dc.description.abstract | Penelitian ini membahas tentang bentuk dan fungsi reduplikasi bahasa
Jawa oleh penutur bahasa Jawa di Desa Manggisan Kecamatan Tanggul
Kabupaten Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
bentuk dan fungsi reduplikasi bahasa Jawa yang dituturkan penutur bahasa Jawa
di Desa Manggisan Kecamatan Tanggul. Penelitian ini berfokus pada bentuk
reduplikasi atau pengulangan bahasa Jawa pada penutur bahasa Jawa di Desa
Manggisan Kecamatan Tanggul karena masyarakatnya yang heterogen,
masyarakat di Kecamatan Tanggul memiliki budaya, bahasa, etnis, serta latar
belakang sosial yang beragam. Keunikannya yaitu meleburnya kebudayaan yang
berbeda, tidak hanya budayanya saja tetapi juga bahasanya, yakni adanya
perbedaan penutur berdasarkan wilayahnya dan percampuran pemakainya baik
secara struktur maupun bahasa. Contohnya masyarakat yang tinggal di wilayah
Selatan lebih banyak menggunakan bahasa Jawa sedangkan masyarakat yang
tinggal di wilayah Utara lebih banyak menggunakan bahasa Madura.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif karena berupa tuturan
yang langsung dituturkan oleh masyarakat penutur bahasa Jawa. Metode dan
teknik yang digunakan dalam menyediakan data berupa metode cakap. Penelitian
ini menggunakan metode cakap karena terjadi kontak langsung dengan
narasumber yang menuturkan bentuk reduplikasi bahasa Jawa. Teknik lanjutan
yang digunakan yaitu dengan teknik pancing dan teknik cakap semuka.
Metode dan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
agih. Metode ini digunakan karena alat penentunya berasal langsung dari bahasa
itu sendiri (bentuk reduplikasinya). Sedangkan untuk menganalisis fungsi dan
nosinya menggunakan metode padan referensial. Metode penyajian hasil analisi
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal yaitu berupa
kata-kata biasa.
Hasil dari penelitian dapat dijelaskan bahwa bentuk reduplikasi bahasa
Jawa oleh penutur bahasa Jawa di Desa Manggisan Kecamatan Tanggul
ditemukan sebagai berikut; 1) Dwilingga yaitu pengulangan penuh dari bentuk
dasarnya contohnya:
(a) bentuk tuwek-tuwek, bentuk ini merupakan pengulangan penuh dari
bentuk dasarnya yaitu tuwek (tua). Bentuk tuwek-tuwek ini berfungsi sebagai
adjektiva yang memiliki makna jamak (tua-tua). Setelah proses reduplikasi bentuk
ini tidak mengalami perubahan fungsi dari bentuk dasarnya ke bentuk
reduplikasinya.
Wong tuone wis podo tuwek-tuwek saiki.
[wɔŋ tuone wIs pɔdɔ tuwƐ?-tuwƐ? saiki]
„Orang tuanya sudah pada tua-tua sekarang‟.
(b) bentuk mlaku-mlaku bentuk ini merupakan pengulangan penuh dari
bentuk dasarnya yaitu mlaku (berjalan). Bentuk mlaku-mlaku ini berfungsi sebagai
verba yang memiliki makna ketidaktentuan (melakukan kegiatan santai). Setelah
proses reduplikasi bentuk ini tidak mengalami perubahan fungsi dari bentuk
dasarnya ke bentuk reduplikasinya.
Saben isuk aku wis biasa mlaku-mlaku.
[sabǝn isu? aku wIs biasa mlaku-mlaku]
„Setiap pagi aku sudah terbiasa jalan-jalan‟.
2) Dwiwasana yaitu pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya contohnya:
(a) bentuk rek-arek, bentuk ini merupakan pengulangan sebagian pada
suku akhir dari bentuk dasarnya yaitu arek. Kata rek ini dipenggal dan diletakkan
di depan kata dasarnya. Bentuk rek-arek ini berfungsi sebagai nomina yang
memiliki makna jamak/pluralitas pada jumlah yang berarti banyak (anak-anak).
Setelah proses reduplikasi bentuk ini tidak mengalami perubahan fungsi dari
bentuk dasarnya.
Rek-arek podo ngumpul neng lapangan mergo arep melu lomba.
[rƐ?-arƐ? pɔdɔ ŋumpUl nǝŋ lapaŋan meǝrgo arǝp mƐlu lomba]
„Anak-anak berkumpul di lapangan karena ingin mengikuti lomba‟.
(b) bentuk dhe-gedhe, bentuk ini merupakan pengulangan sebagian pada
suku akhir dari bentuk dasarnya yaitu gedhe. Kata dhe ini dipenggal dan
diletakkan di depan kata dasarnya. Bentuk dhe-gedhe ini berfungsi sebagai
adjektiva yang memiliki makna penekatan intensitas pada ukurannya yang berarti
„besar-besar‟. Setelah proses reduplikasi bentuk ini tidak mengalami perubahan
fungsi dari bentuk dasarnya.
Tomat sing dijupuk bapak dhe-gedhe kabeh ukurane.
[tomat sIŋ dijupU? Bapa? dh
e-gǝ dh
e kabƐh ukurane]
„Tomat yang diambil bapak besar-besar semua ukurannya‟.
3) Dwilingga salin swara yaitu pengulangan penuh dari bentuk dasarnya yang
disertai dengan perubahan sebagian atau penuh bunyi vokalnya contohnya:
(a) bentuk teka-teko, bentuk ini merupakan pengulangan penuh dari kata
dasarnya teko yang disertai dengan perubahan sebagian bunyi vokalnya yaitu pada
bunyi vokal akhirnya saja. Bentuk dasar teko memiliki struktur bunyi vokal e – o
sedangkan bunyi vokal kata ulangnya berstruktur e – a. Bentuk teka-teko ini
berfungsi sebagai verba yang memilik makna melakukan pekerjaan „berkali-kali
datang‟atau datang-datang terus. Setelah proses reduplikasi bentuk ini tidak
mengalami perubahan fungsi dari bentuk dasarnya.
Kowe iku teka-teko ae koyok wong bingung.
[kɔwe iku tǝka-tǝkɔ ae kɔyɔ? wɔŋ biŋuŋ]
„Kamu itu berkali-kali datang seperti orang bingung‟.
(b) bentuk mloka-mlaku, bentuk ini merupakan pengulangan penuh dari
kata dasarnya mlaku yang disertai dengan perubahan seluruh bunyi vokalnya.
Bentuk dasar mlaku memiliki struktur bunyi vokal a – u sedangkan bunyi vokal
kata ulangnya berstruktur o – a. Bentuk mloka-mlaku ini berfungsi sebagai verba
yang memiliki makna melakukan pekerjaan „berjalan-jalan terus‟. Setelah proses
reduplikasi bentuk ini tidak mengalami perubahan fungsi dari bentuk dasarnya.
Dek kowe mloka-mlaku ae opo ora kesel ?
[de? kɔwe mloka-mlaku ae ora kǝsǝl]
„Dik kamu berjalan-jalan terus apa tidak lelah ?
dan terakhir 4) pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan penuh atau sebagian
yang disertai dengan imbuhan awalan, sisipan dan akhiran contohnya:
(a) bentuk nyeluk-nyeluk bentuk ini merupakan pengulangan penuh dari
bentuk dasarnya celuk dan mendapat imbuhan awalan {n-}. Konsonan /c/ dari
bentuk dasarnya luruh dan berubah menjadi bunyi /ny/ sehingga terbentuk kata
nyeluk. Bentuk nyeluk-nyeluk ini berfungsi sebagai verba yang memiliki makna
jamak/pliralitas melakukan pekerjaan yaitu „memanggil-manggil‟. Setelah proses
reduplikasi bentuk ini tidak mengalami perubahan fungsi dari bentuk dasarnya.
Aku nyeluk-nyeluk kowe ket mau kok sektas moro ?
[aku ῆǝlU?- ῆǝlU? kɔwe kƐt mau ko? Sektas mɔrɔ?]
„Saya memanggil-manggil kamu dari tadi kenapa baru datang ?‟
(b) bentuk nuthuk-nuthuk, bentuk ini merupakan pengulangan penuh dari
bentuk dasarnya tuthuk dan mendapat imbuhan awalan {n-}. Konsonan /t/ dari
bentuk dasarnya luruh dan berubah menjadi bunyi /ny-/ sehingga terbentuk kata
nuthuk. Bentuk nuthuk-nuthuk ini berfungsi sebagai verba yang memiliki makna
jamak/pluralitas melakukan pekerjaan yaitu „memukul-mukul‟. Setelah proses
reduplikasi bentuk ini tidak mengalami perubahan fungsi dari bentuk dasarnya.
Sopo sing nuthuk-nuthuk wesi tengah wengi ngene ?
[sɔpɔ sIŋ nuthU?-nuthU? wǝsi tǝŋah wǝŋi ŋƐnƐ?]
„Siapa yang memukul-mukul besi tengah malam begini ?‟
Sedangkan fungsi dan nosi reduplikasi dalam bahasa Jawa pada penutur bahasa
Jawa di Desa Manggisan Kecamatan Tanggul adalah sebagai berikut; berfungsi
sebagai verba, berfungsi sebagai nomina, berfungsi sebagai adjektiva dan
berfungsi sebagai adverbia. Dengan maknanya (nosi) sebagai berikut: a)
bermakna jamak/pluralitas (jumlah dan tindakan), b) bermakna ketidaktentuan, c)
bermakna penekanan intensitas, d) bermakna melakukan pekerjaan, e) bermakna
sangat, f) bermakna walaupun/meskipun dan, g) bermakna penunjuk waktu. | en_US |