dc.description.abstract | Penyakit infeksi merupakan salah satu ancaman utama yang berdampak
besar pada masalah kesehatan dan ekonomi di seluruh dunia terutama di negara –
negara berkembang seperti di Indonesia. Salah satu bakteri penyebab infeksi yaitu
bakteri gram-negatif Escherichia coli. Antibiotik umum digunakan untuk
mengobati penyakit infeksi termasuk infeksi yang disebabkan oleh E. coli.
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dan penggunaan yang berlebihan dapat
memicu terjadinya resistensi terhadap antibiotik. Salah satu contoh kasus
resistensi yaitu ketika bakteri E. coli menghasilkan enzim extended-spectrum βlactamases (ESBLs) yang menjadi faktor penyumbang terpenting dalam resistensi
antibiotik β-laktam seperti penisilin dan sefalosporin.
Ancaman resistensi antibiotik oleh bakteri patogen termasuk E. coli,
membuat penemuan dan pengembangan agen antibakteri baru menjadi kebutuhan
yang mendesak. Bahan alam menjadi salah satu sumber utama dalam penemuan
antibakteri baru, termasuk diantaranya berasal dari fungi tanah muara. Tanah
muara merupakan zona transisi antara dua ekosistem perairan, yaitu air tawar dan
air laut. Ekosistem muara yang unik dan didukung dengan keberadaan hutan
mangrove menuntut mikroba yang ada termasuk fungi beradaptasi dengan
lingkungan ekstrem seperti variasi oksigen, salinitas yang tinggi, pasang surut air
laut, dan suhu rata – rata yang tinggi. Sebagai bentuk adaptasi dan pertahanan
dirinya terhadap lingkungan yang ekstrem tersebut, fungi tanah muara
menghasilkan metabolit sekunder yang kaya akan bioaktivitasnya. Berdasarkan
latar belakang tersebut, tujuan dilaksanakannya penelitian ini ialah untuk
mengetahui potensi aktivitas antibakteri fungi tanah muara yang diisolasi dari
Desa Kema-Satu lokasi satu, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara,
Provinsi Sulawesi Utara terhadap bakteri E. coli.
Pengambilan sampel yang diberi kode BTG7 dibantu oleh Bapak Saeful A.
Tauladani, seorang peneliti di Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung. Sampel
tanah muara yang didapat selanjutnya dibiakkan dan diisolasi pada media PDA hingga didapatkan sebelas isolat tunggal fungi tanah muara. Berdasarkan
identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis, sembilan isolat tunggal fungi
tanah muara merupakan jenis khamir sedangkan dua lainnya merupakan jenis
kapang. Sebelas isolat tunggal fungi tanah muara selanjutnya dilakukan skrining
awal uji antagonis terhadap bakteri uji E. coli untuk melihat potensi aktivitas
antibakterinya. Hasil uji antagonis menunjukkan ada delapan isolat tunggal fungi
tanah muara yang berpotensi memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri E.
coli, yaitu isolat tunggal nomor (1), (2), (3), (4), (5), (7), (9) dan (11). Delapan
isolat tunggal fungi tanah muara potensial tersebut kemudian difermentasi selama
14 hari dan diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Ekstrak yang didapat
kemudian dilakukan skrining kandungan kimia untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder golongan alkaloid dan terpenoid serta uji aktivitas antibakteri.
Skrining kandungan kimia yang dilakukan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menunjukan bahwa delapan ekstrak etil asetat
hasil fermentasi fungi tanah muara mengandug senyawa metabolit sekunder
golongan terpenoid. Uji aktivitas antibakteri metode mikrodilusi dengan
konsentrasi tunggal yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada standar
CLSI M07-A9. Kontrol positif yang digunakan yaitu gentamisin 1µg/L dan
DMSO 1% sebagai kontrol negatif. Persen penghambatan yang diperoleh dari
hasil uji aktivitas antibakteri delapan ekstrak etil asetat hasil fermentasi fungi
tanah muara terhadap bakteri uji E. coli mulai dari yang terbesar hingga terkecil
yaitu isolat tunggal nomor (2) (56,5 ± 3,0%), (1) (54,2 ± 3,2%), (3) (48,8 ± 5,3%),
(7) (44,4 ± 3,4%), (4) (44,3 ± 0,9%), (11) (37,8 ± 4,3%), (9) (35,5 ± 2,7%), dan
(5) (30,5 ± 8,2%). | en_US |