Show simple item record

dc.contributor.authorHUDA, Moh. Fasholli Nur
dc.date.accessioned2022-08-24T02:38:36Z
dc.date.available2022-08-24T02:38:36Z
dc.date.issued2021-07-24
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/109059
dc.descriptionValidasi unggah file repositori_Kacung Finalisasi unggah file repositori tanggal 24 Agustus 2022_Kurnadien_US
dc.description.abstractPada kali ini negara secara Internasional khususnya di Indonesia mengalami bencana yakni adanya Coronavirus Disease 2019 dimana merupakan suatu force majeure yang dialami oleh pihak debitur maupun kreditur. Penyebaran Virus Covid-19 (Corona) membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk memberikan keringanan dalam hal pembayaran cicilan kredit kepada para nasabah bank, melalui peraturan Otorititas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (selanjutnya diberi singkatan POJK) yang berisi panduan bagi bank yang mau mendukung kebijakan stimulus perekonomian lewat restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak virus Covid-19 (Corona). Namun, aturan tersebut tidak mengatur secara spesifik mengenai siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan restrukturisasi (keringanan) kredit. karena apabila membahas mengenai siapa-siapa saja yang terdakmpak secara langsung, dapat dikatakan bahwa seluruh masyarakan merasakan dampak langsung dari semakin berkembangnya penyebaran Virus Covid-19. Apabila yang mendapatkan hak restrukturisasi adalah hanya yang terdampak langsung dalam artian positif terinfeksi virus tersebut maka tidak adil rasanya apabila restrukturisasi tersebut tidak menyeluruh kepada setiap warga negara indonesia karena juga merasakan dampak langsung dari beredarnya virus tersebut secara masif di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang dibahas ada 3 (tiga), yaitu pertama, Terdampak corona virus disease (Covid-19) termasuk apakah dalam karateristik force majeure yang dapat digunakan untuk menunda pembayaran pada akad pembiayaan al-ijarah?, kedua, Kesesuaian penundaan pembayaran pada akad pembiayaan al-ijarah yang dilakukan peminjam (rahin) terhadap yang memberikan pinjaman (marhunbih) telah sesuai dengan prinsip tolong menolong (at-ta’awun) dalam hukum ekonomi syari’ah?, Ketiga, konsep akad pemibiayaan al-ijarah kedepan agar memenuhi karateristik prinsip kepastian hukum?. Tipe penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Peundang-Undangan, pendekatan konseptual (Conceptual Approach), dan pendekatan komparatif. Bahan sumber hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Hasil kajian yang diperoleh bahwa : pertama, pandemi corona dijadikan sebagai dalil keadaan memaksa atau force majeur dalam suatu kontrak bisnis didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Alasan tersebut dijadikan pembelaan debitur atas tidak terlaksananya suatu kontrak karena suatu hal yang tidak dapat diduga. Kondisi force majeur tersebut tidak serta merta dapat dijadikan pembatalan suatu kontrak, namun renegosiasi dapat dilakukan untuk membatalkan atau mengubah isi kontrak yang telah disepakati tentunya diharapkan berjalan dengan adanya itikad baik. Suatu kontrak harus tetap dilaksanakan sesuai dengan isinya sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan setiap perjanjian yang dibuat secara dah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Kedua, Sistem Pembiayaan Bagi Hasil dibagi 2 yaitu: Mudharabah dan Musyarakah. Mudharabah yaitu kesepakatan anatara 2 pihak, yang mana bank sebagai pemilik modal (shahib al-mal) dan nasabah sebagai pengelola modal, yang kemudian keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan dan bila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Sedangkan musyarakah yaitu bentuk pembiayaan yang mana bank dan nasabah melakukan kerjasama untuk usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Ketiga, Penerapan akad Natural Certainty Contracts (NCC) dalam menanggulangi risiko pada pembiayaan Ijarah dilakukan dengan cara menerapkan prinsip kepastian dengan menganalisis berdasarkan, jumlah (quantity), mutu (quality), harga (price) dan waktu penyerahan (time of delivery), pada calon nasabah pembiayaan. Penerapan akad kepastian Natural Certainty Contracts (NCC) yang diterapkan pada Bank Syariah telah sesuai dengan padangan Islam berdasakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Syariah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 282. Disini Allah telah mengatur kegiatan transaksi secata tidak tunai atau hutang. Dengan syarat semua transaksi tersebut dicatata sesuai prosedur yang berlaku dan ditambah dengan adanya para saksi-saksi serta barang jaminan sebagai perlindungan jika dikemudian hari seseorang dari yang bertransaksi tersebut meninggal dunia. Dalam islam telah diatur secara kepastian atau Natural Certainty Contracts yang mana menerapkan sikap kepastian dalam melunasi hutang piutang diantara sesama, sehingga tidak terjadipersengketaan diantara mereka dikemudian harinya. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menawarkan saran, antara lain: pertama, Pemerintah dan para pihak terkait perlu mengkaji ulang regulasi-regulasi khususnya yang berkaitan dengan penanganan wabah COVID-19 agar tidak terjadi multi tafsir dan sesat nalar dalam hal memahami dan menerapkan aturan-aturan hukum khususnya mengenai COVID-19 karena dalam hal penerapan Force majeure kepada para nasabah perbankan khususnya yang menjadi pokok pembahasan Tesis ini masih sangat banyak masyarakat yang belum memahami regulasi yang berlaku akibatnya banyak masyarakat menggeneralisir terkait penerapan Force majeure terhadap perjanjian/kontrak yang telah disepakati antara debitur dan kreditur khususnya mengenai Akad Pembiayaan Al-Ijarah. Kedua, Bank syariah yang mengoperasikan ijarah, agar dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan IMBT karena lebih sederhana dari segi pembukuan. Selain itu bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya. ketiga, Kedepan Bank Syariah dapat menerapkan Natural Certainty Contracts (NCC) untuk menanggulangi risiko pada pembiayaan Ijarah dimana Natural Certainty Contracts (NCC) memiliki prinsip kepastian, serta menganalisis dengan cermat dan teliti terlebih dahulu calon nasabahnya dengan menggunakan prinsip kepastian guna menanggulangi dan meminimalisir risiko yang kerap dihadapi oleh Bank Syariah.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama : Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectCORONA VIRUS DISEASE (COVID 19)en_US
dc.subjectKLAUSUL FORCE MAJEURen_US
dc.subjectAKAD PEMBIAYAAN AL IJARAHen_US
dc.subjectMENUNDA ANGSURANen_US
dc.titleTerdampak Corona Virus Disease (COVID 19) pada Klausul Force Majeure Sebagai Alasan Menunda Angsuran pada Akad Pembiayaan Al Ijarahen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record