dc.description.abstract | Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang terjadi pada tubuh manusia karena insulin tidak diproduksi dengan baik. Jumlah insulin dalam tubuh yang berkurang atau bahkan tidak ada dapat menyebabkan tingginya gula darah dan toleransi glukosa. Menurut data yang terbaru dari IDF Atlas tahun 2021, Indonesia berada di posisi ke-5 dunia dengan penderita diabetes sekitar 19,5 juta jiwa yang diprediksi oleh WHO akan mengalami kenaikan secara signifikan pada tahun 2045 menjadi 28,6 juta jiwa jika tidak diberikan penanganan yang tepat.
Pengobatan diabetes yang biasa digunakan adalah akarbosa yang bekerja dengan cara menghambat kerja enzim enzim α-glukosidase secara kompetitif sehingga dapat memperlambat laju absorbsi karbohidrat dan sukrosa pada saluran pencernaan. Penggunaan obat tersebut juga mempunyai efek samping diantaranya menyebabkan mual, diare, flatulensi, dan gangguan pada hati. Berdasarkan alasan ini, sangat diharapkan keberadaan calon obat yang lebih aman namun juga efektif seperti calon obat yang berasal dari bahan alam.
Di Indonesia, terdapat salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat dari bahan alam, yaitu merbau pantai (Intsia bijuga). Merbau pantai telah tersebar di seluruh Indonesia salah satunya di Taman Nasional Meru Betiri, Jember. Dalam suatu studi etnobotani yang dilakukan etnis Musi di Sumatera Selatan, kulit batang merbau pantai diketahui dapat digunakan secara empiris untuk mengatasi diabetes. Menurut studi etnobotani yang dilakukan oleh Bradacs di Vanuatu, kulit batang bagian dalam tumbuhan ini dapat diperas dalam air garam dan larutannya diminum untuk mengatasi diabetes. Berdasarkan penjelasan di atas dan belum adanya data ilmiah terkait kulit batang Intsia bijuga, dilakukan penelitian mengenai skrining fitokimia dan pengaruh fraksi diklorometana kulit batang Intsia bijuga terhadap enzim α-glukosidase dan penentuan pola kinetika penghambatannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi diklorometana kulit batang Intsia bijuga memiliki kandungan golongan senyawa berupa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid. Nilai persentase penghambatan kontrol positif pada konsentrasi 100 ppm adalah sebesar 67,605%, sedangkan sampel pada rentang konsentrasi 25-500 ppm memperoleh nilai persentase penghambatan sekitar 20-26%. Hal tersebut dimungkinkan karena golongan senyawa yang dalam fraksi diklorometana kulit batang Intsia bijuga memiliki kemampuan yang lemah. Analisis kurva Lineweaver-Burk menunjukkan bahwa jenis pola kinetika penghambatan yang dihasilkan berupa penghambatan uncompetitive. Penghambatan uncompetitive hanya dapat terikat jika terdapat ikatan kompleks enzim-substrat sehingga tidak dapat langsung berikatan dengan enzim dalam keadaan bebas. Hal tersebut akan menyebabkan enzim menjadi tidak aktif sehingga pembentukan produk tidak terjadi. | en_US |