Show simple item record

dc.contributor.advisorZAIN, Novi Lailita
dc.contributor.advisor
dc.contributor.authorZAIN, Novi Lailita
dc.date.accessioned2022-08-05T03:11:55Z
dc.date.available2022-08-05T03:11:55Z
dc.date.issued2022-01-26
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/108701
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 5 Agustus 2022_Kurnadien_US
dc.description.abstractSaat ini perusahaan dituntut untuk melaksanakan kewajiban kepedulian dan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan yang biasa dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Definisi Corporate Social Responsibilty yang dikemukakan oleh Archie B. Carroll pada akhir 1970 yang dikenal dengan tanggung jawab filantropi yang menjelaskan bahwa tanggung jawab sosial pada pelaku bisnis meliputi dimensi hukum, ekonomi, etika dan tindakan sukarela yang ditujukan untuk masyarakat (Carr, 1979). Tanggung jawab ekonomi dapat diartikan sebagai kinerja perusahaan yang harus menciptakan peluang untuk profitabilitas tinggi sebelum mereka dapat terlibat dalam kegiatan yang bertanggung jawab secara sosial. Selain tanggung jawab ekonomi organisasi bisnis juga beroperasi di jalur hukum untuk memenuhi kewajiban hukum mereka. Dalam pelaksanaan kewajiban hukum juga mementingkan nilai etis dimana organisasi bisnis harus melakukan apa yang mereka yakini benar dan adil. Aktivitas filantropi yang dilakukan oleh organisasi bisnis merupakan salah satu cara kesukarelaan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat yang mendukung keberadaan organisasi bisnis tersebut (Carroll, 1998: 1-7). Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dalam pasal 74 ayat 1 yang berisi tentang aturan PT yang menjalankan usaha di bidang yang bersangkutan dengan penggunaan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, kemudian Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dalam pasal 15 (b) menyatakan bahwa setiap penanam modal diwajibkana melakukan tanggung jawab sosial perusahaan, dan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) Nomor KEP 05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Miliki Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) yang menyatakan adanya peran dari BUMN untuk melaksanakan PKBL, praktik CSR kemudian berubah porsi dari pelaksanaan tersebut hanya bersifat sukarela bagi perusahaan menjadi suatu hal yang wajib di laksanakan jika kita Undang-Undang tersebut memberikan bentuk kewajiban bagi perusahaan untuk melaksanakan CSR yang dapat diartikan sebagai bertambahnya beban perusahaan. Kemudian keterkaitan CSR dengan pajak yaitu Menurut Ratmono (2015) membayar pajak merupakan salah satu bentuk kegiatan CSR. Sesuai dengan makna pajak, salah satu fungsi pajak yang utama adalah digunakan untuk kepentingan negara dalam hal memberikan kemakmuran yang sebesar besarnya bagi rakyat. Pajak digunakan untuk membangun kepentingan umum seperti infrastruktur dan lain sebagainya. Sehingga pembayaran pajak dianggap sebagai kontribusi perusahaan dalam pelaksanaan CSR. Salah satu sumber utama penerimaan negara yaitu berada pada pungutan pajak yang dipungut menurut undang-undang dan digunakan untuk pembangunan nasional serta merupakan sumber dana kesejahteraan masyarakat. Perubahan pada pasal 23A amandemen III UUD 1945 yang mengatur tentang perpajakan menyatakan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang”. Sebagai salah satu wajib pajak, perusahaan wajib membayar pajak yang besarnya dihitung dari laba bersih. Dampak dari peraturan tersebut yaitu mempengaruhi jumlah laba bersih yang diterima. Semakin tinggi laba yang diterima maka semakin besar pajak yang di bayarkan. Per 26 Desember 2019, penerimaan pajak baru mencapai 72,07 persen dari target akhir tahun sebesar Rp 1.577,6 triliun, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Penerimaan pajak baru sekitar Rp1.266,65 triliun. Melihat menurunnya tingkat penerimaan pajak menimbulkan indikasi perusahaan mengelola pajak untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayarkan dibayarkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga nilai laba dikarenakan kewajiban membayar pajak dapat mengurangi laba setelah pajak (after tax profit), arus kas (cash flows), dan tingkat pengembalian (rate of return).Ketentuan umum perpajakan self assesment yang tertuang pada pasal 12 Undang-Undang No.28 tahun 2007 merupakan salah satu sistem di negara Indonesia dalam pengumpulan pajak dalam hal keleluasaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban pajak berada di tangan wajib pajak itu sendiri dengan kepatuhan secara sukarela. Kebijakan ini memberikan sebuah peluang bagi perusahaan untuk melakukan manajemen pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang dibayar. Darussalam (2014:69) mendefinisikan agresivitas pajak sebagai rencana penghindaran pajak untuk mengurangi beban pajak atas transaksi yang tidak memiliki tujuan komersial. Perusahaan memiliki dua pilihan: mematuhi undang-undang perpajakan yang berlaku (penghindaran pajak) atau mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dengan cara ilegal yang melanggar undang-undang perpajakan. Tax Ratio atau tarif pajak adalah rasio atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) dan juga merupakan salah satu indikator untuk menilai perubahan penerimaan pajak. Tarif pajak mengukur kemampuan negara untuk mengenakan pajak atas seluruh perekonomian berdasarkan total produk domestik bruto. Tingkat tarif pajak menunjukkan seberapa baik negara mampu mendanai kebutuhan yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut Lanis dan Richardson (2013), pajak merupakan motor penggerak dalam pengambilan keputusan bisnis suatu perusahaan. Langkahlangkah untuk meminimalkan pajak perusahaan melalui aktivitas pajak yang agresif menjadi semakin umum di lingkungan perusahaan. Darussalam (2014: 69) Agresivitas pajak sebagai perencanaan pajak dilakukan untuk mengurangi beban pajak atas transaksi yang tidak menguntungkan terhadap bisnis. Dalam hal ini perusahaan beranggapan bahwa perusahaan memiliki dua beban yang sama yaitu pembayaran pajak dan kewajiban pelaksanaan CSR. Menurut Freeman (2003) fungsi dari pajak maupun CSR yaitu memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat Indonesia. Oleh karena itu untuk mengurangi jumlah beban yang harus di tanggung perusahaan maka perusahaan dapat melakukan efektivitas pengeluaran melalui agresivitas pajak. Tujuan utama dari agresivitas pajak adalah untuk menurunkan kewajiban pajak perusahaan melalui aktivitas yang spesifik, yang mencakup dari beberapa transaksi-transaksi.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing I.Bunga Maharani, S.E, M.SA, CSRA, CSP, CRA Dosen Pembimbing II Alfi Arif, SE., M.AK., Ak.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ekonomi dan Bisnisen_US
dc.subjectCORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITYen_US
dc.subjectAGRESIVITAS PAJAKen_US
dc.subjectPERUSAHAAN MANUFAKTURen_US
dc.titlePengaruh Corporate Social Responbility terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan Manufakturen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record