersebut
adalah soft law atau soft legalization. Sehingga, MoU ketenagakerjaan tersebut
belum cukup efektif dalam menyelesaikan permasalahan TKI yang bekerja sebagai
PRT di Malaysia. hal ini dikarenakan bahwa MoU tersebut tidak bisa memberikan
sanksi dan justru menjerat TKI kepada sistem kekuasaan majikan dan para agensi. | en_US |